Juru Parkir Tak Pernah Beri Karcis
A
A
A
MEDAN – Warga resah dengan ulah juru parkir yang tidak pernah memberikan karcis kepada pemilik kendaraan jika tidak diminta saat membayar. Ironisnya, karcis yang diberikan sering tidak jelas karena tidak mencantumkan kelas jalan yang digunakan parkir.
Tidak transparannya pengelolaan parkir yang dilakukan sejumlah jukir di Kota Medan sudah cukup mengganggu. Sejumlah warga meminta agar praktik seperti itu ditertibkan petugas yang berwenang. “Tiba-tiba diminta Rp2.000 untuk sepeda motor.
Padahal kita enggak pernah tahu itu parkir di kelas apa karena karcisnya enggak pernah dikasih kalau enggak diminta. Selain itu enggak ada nama jalan di karcisnya,” kata Heru, 33, warga Pulo Brayan Darat II, Kecamatan Medan Timur, kepada KORAN SINDO MEDAN, kemarin.
Anehnya lagi, lanjut Heru, saat karcis parkir diminta, jukir yang sering tidak memakai seragam oranye itu malah memberikan karcis mobil ke pengendara sepeda motor. Mereka dengan seenaknya memberikan alasan karcis sudah habis. Terkadang ada juga yang memberikan karcis dua lembar yang tertera di dalamnya tarif Rp1.000. “Jadi biar tetap dikutip Rp2.000, dikasih dua lembar karcis tarif Rp1.000 atau karcis mobil biar dia (jukir) tetap bisa mengutip Rp2.000 untuk sepeda motor,” kata karyawan showroomsepeda motor itu.
Menurut Heru, hal itu terjadi hampir di semua lokasi parkir tepi jalan. Seolah-olah para jukir ini berupaya karcisnya tidak pernah habis agar kutipan tetap lancar. Selain itu ada oknum juru parkir yang ingin mengelabui masyarakat dengan tarif yang tidak pernah jelas. Dia meminta pihak berwenang seperti Dinas Perhubungan (Dishub) segera melakukan penertiban. Jika perlu meminta ke masyarakat agar tidak membayar parkir jika karcis tidak diberikan atau karcisnya tidak spesifik memuat nama jalan dan kawasan yang dikutip.
Sebab, nama jalan di setiap karcis penting untuk memastikan apakah benar kawasan tersebut masuk dalam kategori kelas satu atau kelas dua. Iqbal, 34, warga Jalan Sei Putih, Medan Baru, mengatakan, terkadang masyarakat punya kecenderungan memaklumi jika retribusi parkir dikutip lebih besar dari yang seharusnya. Sebab, mereka memilih untuk tidak cari masalah dengan para juru parkir yang umumnya adalah pemuda setempat hanya karena selisih Rp1.000.
Sikap memaklumi tersebut jadi biasa di lapangan, sehingga para jukir memilih tidak memberikan karcis retribusinya biar bisa mengejar target setoran. Namun, kondisinya saat ini sudah berbeda. Kondisi perekonomian masyarakat sedang kacau, daya beli semakin lemah, sehingga selisih uang Rp1.000 kini jadi terasa berharga. Sebab, jika sehari mobilitas warga bisa parkir di lima tempat, untuk mobil harus menyiapkan Rp15.000 dan sepeda motor Rp10.000 per hari. Sebab, umumnya jukir menyamaratakan retribusi parkir untuk kelas satu. “Tentu ini sudah sangat meresahkan.
Apalagi jika harus berhadapan dengan jukir yang sikapnya seperti preman yang mau ngompas. Saat kita mencari parkiran dia cuek saja entah di mana. Tapi pas kita mau pergi tiba-tiba datang minta uang,” ujarnya. Pemko Medan harus punya terobosan dalam menertibkan retribusi parkir. Seperti menerapkan parkir meteran otomatis menggunakan koin atau memberikan sosialisasi dan penegasan ke warga untuk tidak membayar parkir jika karcis tidak diberikan dan di dalam karcis harus memuat jelas informasi nama jalan serta menuliskan nomor pelat kendaraan.
m rinaldi khair
Tidak transparannya pengelolaan parkir yang dilakukan sejumlah jukir di Kota Medan sudah cukup mengganggu. Sejumlah warga meminta agar praktik seperti itu ditertibkan petugas yang berwenang. “Tiba-tiba diminta Rp2.000 untuk sepeda motor.
Padahal kita enggak pernah tahu itu parkir di kelas apa karena karcisnya enggak pernah dikasih kalau enggak diminta. Selain itu enggak ada nama jalan di karcisnya,” kata Heru, 33, warga Pulo Brayan Darat II, Kecamatan Medan Timur, kepada KORAN SINDO MEDAN, kemarin.
Anehnya lagi, lanjut Heru, saat karcis parkir diminta, jukir yang sering tidak memakai seragam oranye itu malah memberikan karcis mobil ke pengendara sepeda motor. Mereka dengan seenaknya memberikan alasan karcis sudah habis. Terkadang ada juga yang memberikan karcis dua lembar yang tertera di dalamnya tarif Rp1.000. “Jadi biar tetap dikutip Rp2.000, dikasih dua lembar karcis tarif Rp1.000 atau karcis mobil biar dia (jukir) tetap bisa mengutip Rp2.000 untuk sepeda motor,” kata karyawan showroomsepeda motor itu.
Menurut Heru, hal itu terjadi hampir di semua lokasi parkir tepi jalan. Seolah-olah para jukir ini berupaya karcisnya tidak pernah habis agar kutipan tetap lancar. Selain itu ada oknum juru parkir yang ingin mengelabui masyarakat dengan tarif yang tidak pernah jelas. Dia meminta pihak berwenang seperti Dinas Perhubungan (Dishub) segera melakukan penertiban. Jika perlu meminta ke masyarakat agar tidak membayar parkir jika karcis tidak diberikan atau karcisnya tidak spesifik memuat nama jalan dan kawasan yang dikutip.
Sebab, nama jalan di setiap karcis penting untuk memastikan apakah benar kawasan tersebut masuk dalam kategori kelas satu atau kelas dua. Iqbal, 34, warga Jalan Sei Putih, Medan Baru, mengatakan, terkadang masyarakat punya kecenderungan memaklumi jika retribusi parkir dikutip lebih besar dari yang seharusnya. Sebab, mereka memilih untuk tidak cari masalah dengan para juru parkir yang umumnya adalah pemuda setempat hanya karena selisih Rp1.000.
Sikap memaklumi tersebut jadi biasa di lapangan, sehingga para jukir memilih tidak memberikan karcis retribusinya biar bisa mengejar target setoran. Namun, kondisinya saat ini sudah berbeda. Kondisi perekonomian masyarakat sedang kacau, daya beli semakin lemah, sehingga selisih uang Rp1.000 kini jadi terasa berharga. Sebab, jika sehari mobilitas warga bisa parkir di lima tempat, untuk mobil harus menyiapkan Rp15.000 dan sepeda motor Rp10.000 per hari. Sebab, umumnya jukir menyamaratakan retribusi parkir untuk kelas satu. “Tentu ini sudah sangat meresahkan.
Apalagi jika harus berhadapan dengan jukir yang sikapnya seperti preman yang mau ngompas. Saat kita mencari parkiran dia cuek saja entah di mana. Tapi pas kita mau pergi tiba-tiba datang minta uang,” ujarnya. Pemko Medan harus punya terobosan dalam menertibkan retribusi parkir. Seperti menerapkan parkir meteran otomatis menggunakan koin atau memberikan sosialisasi dan penegasan ke warga untuk tidak membayar parkir jika karcis tidak diberikan dan di dalam karcis harus memuat jelas informasi nama jalan serta menuliskan nomor pelat kendaraan.
m rinaldi khair
(bhr)