Klaim BPJS Yogya Jebol
A
A
A
BANTUL - Tagihan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) jebol akibat jumlah klaim lebih besar dibanding dengan premi yang dibayarkan oleh masyarakat pengguna Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Meski subsidi silang antar anggota JKN, namun ternyata di Bantul dan DIY, besaran premi tak mencukupi klaim yang dicairkan.
Kepala BPJS Bantul, Sutardji mengungkapkan, hampir sama dengan keadaan di kabupaten/kota lainnya, pengumpulan premi BPJS dari masyarakat di wilayahnya tak sebanding dengan klaim yang harus dicairkan guna menutupi biaya pengobatan dari anggota.
"Beberapa faktor memang menjadi penyebab minimnya premi yang diterima. Banyak hal, terutama dari perilaku anggota masyarakat,” ujarnya, kepada wartawan, Minggu (9/8/2015).
Sutardji mengatakan, salah satu penyebabnya adalah banyak anggota BPJS Mandiri yang menunggak pembayaran. Mereka membayar di awal menjadi anggota atau ketika butuh BPJS untuk menutup biaya pengobatannya di rumah sakit.
Tetapi memasuki bulan kedua atau ketiga, mereka mulai tak membayar premi yang dibebankan. Selain itu, banyak anggota BPJS yang hanya membayar premi atas nama seseorang yang sakit atau sedang membutuhkan biaya, sementara anggota keluarga lain yang sehat tidak dibayarkan.
Akibatnya, BPJS mencatat hal tersebut sebagai tagihan. Belum lagi anggota BPJS yang akhirnya berhenti sama sekali karena mengajukan diri menjadi anggota Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
“Di Bantul itu yang mendaftar BPJS Mandiri ada sekitar 14.000 orang. Dan kami akui banyak yang ‘ngeyel’,” tuturnya.
Senada diungkapkan Kanit Keuangan BPJS DIY Musdaliza. Tingkat kepatuhan membayar premi peserta BPJS Mandiri di DIY hanya 70% dari anggota yang tercatat. Hal ini tentu berakibat lebih tinggi klaim yang dibayarkan oleh BPJS ke rumah sakit.
Namun demikian, dia tidak mengklasifikan seberapa besar premi yang dibayarkan dan klaim yang harus dicairkan di sebuah kabupaten di DIY. “Kalau iuran tidak bisa mengandalkan Bantul semata. Kalau peserta mandiri secara global satu DIY,”papar wanita yang akrab dipanggil Liza ini.
Di DIY, sambungnya, rata-rata pembayaran klaim memang besar, bahkan jauh lebih besar dibanding dengan premi yang dikumpulkan dari masyarakat. Sebab, jumlah rumah sakit di wilayah ini sangat banyak.
Bahkan, tak sedikit pasien luar DIY yang dirawat di rumah sakit DIY. Meski pasien luar DIY, tetapi klaim BPJS dari rumah sakit yang menanggung adalah BPJS DIY.
Pihaknya mencatat, rata-rata perbulan klaim yang harus dicairkan oleh BPJS DIY mencapai Rp132 miliar, jauh lebih banyak dibanding dengan premi yang berhasil dikumpulkan sebanyak Rp22 miliar dalam setiap bulannya.
Meski subsidi silang antar anggota JKN, namun ternyata di Bantul dan DIY, besaran premi tak mencukupi klaim yang dicairkan.
Kepala BPJS Bantul, Sutardji mengungkapkan, hampir sama dengan keadaan di kabupaten/kota lainnya, pengumpulan premi BPJS dari masyarakat di wilayahnya tak sebanding dengan klaim yang harus dicairkan guna menutupi biaya pengobatan dari anggota.
"Beberapa faktor memang menjadi penyebab minimnya premi yang diterima. Banyak hal, terutama dari perilaku anggota masyarakat,” ujarnya, kepada wartawan, Minggu (9/8/2015).
Sutardji mengatakan, salah satu penyebabnya adalah banyak anggota BPJS Mandiri yang menunggak pembayaran. Mereka membayar di awal menjadi anggota atau ketika butuh BPJS untuk menutup biaya pengobatannya di rumah sakit.
Tetapi memasuki bulan kedua atau ketiga, mereka mulai tak membayar premi yang dibebankan. Selain itu, banyak anggota BPJS yang hanya membayar premi atas nama seseorang yang sakit atau sedang membutuhkan biaya, sementara anggota keluarga lain yang sehat tidak dibayarkan.
Akibatnya, BPJS mencatat hal tersebut sebagai tagihan. Belum lagi anggota BPJS yang akhirnya berhenti sama sekali karena mengajukan diri menjadi anggota Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
“Di Bantul itu yang mendaftar BPJS Mandiri ada sekitar 14.000 orang. Dan kami akui banyak yang ‘ngeyel’,” tuturnya.
Senada diungkapkan Kanit Keuangan BPJS DIY Musdaliza. Tingkat kepatuhan membayar premi peserta BPJS Mandiri di DIY hanya 70% dari anggota yang tercatat. Hal ini tentu berakibat lebih tinggi klaim yang dibayarkan oleh BPJS ke rumah sakit.
Namun demikian, dia tidak mengklasifikan seberapa besar premi yang dibayarkan dan klaim yang harus dicairkan di sebuah kabupaten di DIY. “Kalau iuran tidak bisa mengandalkan Bantul semata. Kalau peserta mandiri secara global satu DIY,”papar wanita yang akrab dipanggil Liza ini.
Di DIY, sambungnya, rata-rata pembayaran klaim memang besar, bahkan jauh lebih besar dibanding dengan premi yang dikumpulkan dari masyarakat. Sebab, jumlah rumah sakit di wilayah ini sangat banyak.
Bahkan, tak sedikit pasien luar DIY yang dirawat di rumah sakit DIY. Meski pasien luar DIY, tetapi klaim BPJS dari rumah sakit yang menanggung adalah BPJS DIY.
Pihaknya mencatat, rata-rata perbulan klaim yang harus dicairkan oleh BPJS DIY mencapai Rp132 miliar, jauh lebih banyak dibanding dengan premi yang berhasil dikumpulkan sebanyak Rp22 miliar dalam setiap bulannya.
(san)