Diserbu Toko Jejaring, Warga Mengadu ke Ombudsman
A
A
A
YOGYAKARTA - Belasan warga yang tergabung dalam Forum Pedagang Pugeran dan Koran (FPPK) Desa Maguwoharjo, Depok, Sleman mengadu ke kantor Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY-Jawa Tengah, pada kemarin.
Mereka meminta untuk mengusut proses izin dari 20 toko jejaring di desanya, karena telah dianggap hanya merugikan saja. Ketua dari FPPK Widodo mengatakan, total ada 20 toko jejaring yang berada di Desa Maguwoharjo. Salah satunya berlokasi di Jalan Tasura No 51, Dusun Krodan. “Dukuh hanya mengizinkan hak guna tanah saja. Sementara, hak izin usaha tidak ada,” kata dia, ditemui kemarin.
Akibat beroperasinya toko jejaring tersebut, para pedagang kecil pun mengalami kerugian. Dari yang biasanya mendapatkan omzet Rp700.000– 800.000, kini hanya bisa sampai Rp300.000 saja. “Pedagang-pedagang kecil, seperti kelontong mengalami kerugian,” katanya.
Dia berharap, dengan mengadu ke ORI Perwakilan DIY ini nantinya bisa dilakukan pengusutan proses izin dari pendirian toko jejaring tersebut. Untuk kemudian ditutup dan bisa mengembalikan perekonomian masyarakat kecil. “Kami minta (toko jejaring) itu ditutup,” katanya.
Simuh, 27, salah satu warga dan pedagang kelontong di Jalan Tasura menambahkan, 20 toko jejaring tersebut sebagian memang belum beroperasi. “Untuk yang di Jalan Tasura, beroperasi dua hari sebelum Lebaran. Sebagian memang ada yang belum. Salah satunya di Jalan Krodan, Timbulrejo, Krodan, Maguwoharjo. Di situ ditutup paksa oleh warga,” tuturnya.
Menurutnya, toko-toko jejaring yang menyerbu Desa Maguwoharjo tersebut jaraknya tak lebih dari 500 meter. Bahkan, ada yang bersebelahan dengan pasar tradisional. “Paling hanya lima langkah sama Pasar Stan (pasar tradisional setempat),” katanya. Begitu banyaknya toko jejaring yang berada di perkampungan tersebut karena memang putaran ekonomi di wilayah ini cukup tinggi.
“Kan memang ada satu kampus. Ya mahasiswa sekarang lebih memilih untuk beli di toko jejaring, yang adem dan terlihat lebih bersih, meski lebih mahal harganya jika dibandingkan dengan kelontong,” tuturnya.
Menurutnya, warga nantinya siap menutup paksa toko jejaring tersebut jika aduan ini masih buntu. “Harga mati, harus ditutup. Kasihan masyarakat kecil. Orang karyawan di toko jejaring itu saja bukan dari warga sekitar. Jadi tidak ada untungnya sama sekali,” ucapnya.
Terpisah, Kepala ORI Perwakilan DIY-Jawa Tengah Budhi Masturi mengatakan, warga mengeluhkan pendapatan yang turun drastis akibat banyaknya toko jejaring ini. “Mereka juga mengeluh ada penurunan pendapatan yang cukup signifikan,” ujarnya.
Sesuai dengan prosedur penyelesaian laporan, pihaknya terlebih dahulu akan meminta klarifikasi terhadap instansi terkait. Bagaimana proses perizinannya apakah memang sudah benar atau belum.
“Kami akan meminta klarifikasi ke instansi terkait dulu. Baru kemudian dari buktibukti yang ada akan dianalisis, dan memberikan kesimpulan serta saran. Pemerintah punya mekanisme untuk menyelesaikan. Nanti lihat dulu, apa memang akan ditutup atau tidak,” ucapnya.
Ridho hidayat
Mereka meminta untuk mengusut proses izin dari 20 toko jejaring di desanya, karena telah dianggap hanya merugikan saja. Ketua dari FPPK Widodo mengatakan, total ada 20 toko jejaring yang berada di Desa Maguwoharjo. Salah satunya berlokasi di Jalan Tasura No 51, Dusun Krodan. “Dukuh hanya mengizinkan hak guna tanah saja. Sementara, hak izin usaha tidak ada,” kata dia, ditemui kemarin.
Akibat beroperasinya toko jejaring tersebut, para pedagang kecil pun mengalami kerugian. Dari yang biasanya mendapatkan omzet Rp700.000– 800.000, kini hanya bisa sampai Rp300.000 saja. “Pedagang-pedagang kecil, seperti kelontong mengalami kerugian,” katanya.
Dia berharap, dengan mengadu ke ORI Perwakilan DIY ini nantinya bisa dilakukan pengusutan proses izin dari pendirian toko jejaring tersebut. Untuk kemudian ditutup dan bisa mengembalikan perekonomian masyarakat kecil. “Kami minta (toko jejaring) itu ditutup,” katanya.
Simuh, 27, salah satu warga dan pedagang kelontong di Jalan Tasura menambahkan, 20 toko jejaring tersebut sebagian memang belum beroperasi. “Untuk yang di Jalan Tasura, beroperasi dua hari sebelum Lebaran. Sebagian memang ada yang belum. Salah satunya di Jalan Krodan, Timbulrejo, Krodan, Maguwoharjo. Di situ ditutup paksa oleh warga,” tuturnya.
Menurutnya, toko-toko jejaring yang menyerbu Desa Maguwoharjo tersebut jaraknya tak lebih dari 500 meter. Bahkan, ada yang bersebelahan dengan pasar tradisional. “Paling hanya lima langkah sama Pasar Stan (pasar tradisional setempat),” katanya. Begitu banyaknya toko jejaring yang berada di perkampungan tersebut karena memang putaran ekonomi di wilayah ini cukup tinggi.
“Kan memang ada satu kampus. Ya mahasiswa sekarang lebih memilih untuk beli di toko jejaring, yang adem dan terlihat lebih bersih, meski lebih mahal harganya jika dibandingkan dengan kelontong,” tuturnya.
Menurutnya, warga nantinya siap menutup paksa toko jejaring tersebut jika aduan ini masih buntu. “Harga mati, harus ditutup. Kasihan masyarakat kecil. Orang karyawan di toko jejaring itu saja bukan dari warga sekitar. Jadi tidak ada untungnya sama sekali,” ucapnya.
Terpisah, Kepala ORI Perwakilan DIY-Jawa Tengah Budhi Masturi mengatakan, warga mengeluhkan pendapatan yang turun drastis akibat banyaknya toko jejaring ini. “Mereka juga mengeluh ada penurunan pendapatan yang cukup signifikan,” ujarnya.
Sesuai dengan prosedur penyelesaian laporan, pihaknya terlebih dahulu akan meminta klarifikasi terhadap instansi terkait. Bagaimana proses perizinannya apakah memang sudah benar atau belum.
“Kami akan meminta klarifikasi ke instansi terkait dulu. Baru kemudian dari buktibukti yang ada akan dianalisis, dan memberikan kesimpulan serta saran. Pemerintah punya mekanisme untuk menyelesaikan. Nanti lihat dulu, apa memang akan ditutup atau tidak,” ucapnya.
Ridho hidayat
(bbg)