DPRD Sumut Memalukan

Minggu, 16 Agustus 2015 - 11:31 WIB
DPRD Sumut Memalukan
DPRD Sumut Memalukan
A A A
MEDAN - Penggeledahan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di gedung DPRD Sumut dalam konteks hukum bisa menjadi hal biasa. Namun jika dilihat dari konteks politik, sosiologis dan psikologis tentu hal itu menjadi sesuatu yang memalukan dan mencoreng wajah lembaga.

Hal itu dikatakan anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan. Bahkan dia menyebut, penggeledahan itu dapat mengakibatkan penilaian publik terhadap Dewan menjadi negatif. Persepsi publik akan menyamaratakan semua yang ada di Dewan tersebut adalah buruk. Sutrisno Pangaribuan menyatakan hal ini terkait aksi KPK di gedung DPRD Sumut dan membawa dokumen interpelasi pada Kamis (13/8).

Sutrisno menyebut, jika ditanya apakah ada kejanggalan terhadap pengambilan keputusan di Dewan terutama terkait hak interpelasi, menurutnya tentu ada. Karena KPK tidak akan sembarangan menyita dokumen yang mereka temukan. Apalagi sudah tiga kali interpelasi DPRD berhasil diredam.Jadi, patut diduga ada kaitan dengan praktik suap.

“Logikanya jika ada yang sudah berani menyuap hakim PTUN, tentu punya keberanian pula menyuap oknum di DPRD Sumut,” tandasnya. Untuk itu langkah KPK perlu diapresiasi dalam upaya bersihbersih lingkungan DPRD Sumut. Tidak perlu alergi atau resah jika memang bersih.

KPK lembaga yang professional dan hanya akan memeriksa dan menyeret oknum yang diduga sebagai sumber maupun pihak yang ikut menikmati suap. Secara pribadi Sutrisno mengaku siap dimintai keterangan oleh KPK. Sebab dirinya adalah salah satu yang ikut mengusung hak interpelasi dari awal hingga tahap akhir meskipun sikap partainya PDI Perjuangan tidak mendukung interpelasi.

Perubahan sikap sejumlah anggota DPRD Sumut yang awalnya menggagas usulan interpelasi tetapi kemudian menolaknya dapat dijadikan pintu masuk oleh KPK. Karena ada indikasi pihak eksternal yang ikut mempengaruhi perubahan sikap tersebut. Disinggung mengenai kaitan interpelasi dengan kasus suap Hakim PTUN Medan, Sutrisno melihat ada benang merah yang kuat.

Karena interpelasi muncul akibat permasalahan pengelolaan keuangan Pemprov Sumut yang buruk. Semuanya akan bermuara pada kasus bantuan sosial (bansos), bantuan daerah bawahan(BDB) dandanabagi hasilpajakdanbantuanoperasional sekolah (BOS). Karena itu ada kepentingan dari pihak tertentu yang tidak menginginkan agar interpelasi berlanjut.

Sama halnya dengan kasus suap hakim PTUN Medan. Sekedar diketahui KPK berencana akan memanggil DPRD Sumut untuk mengonfirmasi dokumen yang sudah disita saat penggeledahan. “Nanti (anggota DPRD Sumut) akan dikonfirmasi barang bukti yang disita dari penyidik,” kata Pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi di Jakarta pada, Jumat (14/8) Menanggapi rencana KPK itu, Ketua DPRD Sumut Ajib Shah mempersilahkan.

Namun dia menganggap tidak ada yang janggal dengan seluruh proses kebijakan yang telah mereka keluarkan, termasuk terkait pengajuan hak interpelasi yang akhirnya kandas. Karena itu mereka merasa siap untuk dimintai keterangan oleh KPK terkait beberapa dokumen yang telah disita.

“Saya kira kami semua siap untuk memberikan keterangan,” kata Ajib Shah kepada KORAN SINDO MEDAN , Sabtu (15/8). Ajib menegaskan jika memang KPK membutuhkan keterangan dari Dewan, tidak ada alasan bagi mereka untuk menolaknya. Semua proses hukum yang saat ini sedang berlangsung patut untuk didukung.

“Kalau memang ada yang akan dipanggil, kita semua siap dan mendukung proses hukum yang sedang berlangsung,” ujarnya. Persoalan ada atau tidaknya kaitan penggeledahan KPK di DPRD Sumut dengan kasus suap Hakim PTUN Medan yang sedang diproses menurutnya bukan kapasitas mereka memberikan penilaian. DPRD Sumut mempersilahkan KPK bekerja secara professional.

”Ada atau tidak kaitannya kita kan nggak tau prosesnya bagaimana,” sebut Ajib yang juga Ketua DPD Partai Golkar Sumut itu. Disinggung terkait dokumen interpelasi yang ikut disita KPK, Ajib menilai tidak ada yang janggal dalam prosesnya. Tidak ada upaya melarang, menahan atau pun mengharamkan diloloskannya interpelasi saat itu. Namun jika masih ada pihak yang merasa curiga dan keberatan dengan proses yang sudah berlangsung, menurutnya silakan dibuktikan.

Penasehat Fraksi Partai Gerindra DPRD Sumut Ramses Simbolon mengatakan, KPK merupakan lembaga yang professional yang sangat dipercaya publik dalam menjalankan proses hukum yang sedang berjalan. DPRD Sumut menurutnya tidak terlalu khawatir apalagi sampai harus berasumsi macam-macam.

“Kita percayakan saja prosesnya. Saya kira nggak usah dulu kita berasumsi terlalu jauh,” kata Ketua Badan Kehormatan DPRD Sumut itu. Terkait interpelasi menurutnya itu masih asumsi, sebab sejauh ini masih belum diketahui apakah dokumen yang disita interpelasi pada periode sebelumnya atau yang terakhir dibahas di Dewan.

Jika dikaitkan dengan interpelasi beberapa bulan lalu, menurutya justru tidak ada yang aneh dan janggal dalam prosesnya. Ramses mengatakan hak setiap anggota Dewan dalam mengajukan interpelasi. Begitu pula dengan kebijakan fraksi dalam menanggapinya. Seperti diketahui wacana interpelasi bergulirsejak awal tahun 2015 dimana Fraksi Gerindra, Hanura, Demokrat, Nasdem dan Fraksi Persatuan Kebangkitan Bangsa (PKB) menjadi pengusung utama.

Bahkan 12 anggota Dewan dari Fraksi Partai Gerindra sudah menandatangani persetujuannya di atas materai. Namun menjelang diparipurnakan, tiba-tiba muncul instruksi DPD Partai Gerindra Sumut yang meminta agar fraksi menolak dukungan sehingga usulan interpelasi pada 20 April lalu kandas.

M rinaldi khair
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1038 seconds (0.1#10.140)