Inilah Kita, Bukan Inilah Kami
A
A
A
DUA belas orang perwakilan Sumsel mengikuti tujuh kategori lomba pada Pekan Bahasa Regional Sumatera di Medan, Sumut 24 – 28 Agustus 2015. Mereka adalah pemenang di wilayah Sumsel pada ajang Pekan Bahasa beberapa bulan lalu.
Lomba-lomba yang diikuti antara lain pidato Bahasa Indonesia untuk siswa SMA yang diwakili Muhammad Nata Persada dari SMAN 6 Palembang, lomba cerdas cermat tingkat siswa SMA oleh tiga siswa SMAN Sumsel, lomba peragaan fragmen oleh Duta Bahasa Sumsel, lomba mengajar untuk guru oleh Apriana Surya, pewara protokoler untuk pegawai oleh Tuti Purnamasari, lomba debat bahasa oleh tiga mahasiswa Unsri, serta lomba menulis esai untuk wartawan.
Meski masing-masing kontingen harus mempersiapkan diri dalam lomba sesuai jadwal, sikap setia kawan dan kekompakan tampak terlihat dari dukungan di setiap lomba perharinya. Terutama untuk lomba debat dan cerdas cermat yang butuh dukungan dari sisi penonton. “Memang harus bahu membahu layaknya keluarga,” kata Ketua Pendamping dari Balai Bahasa Sumsel Basuki Sarwoedi. Pekan Bahasa digagas para Kepala Balai dan Kantor Bahasa se-Sumatera yang dimulai pada 2014 lalu.
Dengan dasar anugerah keberagaman etnis Sumatera yang tetap identik dengan melayu. Namun, kemelayuan ini bukan lagi tentang identitas golongan tertentu, melainkan identitas bersama. Hakikatnya, Pekan Bahasa Wilayah Sumatera Tahun 2015 ini dilaksanakan sebagai upaya apresiasi dan sikap positif masyarakat terhadap bahasa dan sastra Indonesia tetap terjaga. Hal ini ditegaskan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa RI Prof Dr Mahsun pada pembukaan Pekan Bahasa Sumatera 2015 di Hotel Inna Dharma Deli, Medan.
Menurutnya, kegiatan ini bukan untuk mendapatkan pemenang, sebab semua sudah jadi pemenang. Tapi, Pekan Bahasa dirancang untuk dimanfaatkan sebagai sarana tukar pendapat, melibatkan secara langsung masyarakat dalam berbagi pengalaman antar balai atau kantor bahasa di Sumatera. Senada, diungkapkan Kepala Balai Bahasa Sumatera Utara Dr Teuku Syarfina.
Dia menjelaskan, kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan program pengembangan, pembinaan, dan pembinaan bahasa dan sastra Indonesia. Adapun tema ‘Inilah Kita, Bukan Inilah Kami’ yang diusung untuk menyesuaikan kondisi Sumut yang kondusif, melalui konsep kebersamaan dari istilah kata ‘kita’. “Provinsi Sumut khususnya Kota Medan, dihuni berbagai suku, tetapi relatif aman. Karena bahasan menggunakan konsep ‘kita’, jadi seolah perbedaan itu tidak ada,” ujarnya.
Disebutkannya dalam pembicaraan masyarakat berbeda budaya mengistilahkan suku lain dengan menyertakan kata ‘kita’. Dicontohkannya seperti warga suku Batak menyebutkan waga bersuku Jawa dengan istilah ‘orang kita Jawa’. Begitu juga dengan warga lain yang menyebutkan suku orang lain. “Orang Mandailing sudah biasa menyebut jawa dengan ‘orang kita jawa’. Begitu juga sebaliknya,” katanya.
Kegiatan ini juga diisi dengan seminar Nasional Kebahasaan dan Kesastraan Dalam Konteks Kewilayahan, dan berbagai lomba yang diikuti provinsi se-Sumatera seperti Aceh, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Selatan dan Sumut selaku tuan rumah. Ketua Panitia Hasan Al Bana menyebutkan, kegiatan tersebut adalah tahun kedua, yang sebelumnya di Tanjung Pinang.
Penyelenggaraan ini untuk memberi jembatan kepada masyarakat bahwa bahasa Indonesia harus dijaga. Sebab bahasa merupakan salah satu dari jati diri bangsa. Sedangakan bahasa Indonesia yang diambil dari bahasa Melayu, menurutnya karena seluruh wilayah pesisir di Indonesia termasuk di Sumatera merupakan ras kemelayuan. Meskipun begitu, konsep persatuan dengan tema ‘inilah kita’ menjadi konsep pemersatu.
Kegiatan dibuka oleh perwakilan dari Pemprov Sumut mewakili Plt Gubernur Sumut yakni Asisten III OK Zulkarnain. Serta dihadiri sejumlah Kepala Balai Bahasa Provinsi se-Sumut serta Kepala Badan Bahasa Prof Dr Mahsun.
Yulia savitri
Lomba-lomba yang diikuti antara lain pidato Bahasa Indonesia untuk siswa SMA yang diwakili Muhammad Nata Persada dari SMAN 6 Palembang, lomba cerdas cermat tingkat siswa SMA oleh tiga siswa SMAN Sumsel, lomba peragaan fragmen oleh Duta Bahasa Sumsel, lomba mengajar untuk guru oleh Apriana Surya, pewara protokoler untuk pegawai oleh Tuti Purnamasari, lomba debat bahasa oleh tiga mahasiswa Unsri, serta lomba menulis esai untuk wartawan.
Meski masing-masing kontingen harus mempersiapkan diri dalam lomba sesuai jadwal, sikap setia kawan dan kekompakan tampak terlihat dari dukungan di setiap lomba perharinya. Terutama untuk lomba debat dan cerdas cermat yang butuh dukungan dari sisi penonton. “Memang harus bahu membahu layaknya keluarga,” kata Ketua Pendamping dari Balai Bahasa Sumsel Basuki Sarwoedi. Pekan Bahasa digagas para Kepala Balai dan Kantor Bahasa se-Sumatera yang dimulai pada 2014 lalu.
Dengan dasar anugerah keberagaman etnis Sumatera yang tetap identik dengan melayu. Namun, kemelayuan ini bukan lagi tentang identitas golongan tertentu, melainkan identitas bersama. Hakikatnya, Pekan Bahasa Wilayah Sumatera Tahun 2015 ini dilaksanakan sebagai upaya apresiasi dan sikap positif masyarakat terhadap bahasa dan sastra Indonesia tetap terjaga. Hal ini ditegaskan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa RI Prof Dr Mahsun pada pembukaan Pekan Bahasa Sumatera 2015 di Hotel Inna Dharma Deli, Medan.
Menurutnya, kegiatan ini bukan untuk mendapatkan pemenang, sebab semua sudah jadi pemenang. Tapi, Pekan Bahasa dirancang untuk dimanfaatkan sebagai sarana tukar pendapat, melibatkan secara langsung masyarakat dalam berbagi pengalaman antar balai atau kantor bahasa di Sumatera. Senada, diungkapkan Kepala Balai Bahasa Sumatera Utara Dr Teuku Syarfina.
Dia menjelaskan, kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan program pengembangan, pembinaan, dan pembinaan bahasa dan sastra Indonesia. Adapun tema ‘Inilah Kita, Bukan Inilah Kami’ yang diusung untuk menyesuaikan kondisi Sumut yang kondusif, melalui konsep kebersamaan dari istilah kata ‘kita’. “Provinsi Sumut khususnya Kota Medan, dihuni berbagai suku, tetapi relatif aman. Karena bahasan menggunakan konsep ‘kita’, jadi seolah perbedaan itu tidak ada,” ujarnya.
Disebutkannya dalam pembicaraan masyarakat berbeda budaya mengistilahkan suku lain dengan menyertakan kata ‘kita’. Dicontohkannya seperti warga suku Batak menyebutkan waga bersuku Jawa dengan istilah ‘orang kita Jawa’. Begitu juga dengan warga lain yang menyebutkan suku orang lain. “Orang Mandailing sudah biasa menyebut jawa dengan ‘orang kita jawa’. Begitu juga sebaliknya,” katanya.
Kegiatan ini juga diisi dengan seminar Nasional Kebahasaan dan Kesastraan Dalam Konteks Kewilayahan, dan berbagai lomba yang diikuti provinsi se-Sumatera seperti Aceh, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Selatan dan Sumut selaku tuan rumah. Ketua Panitia Hasan Al Bana menyebutkan, kegiatan tersebut adalah tahun kedua, yang sebelumnya di Tanjung Pinang.
Penyelenggaraan ini untuk memberi jembatan kepada masyarakat bahwa bahasa Indonesia harus dijaga. Sebab bahasa merupakan salah satu dari jati diri bangsa. Sedangakan bahasa Indonesia yang diambil dari bahasa Melayu, menurutnya karena seluruh wilayah pesisir di Indonesia termasuk di Sumatera merupakan ras kemelayuan. Meskipun begitu, konsep persatuan dengan tema ‘inilah kita’ menjadi konsep pemersatu.
Kegiatan dibuka oleh perwakilan dari Pemprov Sumut mewakili Plt Gubernur Sumut yakni Asisten III OK Zulkarnain. Serta dihadiri sejumlah Kepala Balai Bahasa Provinsi se-Sumut serta Kepala Badan Bahasa Prof Dr Mahsun.
Yulia savitri
(ars)