Obrolan Teras Sindo Tingkatkan Literasi Media

Rabu, 02 September 2015 - 07:55 WIB
Obrolan Teras Sindo Tingkatkan Literasi Media
Obrolan Teras Sindo Tingkatkan Literasi Media
A A A
BANDUNG - Diskusi publik bisa jadi alternatif upaya meningkatkan literasi media masyarakat yang saat ini dinilai belum memuaskan.

Dengan masyarakat melek media, segala infor masi yang disajikan bisa ditangkap secara proporsional dan sangat dimungkinkan sesuai maksud dan tujuan penyajian nya. Demikian disampaikan Ketua Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) Bandung Adi Marsella dalam obrolan teras Sindo yang berlangsung di ha la man parkir kantor KORAN SINDO Jabar,Jalan Natuna Nomor 8A, Kota Ban dung, kemarin.

“Obrolan teras Sindo bisa meningkatkan literasi media kepada publik. Apa lagi dengan konvergensi yang ada saat ini,” ungkap Adi. Dia menilai, sajian literasi media bisa tersampaikan de ngan baik oleh jurnalis yang pro fesional dan beretika. Dengan catatan kantornya mem berikan kesejahteraan agar ti dak tergoda “tawaran” pe nyim pangan dari pihakpihak tertentu. “Tugas nya jurnalis harus inde penden, non partisan tidak memilih manapun. Tapi mereka harus disejahterakan kantornya agar ketika ada ‘tawaran’ selingkuh mereka tidak tergoda,” tegas dia.

Hadir dalam kesempatan tersebut sebagai pembicara Kepala Di nas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jabar Dudi Sud rajat, Ketua KPID Jabar Dedeh Fardiah, Pengamat Komuni kasi Asep Saeful Muhtadi. Obrolan teras Sindo edisi pertama mengangkat tema Me dia dan De mok rasi dan gelaran se rupa akan diselenggarakan se ming gu sekali di tempat yang sama.

Kepala Diskominfo Jabar Dudi Sudrajat memandang sebuah kemakmuran suatu wilayah akan terbangun oleh pentahelix yakni akademisi, bisnis, community, go ver ment, dan media. “Ada sedikit dari media ini yang menjadi pengganggu. Padahal kami sangat terbuka pada kritik santun. Karena jika gak ada kritik kita seperti tidak membuat kesalahan. Kritik ini sangat diperlukan yang penting tidak sam pai kontra produktif,” tutur Dudi.

Ketua KPID Jabar Dedeh Far diah menyampaikan selama ini media sudah berada di dua sisi baik publik maupun pe merintah. Namun begitu, ia meng kritisi berita yang diblow upbukan esensi isinya tapi malah kekerasan atau seksualitas nya. “Padahal kan sebetulnya ada informasi di dalamnya apa yang dibutuhkan masyarakat. Tapi seringkali jadi dilema ketika sebuah siaran lempenglempeng saja. Jadi serasa biasa. Pada batas inilah kami hadir agar informasi yang di sampaikan ke publik memang proporsional,” ungkap Dedeh.

Sementara itu, Pengamat Komunikasi Asep Saeful Muhtadi menyebutkan, medialiterasi untuk masyarakat harus te tap dikedepankan. Media ha rus diperankan sesuai fungsinya dengan benar. “Media Harus berada di antara dunia idealis dan komersial. Kritik sangat diperbolehkan karena me ru pakan bentuk partisipasi. Namun sayangnya tidak se mua memandang seperti,” kata Asep.

Dia memandang good news is good news bisa terealisasi mes kipun berita jelek tetap harus disajikan kepada publik agar terbangun kepedulian pada diri masyarakat. “Bagaimana masyarakat mau berpartisipasi kalau hanya ada berita baik tanpa berita jelek. Semuanya tergantung pada bagai mana seseorang mengonstruk si media,” pungkas dia.

Fauzan
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4465 seconds (0.1#10.140)