Sejarah Tandu dalam Upacara Perkawinan
A
A
A
TANDU merupakan salah satu alat transportasi paling tua yang pernah ada di dunia. Sejarah tandu sebagai alat transportasi, sama tuanya dengan sejarah perkembangan manusia.
Hampir semua negara di dunia pernah menggunakan tandu sebagai alat transportasinya. Pada zaman kuno, di Mesir dan Cina, tandu digunakan untuk mengangkut para anggota keluarga kerajaan, dan membawa dewa-dewa berhala.
Pada abad pertengahan, tandu digunakan untuk mengangkut Paus Vatican. Sementara di belahan bumi lainnya, yakni di Prancis dan Austria, tandu dijadikan alat transportasi umum layaknya taxi pada tahun 1700.
Dalam setiap negara, tandu juga memiliki nama yang berbeda. Seperti di masa Romawi kuno, tandu disebut sebagai lectica atau sella. Sedang di Indonesia, tandu disebut juga jempana atau kursi rotan dengan kanopi yang ditanggung di pundak.
Pada zaman kerajaan, jempana dilihat sebagai penanda status seseorang. Biasanya, yang menggunakan jempana adalah para pejabat kolonial Belanda, anggota kerajaan, dan kaum ningrat yang kaya raya.
Tandu biasa digunakan untuk transportasi jarak dekat dan dijalankan dengan menggunakan tenaga manusia. Biasanya, para pengangkat dan pembawa tandu adalah seorang budak kerajaan.
Tandu biasanya berisi kursi atau tempat tidur yang dipikul oleh dua atau lebih laki-laki. Kebanyakan tandu biasanya tertutup untuk perlindungan orang yang menaikinya dari panas dan hujan.
Dalam perkembangannya, tandu sebagai alat transportasi mulai ditinggalkan. Hanya beberapa acara adat saja yang masih mau menggunakan tandu sebagai alat transportasi jarak dekat, seperti saat upacara perkawinan.
Digunkannya tandu dalam upacara perkawinan memiliki sejarah tersendiri. Kisah itu berawal ketika seorang kaisar bijaksana yang sering melakukan kunjungan ke berbagai daerah melewati daerah perbukitan.
Perjalanan kaisar itu menggunakan tandu. Saat tiba di perbukitan terjal, tiba-tiba para pemandu tandu memberi tahu bahwa iring-iringan akan terhalang oleh iring-iringan masyarakat sekitar.
Penasaran dengan iring-iringan itu, kaisar keluar dari tandunya untuk melihat apa yang sedang terjadi. Ternyata, iring-iringan masyarakat itu adalah iring-iringan upacara pernikahan yang sangat meriah.
Tampak seorang pengantin wanita yang cantik mengendarai keledai dengan diringi berbagai bunyi-bunyian. Melihat kejadian yang menggembirakan itu, kaisar turut bergembira hingga akhirnya kedua rombongan saling bertemu.
Saat kedua rombongan berhadap-hadapan, rombongan pengantin wanita yang tidak mengetahui bahwa rombongan di depannya adalah rombongan kaisar tidak bersedia mengalah. Begitu pula dengan rombongan sang kaisar.
Akhirnya sang kaisar menemukan sebuah ide. Dia berkata kepada pengantin wanita, “Tidak hanya aku akan memberikan jalan kepadamu, aku juga akan meminjamkan tanduku jika kamu bisa membuat puisi saat ini juga.”
Syarat itu dengan cepat disanggupi pengantin wanita. Dengan sangat indah, mempelai wanita membuat puisi yang sangat menggugah hari kaisar. Berikut petikan puisi sang mempelai wanita:
Melihat rombonganmu, melihat rombonganku
Bukan masalah siapakah pemilik jalan ini
Melihat tandumu, melihat keledaiku
Tidak peduli manakah yang terbaik untuk pesta pernikahanku
Anda haruslah bermurah hati dengan meminjamkan tandu anda
Siapa dapat berkata bahwa saya adalah orang sederhana dan anda orang terhormat
Tidak ada perbedaan disini, hanya sekelompok orang yang ada
Kaisar yang sangat terkesan dengan puisi itu lalu meminjamkan tandunya untuk mempelai wanita. Rombongan pengantin itu akhirnya diberi lewat dan suasana iring-iringan semakin bertambah meriah.
Setiap melewati rumah penduduk, iring-iringan pengantin itu selalu menjadi perhatian masyarakat. Sejak itu, setiap pesta pernikahan selalu menggunakan tandu, meskipun hanya sebuah tandu sederhana.
Sumber Tulisan:
Tandu Pengantin, dikutip dalam laman: www.tionghoa.com
Tandu, dikutip dalam laman: wikipedia.org
Hampir semua negara di dunia pernah menggunakan tandu sebagai alat transportasinya. Pada zaman kuno, di Mesir dan Cina, tandu digunakan untuk mengangkut para anggota keluarga kerajaan, dan membawa dewa-dewa berhala.
Pada abad pertengahan, tandu digunakan untuk mengangkut Paus Vatican. Sementara di belahan bumi lainnya, yakni di Prancis dan Austria, tandu dijadikan alat transportasi umum layaknya taxi pada tahun 1700.
Dalam setiap negara, tandu juga memiliki nama yang berbeda. Seperti di masa Romawi kuno, tandu disebut sebagai lectica atau sella. Sedang di Indonesia, tandu disebut juga jempana atau kursi rotan dengan kanopi yang ditanggung di pundak.
Pada zaman kerajaan, jempana dilihat sebagai penanda status seseorang. Biasanya, yang menggunakan jempana adalah para pejabat kolonial Belanda, anggota kerajaan, dan kaum ningrat yang kaya raya.
Tandu biasa digunakan untuk transportasi jarak dekat dan dijalankan dengan menggunakan tenaga manusia. Biasanya, para pengangkat dan pembawa tandu adalah seorang budak kerajaan.
Tandu biasanya berisi kursi atau tempat tidur yang dipikul oleh dua atau lebih laki-laki. Kebanyakan tandu biasanya tertutup untuk perlindungan orang yang menaikinya dari panas dan hujan.
Dalam perkembangannya, tandu sebagai alat transportasi mulai ditinggalkan. Hanya beberapa acara adat saja yang masih mau menggunakan tandu sebagai alat transportasi jarak dekat, seperti saat upacara perkawinan.
Digunkannya tandu dalam upacara perkawinan memiliki sejarah tersendiri. Kisah itu berawal ketika seorang kaisar bijaksana yang sering melakukan kunjungan ke berbagai daerah melewati daerah perbukitan.
Perjalanan kaisar itu menggunakan tandu. Saat tiba di perbukitan terjal, tiba-tiba para pemandu tandu memberi tahu bahwa iring-iringan akan terhalang oleh iring-iringan masyarakat sekitar.
Penasaran dengan iring-iringan itu, kaisar keluar dari tandunya untuk melihat apa yang sedang terjadi. Ternyata, iring-iringan masyarakat itu adalah iring-iringan upacara pernikahan yang sangat meriah.
Tampak seorang pengantin wanita yang cantik mengendarai keledai dengan diringi berbagai bunyi-bunyian. Melihat kejadian yang menggembirakan itu, kaisar turut bergembira hingga akhirnya kedua rombongan saling bertemu.
Saat kedua rombongan berhadap-hadapan, rombongan pengantin wanita yang tidak mengetahui bahwa rombongan di depannya adalah rombongan kaisar tidak bersedia mengalah. Begitu pula dengan rombongan sang kaisar.
Akhirnya sang kaisar menemukan sebuah ide. Dia berkata kepada pengantin wanita, “Tidak hanya aku akan memberikan jalan kepadamu, aku juga akan meminjamkan tanduku jika kamu bisa membuat puisi saat ini juga.”
Syarat itu dengan cepat disanggupi pengantin wanita. Dengan sangat indah, mempelai wanita membuat puisi yang sangat menggugah hari kaisar. Berikut petikan puisi sang mempelai wanita:
Melihat rombonganmu, melihat rombonganku
Bukan masalah siapakah pemilik jalan ini
Melihat tandumu, melihat keledaiku
Tidak peduli manakah yang terbaik untuk pesta pernikahanku
Anda haruslah bermurah hati dengan meminjamkan tandu anda
Siapa dapat berkata bahwa saya adalah orang sederhana dan anda orang terhormat
Tidak ada perbedaan disini, hanya sekelompok orang yang ada
Kaisar yang sangat terkesan dengan puisi itu lalu meminjamkan tandunya untuk mempelai wanita. Rombongan pengantin itu akhirnya diberi lewat dan suasana iring-iringan semakin bertambah meriah.
Setiap melewati rumah penduduk, iring-iringan pengantin itu selalu menjadi perhatian masyarakat. Sejak itu, setiap pesta pernikahan selalu menggunakan tandu, meskipun hanya sebuah tandu sederhana.
Sumber Tulisan:
Tandu Pengantin, dikutip dalam laman: www.tionghoa.com
Tandu, dikutip dalam laman: wikipedia.org
(san)