Inflasi Jateng Hanya Turun 0,29%
A
A
A
SEMARANG - Stabilnya sejumlah komoditas di Jawa Tengah seperti biaya angkutan udara, bawang merah, angkutan antar kota, tarif kereta api dan angkutan dalam kota mampu meredam gejolak inflasi di Jateng.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng pada bulan Agustus 2015 di Jawa Tengah terjadi inflasi sebesar 0,29 % dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 120,61%. “Inflasi pada bulan Agustus lebih rendah dibandingkan pada bulan Juli 2015 yang mengalami inflasi sebesar 0,92% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 120,27,” kata Kepala Bidang Statistik Distribusi, Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng, Jam Jam Za-machsyari, kemarin.
Komoditas yang memberikan sumbangan terbesar terjadinya inflasi adalah telur ayam ras, beras, akademi/perguruan tinggi, cabai rawit dan daging ayam ras. Berdasarkan hasil survei BPS, kota yang mengalami inflasi tertinggi adalah Kota Kudus sebesar 0,60%, diikuti Kota Tegal sebesar 0,38%, Kota Semarang (0,28%), Cilacap (0,24%), Solo (0,19%), terendah Purwokerto (0,13%).
Zamachsyari menjelaskan, secara nasional laju inflasi tahun kalender Agustus 2015 inflasi sebesar 1,70% jauh lebih rendah dibandingkan Agustus 2014 yang mengalami inflasi sebesar 3,65%. Sedangkan laju inflasi year on year (yoy) Agustus 2015 sebesar 6,18% lebih tinggi dibandingkan Agustus 2014 yang mengalami inflasi sebesar 4,36%. Kepala BI Kanwil V Jateng- DIY Iskandar Simorangkir mengatakan, penurunan inflasi terjadi karena bulan Agustus sudah melewati puncak kenaikan inflasi yakni pada saat Lebaran lalu.
Terlebih, kata dia, saat ini sedang terjadi penguatan mata uang dolar As terhadap rupiah yang berdampak terhadap turunnya tingkat belanja masyarakat. “Dengan demikian inflasi juga akan turun,” katanya. Berdasarkan data BI, inflasi pada bulan Juli lalu sebesar 0,92%, sedangkan secara tahunan inflasinya mencapai 6,37%.
Tingginya inflasi tahunan tersebut merupakan dampak dari kenaikan harga BBM pada tahun lalu. Berbeda dengan Jawa Tengah, perkembangan harga berbagai komoditas pada bulan Agustus menunjukkan kenaikan inflasi di Yogyakarta sebesar 0,33%.
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan enam indeks kelompok pengeluaran, yaitu kelompok bahan makanan naik 0,88%, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau naik 0,48%, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bakan bakar naik 0,33%, kelompok sandang naik 0,60%, kelompok kesehatan naik 0,78% dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga naik 0,45%. Sebaliknya untuk kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami penurunan 0,74%.
Kepala BPS DIY, Bambang Kristanto mengatakan, dampak kenaikan dolar terhadap rupiah belum begitu tampak pada periode akhir Juli hingga awal Agustus lalu. Ke depan, kata dia, jika dolar AS terus menguat hal yang harus diwaspadai terkait dengan inflasi DIY adalah industri yang banyak menggu-nakan bahan-bahan impor seperti industri pakaian dengan segmen high class .
“Salah satu komoditi yang paling berdampak ketika dolar dalam kurun waktu beberapa tahun kedepan belum juga stabil adalah komoditi pakaian jadi. Tidak dapat dipungkiri sektor ekonomi Yogya ditopang dari bisnis pakaian jadi seperti pakaian batik yang beberapa bahan kainya menggunakan kain sutra dan kain katun sementara kedua kain tersebut adalah kain impor yang dibeli menggunakan dolar,” papar Bambang, kemarin.
Secara langsung harga barang untuk komoditi pakaian segmen high class ini akan mengalami kenaikan harga dipicu dari penguatan nilai dolar terhadap rupiah. Jika tidak menaikan harga maka pengusaha barang komoditi pakaia jadi ini harus beralih bahan kain dari kain impor menjadi kain lokal sepenuhnya untuk menekan biaya produksi. Komoditas yang paling memengaruhi terjadinya inflasi di antaranya adalah daging ayam ras, beras, nasi dengan lauk.
Sedangkan komoditi yang menghambat inflasi adalah bawang merah, angkutan udara, angkutan antar kota dan tarif kereta api. Laju inflasi tahun 2015 (Agustus 2015 terhadap Desember 2014 sebesar 1,93% sedangkan laju inflasi yoy (Agustus 2015 terhadap Agustus 2014) sebesar 5,70%.
Ketua 3 Tim Pengendali Inflasi Daerah, Arief Budi Santoso mengatakan, sejauh ini inflasi yang terjadi dikota Yogya masih tergolong pada kondisi aman karena tidak ada lonjakan inflasi yang signifikan terhadap barang-barang komoditi. “Inflasi bulan ini tidak jauh dari prediksi yang sudah kami perkirakan.
Bahwa inflasi tidak akan berada diangka 0,38% selama kebutuhan akan barang-barang komoditas dipasaran terjaga dan stabil jika beberapa waktu lalu terdapat sedikit kepanikan mayarakat karena daging sapi langka namun hal ini tidak terjadi dikota Yogya. Memang daging ayam dan daging ras sempat naik beberapa saat tapi masih dalam taraf harga normal,” paparnya.
Andik sismanto / windy anggraina
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng pada bulan Agustus 2015 di Jawa Tengah terjadi inflasi sebesar 0,29 % dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 120,61%. “Inflasi pada bulan Agustus lebih rendah dibandingkan pada bulan Juli 2015 yang mengalami inflasi sebesar 0,92% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 120,27,” kata Kepala Bidang Statistik Distribusi, Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng, Jam Jam Za-machsyari, kemarin.
Komoditas yang memberikan sumbangan terbesar terjadinya inflasi adalah telur ayam ras, beras, akademi/perguruan tinggi, cabai rawit dan daging ayam ras. Berdasarkan hasil survei BPS, kota yang mengalami inflasi tertinggi adalah Kota Kudus sebesar 0,60%, diikuti Kota Tegal sebesar 0,38%, Kota Semarang (0,28%), Cilacap (0,24%), Solo (0,19%), terendah Purwokerto (0,13%).
Zamachsyari menjelaskan, secara nasional laju inflasi tahun kalender Agustus 2015 inflasi sebesar 1,70% jauh lebih rendah dibandingkan Agustus 2014 yang mengalami inflasi sebesar 3,65%. Sedangkan laju inflasi year on year (yoy) Agustus 2015 sebesar 6,18% lebih tinggi dibandingkan Agustus 2014 yang mengalami inflasi sebesar 4,36%. Kepala BI Kanwil V Jateng- DIY Iskandar Simorangkir mengatakan, penurunan inflasi terjadi karena bulan Agustus sudah melewati puncak kenaikan inflasi yakni pada saat Lebaran lalu.
Terlebih, kata dia, saat ini sedang terjadi penguatan mata uang dolar As terhadap rupiah yang berdampak terhadap turunnya tingkat belanja masyarakat. “Dengan demikian inflasi juga akan turun,” katanya. Berdasarkan data BI, inflasi pada bulan Juli lalu sebesar 0,92%, sedangkan secara tahunan inflasinya mencapai 6,37%.
Tingginya inflasi tahunan tersebut merupakan dampak dari kenaikan harga BBM pada tahun lalu. Berbeda dengan Jawa Tengah, perkembangan harga berbagai komoditas pada bulan Agustus menunjukkan kenaikan inflasi di Yogyakarta sebesar 0,33%.
Inflasi terjadi karena adanya kenaikan enam indeks kelompok pengeluaran, yaitu kelompok bahan makanan naik 0,88%, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau naik 0,48%, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bakan bakar naik 0,33%, kelompok sandang naik 0,60%, kelompok kesehatan naik 0,78% dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga naik 0,45%. Sebaliknya untuk kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami penurunan 0,74%.
Kepala BPS DIY, Bambang Kristanto mengatakan, dampak kenaikan dolar terhadap rupiah belum begitu tampak pada periode akhir Juli hingga awal Agustus lalu. Ke depan, kata dia, jika dolar AS terus menguat hal yang harus diwaspadai terkait dengan inflasi DIY adalah industri yang banyak menggu-nakan bahan-bahan impor seperti industri pakaian dengan segmen high class .
“Salah satu komoditi yang paling berdampak ketika dolar dalam kurun waktu beberapa tahun kedepan belum juga stabil adalah komoditi pakaian jadi. Tidak dapat dipungkiri sektor ekonomi Yogya ditopang dari bisnis pakaian jadi seperti pakaian batik yang beberapa bahan kainya menggunakan kain sutra dan kain katun sementara kedua kain tersebut adalah kain impor yang dibeli menggunakan dolar,” papar Bambang, kemarin.
Secara langsung harga barang untuk komoditi pakaian segmen high class ini akan mengalami kenaikan harga dipicu dari penguatan nilai dolar terhadap rupiah. Jika tidak menaikan harga maka pengusaha barang komoditi pakaia jadi ini harus beralih bahan kain dari kain impor menjadi kain lokal sepenuhnya untuk menekan biaya produksi. Komoditas yang paling memengaruhi terjadinya inflasi di antaranya adalah daging ayam ras, beras, nasi dengan lauk.
Sedangkan komoditi yang menghambat inflasi adalah bawang merah, angkutan udara, angkutan antar kota dan tarif kereta api. Laju inflasi tahun 2015 (Agustus 2015 terhadap Desember 2014 sebesar 1,93% sedangkan laju inflasi yoy (Agustus 2015 terhadap Agustus 2014) sebesar 5,70%.
Ketua 3 Tim Pengendali Inflasi Daerah, Arief Budi Santoso mengatakan, sejauh ini inflasi yang terjadi dikota Yogya masih tergolong pada kondisi aman karena tidak ada lonjakan inflasi yang signifikan terhadap barang-barang komoditi. “Inflasi bulan ini tidak jauh dari prediksi yang sudah kami perkirakan.
Bahwa inflasi tidak akan berada diangka 0,38% selama kebutuhan akan barang-barang komoditas dipasaran terjaga dan stabil jika beberapa waktu lalu terdapat sedikit kepanikan mayarakat karena daging sapi langka namun hal ini tidak terjadi dikota Yogya. Memang daging ayam dan daging ras sempat naik beberapa saat tapi masih dalam taraf harga normal,” paparnya.
Andik sismanto / windy anggraina
(ars)