Muhammadiyah Tak Berafiliasi ke Parpol

Rabu, 12 Agustus 2015 - 09:06 WIB
Muhammadiyah Tak Berafiliasi ke Parpol
Muhammadiyah Tak Berafiliasi ke Parpol
A A A
Haedar Nashir mengambil alih tampuk kepemimpinan Muhammadiyah periode 2015-2020 setelah terpilih di muktamar ke- 47 di Makassar baru-baru ini.

Berbagai program siap dijalankan untuk makin memajukan organisasi Islam yang lahir pada 1912 ini. Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini juga memaparkan sejumlah agenda kebangsaan dan keumatan yang akan dia jalankan selama lima tahun ke depan. Berikut ini petikan wawancara Haedar Nashir yang dilakukan di kediamannya di Kota Yogyakarta kemarin.

Apa program prioritas Anda untuk dijalankan?

Prioritas pertama adalah melakukan dinamisasi atas seluruh elemen dalam tubuh organisasi yang kita sebut jaringan gerakan, amal usaha, layanan sosial serta pendidikan. Muhammadiyah itu sudah berbuat cukup besar untuk umat dan negara ini sehingga sebagai representasi diri umat Islam di Indonesia, kami ingin bergerak luas dan diterima oleh semua kalangan. Prioritas kedua adalah menyangkut aspek pengembangan 20 program. Peningkatan dan perluasan gerakan ekonomi Muhammadiyah menjadi titik tumpu yang ingin terus kami capai.

Dulu sejarahnya, Muhammadiyah mempunyai budaya wirausaha, baik itu usaha batik dan beberapa usaha lain. Intinya, kalau ekonomi kami (warga Muhammadiyah) lemah, kami tidak akan bisa berbuat banyak pula untuk bangsa ini. Muhammadiyah punya modal kuat dalam hal amal usaha, jaringan serta sumber daya manusia (SDM).

Tiga faktor inilah yang kami jadikan kekuatan dalam rangka perluasan dan penguatan ekonomi Muhammadiyah. Bersama Aisyiyah dan organisasi intern kami lainnya selalu berusaha keras mendongkrak ekonomi kerakyatan.

Isu-isu strategis yang perlu mendapat perhatian serius oleh pemerintah, termasuk ormas saat ini?

Masalah keumatan, pemerintah RI saya rasa perlu responsif terhadap masalah rakyat. Perlu dibangun budaya saling bekerja sama dan toleran. Pemerintah juga harus cepat memediasi konflik di masyarakat. Muhammadiyah sudah melakukan peran ini, misalnya langsung menerjunkan tim dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Papua terkait konflik agama di Tolikara.

Sedangkan dalam hal kebangsaan, pemerintah harus mampu memilih pejabat yang tidak berpotensi korup. Sebab, pejabat korup tidak bisa menegakkan hukum. Perlu mempertahankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga extraordinary dengan cara memperkuatnya, sebab banyak pihak yang tidak suka dengan KPK, meski KPK juga perlu memperbaiki diri dalam hal manajemen internal.

Dalam konteks global, RI harus cermat sebagai bagian lalu lintas kepentingan internasional. Penyelamatan negara dengan segala kaitannya adalah keniscayaan. Kebijakan domestik untuk menyelamatkan bangsa harus digaungkan. Platform Trisakti dan Revolusi Mental tolong untuk selalu diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa. Negara harus jelas arahnya dan Pancasila sebagai kerangka nilainya.

Muhammadiyah berpartner dengan pemerintah melakukan panduan moral agama sebagai perubahan sumber nilai kemajuan. Memandu moral agama ini salah satunya kita wujudkan dengan jihad konstitusi, seperti judivial review atas sejumlah undang-undang yang kami nilai merugikan rakyat.

Muhammadiyah berkontribusi besar di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Bagaimana memperkuat itu?

Kami akan memperkuat basis konsep pemikiran dan nilai. Lembaga pendidikan Muhammadiyah akan diperkuat kualitasnya. Agama dan iptek harus cocok dengan perkembangan zaman.

Basis kepemimpinan di lembaga Muhammadiyah juga kita tingkatkan, seperti pimpinan universitas Muhammadiyah dan kepala-kepala sekolah Muhammadiyah menjadi organisasi kependidikan yang simpel dan profesional. Jaringan amal usaha kami yang relatif lemah, kami hubungkan dengan amal usaha yang kuat dengan asas saling menguntungkan. Pengembangan sumber daya manusia kami perhitungkan untuk jangka waktu ratusan tahun ke depan, buka hanya jangka pendek sesaat.

Juga pengembangan pelayanan publik sosial dan masyarakat, kita tingkatkan baik sarana pendidikan maupun rumah sakit. Sementara di sektor nonamal usaha, kita perkuat basis jamaah. Masjid-masjid jadi pusat kegiatan, buka hanya pusat ibadah semata. Ini semua menjadi pilar menuju masyarakat madani.

Apa tantangan terbesar Anda memimpin di tengah dinamika kebangsaan dan keumatan?

Tantangan terberatnya adalah memandu moral bangsa ketika perubahan sosial begitu dahsyat seperti saat ini. Banyak perilaku egois yang muncul dari deviasi (penyimpangan) perilaku. Contohnya adalah korupsi. Justru sekarang ini yang tidak korupsi dianggap aneh dan terasing. Ini yang menjadi tantangan Muhammadiyah untuk mengubah budaya buruk semacam ini. Ada lagi pengaruh media sosial, virtual community society . Jadi sekarang semua bisa bebas apa saja.

Fenomena ini bertentangan dengan ajaran Islam agar umat saling menjaga lisannya. Sekarang ini justru banyak yang mengumbar lisan, istilahnya berkicau di media sosial. Dalam menghadapi perilaku kehidupan yang menyimpang ini dibutuhkan kesungguhan dan keteladanan. Mengajak cerah pikiran di tengah kemarau keteladanan.

Muhammadiyah mengukuhkan Indonesia sebagai Darul Ahdi wa Syahadah, negara kesepakatan dan kesaksian. Hubungannya dengan ideologi Pancasila?

Kami ini sudah menerima Pancasila sebagai dasar negara. Namun, ada saja masyarakat kita yang tidak sabar dengan kondisi yang terjadi pascakemerdekaan RI, sehingga muncul gejala-gejala separatisme.

Muhammadiyah ingin mengembalikan negara ini pada kesepakatan awal bersama para pendiri bangsa. Istilahnya, dengan Darul Ahdi, Muhammadiyah ingin mengikat kembali NKRI sesuai kesepakatan pendiri bangsa dahulu. Kemudian konteks syahadah adalah di dalam NKRI ini kita harus mau dan berani membenahi diri kita sendiri agar makin sempurna.

Bila perlu, kita amputasi halhal yang tidak pas dan merusak cita-cita bangsa. Tugas kita adalah mengisi kemerdekaan dalam konteks Islam menuju Baldatun Toyyibatun wa Robbun Ghofur . Pancasila sejalan dengan agama Islam. Tugas kita dan pemerintah adalah mentransformasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa, tidak hanya slogan semata.

Tantangan Indonesia adalah bagaimana memelihara toleransi. Seperti apa peran Muhammadiyah?

Muhammadiyah terus berusaha membangun hubungan kolektif dengan kelompok lintas agama, juga turut memecahkan konflik yang terjadi. Seperti konflik agama di Tolikara, semua elemen agama harus turut menyelesaikan itu. Kita juga harus sering menggelar forum dialog terbatas dengan tokoh masing-masing agama atau tokoh aliran agama. Juga kita mendorong pemimpin agama agar dapat mengendalikan amarah atau emosi massanya.

Di muktamar ditetapkan model dakwah pencerahan berbasis komunitas. Ini revitalisasi gerakan dakwah?

Sebenarnya ini adalah penyegaran dari yang kita sebut dulu sebagai gerakan jamaah. Seiring perubahan masyarakat yang sangat beragam, saat ini banyak bermunculan kelompok afiliasi baru. Muhammadiyah ingin masuk ke segmen-segmen sosial baru itu, sebagai bentuk reaktualisasi dari gerakan jamaah yang dulu kita punyai. Kita juga masuk ke dalam kelompok komunitas nonafiliatif dengan cara yang lebih cair. Seperti menerjunkan korps mubalig Muhammadiyah yang kita perluas perannya sebagai komunitas dakwah pencerahan.

Bagaimana Muhammadiyah memandang pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, terutama di tahun pertama?

Pemerintah saat ini saya lihat sudah ada political will , ada semangat baru membangun kedaulatan, pro rakyat dan mendorong kemandirian rakyat. Itu semua harus diimplementasikan dalam kebijakan strategis. Memberantas mafia hukum dan kejahatan lainnya butuh konsistensi. Patokannya, pemerintah dipilih rakyat. Jadi harus pandai-pandai melakukan manajemen konflik atas semua kepentingan. Pemerintah jangan larut dalam kepentingan politik, karena hanya akan terjebak dalam kegaduhan serta menguras energi saja.

Soal independensi Muhammadiyah dengan partai politik?

Sesuai amanat Muktamar Ujungpandang tahun 1971 dan Denpasar 2002, Muhammadiyah kembali ke khitahnya untuk tidak berafiliasi ke politik mana pun. Muhammadiyah membolehkan warganya aktif dalam aktivitas politik, asal tidak menduduki jabatan tertentu di kepengurusan persyarikatan Muhammadiyah. Semua itu diatur agar bisa optimal dalam mengurus politik. Muhammadiyah berkomunikasi politik dengan partai manapun. Kalaupun ada kedekatan dengan parpol tertentu, sejatinya itu adalah personal, bukan organisasi.

Era pasar bebas ASEAN sebentar lagi, bagaimana memperkuat daya saing umat Islam?

Perkuat pendidikan dan usaha ekonomi. Muhammadiyah akan mendorong keduanya. Selain itu, juga akan memperkuat basis moral umat agar masyarakat tidak tercerabut dari akar budaya. Nilai kebersamaan dan gotong royong akan terus kita perjuangkan agar menjadi budaya bangsa ini.

Istri Anda juga ketua umum Aisyiyah, apakah ada kendala atau justru nilai plus memajukan organisasi?

Ini justru menjadi kekuatan untuk maju. Kami saling mendorong untuk maju. Aisyiyah punya kekuatan ke bawah luar biasa. Kemampuan bergeraknya lebih detail. Kita akan tumbuh secara alamiah, tidak akan ada kolusi, apalagi nepotisme. Bahkan, saya rasa komunikasi kami dan dua organisasi ini akan lebih intensif dan demokratis.

Muh fauzi
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7398 seconds (0.1#10.140)