Bangunan Liar di Tanah Pemkab Subang Dibongkar Paksa
A
A
A
SUBANG - Puluhan bangunan liar (bangli) yang berdiri di lahan milik Pemkab Subang, di kawasan Kelurahan Sukamelang, dibongkar paksa petugas gabungan.
Penyidik PNS Satpol PP Kabupaten Subang Dadeng Supriatna mengatakan, jumlah keseluruhan bangli yang dibongkar mencapai 30 titik lebih, tersebar di tiga lokasi, yakni di sepanjang jalan Sukamelang, depan Lapas Subang dan kawasan Wisma Haji Subang.
"Sesuai data, jumlah bangli-nya 20-30 titik lebih, di sepanjang jalan Sukamelang saja ada 13 titik yang dibongkar," kata Dadeng.
Khusus pembongkaran bangunan di kawasan jalan Sukamelang, dilakukan dalam rangka pelebaran Jalan Kabupaten. "Kami targetkan pembongkaran tuntas hari ini," ucapnya.
Kepala Satpol PP Subang Asep Setia Permana mengaku, sudah memanggil para pemilik bangli sejak tahun 2014, agar segera mengosongkan bangunannya.
Surat teguran dari kelurahan, kecamatan, Dinas Bina Marga dan Satpol PP, juga sudah diberikan kepada para pemilik bangli.
"Tapi mereka gak menggubris. Pembongkaran yang kami lakukan merupakan tindak lanjut dari teguran-teguran itu," tutur Asep.
Terkait adanya beberapa bangli yang konon statusnya sewa, atau hasil membeli dari pihak tertentu, Asep menegaskan hal tersebut di luar kewenangannya.
"Yang jelas, kalaupun ada bangli yang sudah memiliki SPPT (surat pemberitahuan pajak terhutang,red), kami tegaskan SPPT itu gak berlaku, dan mereka pun gak punya kewenangan untuk jual beli," tegas Asep.
Seorang pemilik bangunan, Sri Ramini (54), warga Kecamatan Subang, mengaku pasrah, bangunan rumah yang ditinggalinya selama 16 tahun dibongkar paksa.
Meski demikian, dia menyayangkan pemerintah tidak memberikan ganti rugi atau mencarikan alternatif tempat tinggal baru bagi keluarganya.
"Sementara ini kami terpaksa pindah ke daerah Cinangsi Cibogo. Kebetulan disana ada seseorang yang menawari kami lahan kosong untuk tempat tinggal sementara," keluhnya sedih.
Selanjutnya, dia menyebut, bangunan yang ditinggalinya selama belasan tahun itu, terdiri dari dua unit, yang masing-masing dibelinya dari seorang warga bernama Tarmin, seharga Rp40 juta dan Rp20 juta. Karena pembeliannya resmi, setiap tahun dirinya rutin membayar pajak sebesar Rp170.000.
"Bangunan ini ada kikitir-nya (SPPT atau warkatnya,red), makanya tiap tahun saya rutin bayar pajak. Nyesel juga kalau sampai dibongkar," pungkas Ramini.
Penyidik PNS Satpol PP Kabupaten Subang Dadeng Supriatna mengatakan, jumlah keseluruhan bangli yang dibongkar mencapai 30 titik lebih, tersebar di tiga lokasi, yakni di sepanjang jalan Sukamelang, depan Lapas Subang dan kawasan Wisma Haji Subang.
"Sesuai data, jumlah bangli-nya 20-30 titik lebih, di sepanjang jalan Sukamelang saja ada 13 titik yang dibongkar," kata Dadeng.
Khusus pembongkaran bangunan di kawasan jalan Sukamelang, dilakukan dalam rangka pelebaran Jalan Kabupaten. "Kami targetkan pembongkaran tuntas hari ini," ucapnya.
Kepala Satpol PP Subang Asep Setia Permana mengaku, sudah memanggil para pemilik bangli sejak tahun 2014, agar segera mengosongkan bangunannya.
Surat teguran dari kelurahan, kecamatan, Dinas Bina Marga dan Satpol PP, juga sudah diberikan kepada para pemilik bangli.
"Tapi mereka gak menggubris. Pembongkaran yang kami lakukan merupakan tindak lanjut dari teguran-teguran itu," tutur Asep.
Terkait adanya beberapa bangli yang konon statusnya sewa, atau hasil membeli dari pihak tertentu, Asep menegaskan hal tersebut di luar kewenangannya.
"Yang jelas, kalaupun ada bangli yang sudah memiliki SPPT (surat pemberitahuan pajak terhutang,red), kami tegaskan SPPT itu gak berlaku, dan mereka pun gak punya kewenangan untuk jual beli," tegas Asep.
Seorang pemilik bangunan, Sri Ramini (54), warga Kecamatan Subang, mengaku pasrah, bangunan rumah yang ditinggalinya selama 16 tahun dibongkar paksa.
Meski demikian, dia menyayangkan pemerintah tidak memberikan ganti rugi atau mencarikan alternatif tempat tinggal baru bagi keluarganya.
"Sementara ini kami terpaksa pindah ke daerah Cinangsi Cibogo. Kebetulan disana ada seseorang yang menawari kami lahan kosong untuk tempat tinggal sementara," keluhnya sedih.
Selanjutnya, dia menyebut, bangunan yang ditinggalinya selama belasan tahun itu, terdiri dari dua unit, yang masing-masing dibelinya dari seorang warga bernama Tarmin, seharga Rp40 juta dan Rp20 juta. Karena pembeliannya resmi, setiap tahun dirinya rutin membayar pajak sebesar Rp170.000.
"Bangunan ini ada kikitir-nya (SPPT atau warkatnya,red), makanya tiap tahun saya rutin bayar pajak. Nyesel juga kalau sampai dibongkar," pungkas Ramini.
(nag)