FPP Minta Kasus Tolikara Diselesaikan Secara Hukum, Bukan Moral

Senin, 20 Juli 2015 - 16:50 WIB
FPP Minta Kasus Tolikara...
FPP Minta Kasus Tolikara Diselesaikan Secara Hukum, Bukan Moral
A A A
SUBANG - Insiden penyerangan umat muslim di Tolikara, Papua, yang terjadi bertepatan dengan pelaksanaan ibadah Salat Idul Fitri 1 Syawal 1436 H, mendapat perhatian serius masyarakat dan para tokoh agama di Kabupaten Subang.

Sejumlah pimpinan pesantren yang tergabung dalam Forum Pondok Pesantren (FPP) Kabupaten Subang, menilai, insiden penyerangan yang terjadi saat umat muslim sedang menjalankan ibadah tersebut, merupakan tindakan pelecehan agama.

"Tindakan itu bentuk penodaan dan penistaan agama. Pelanggaran hukumnya jelas, tidak semata berurusan dengan etika maupun moralitas toleransi antar umat beragama," ujar FPP Subang, Ridwan Hartiwan.

Pimpinan Pesantren Darul Falah Cisalak ini menyebut, para pelaku maupun otak intelektual dibalik penyerangan itu bisa dituntut secara hukum, karena melanggar perundang-undangan.

"Mereka bisa dijerat secara pidana. Pasal penodaan dan penistaan agama sudah diatur jelas dalam KUHP," ucapnya.

Pihaknya meminta pemerintah, terutama aparat penegak hukum, serius mengusut hingga tuntas insiden yang melukai kehidupan toleransi antar umat beragama ini.

Bahkan, pihaknya siap mengerahkan massa pesantren untuk mendukung penegakkan proses hukum bagi para pelaku insiden tersebut.

"Peristiwa serupa gak boleh terulang lagi. Kami kalangan pesantren di Subang meminta pemerintah mengusut tuntas pelaku dan aktornya. Sebagai dukungan moril, kami akan usulkan ke pengurus FPP Jabar agar semua massa pesantren se-Jawa Barat turun ke jalan menuntut penuntasan kasus ini," tegas Ridwan.

Ketua Umum FPP Subang KH Maman S Jamaludin, mengimbau, semua kalangan pesantren bersatu merapatkan barisan, mewaspadai kemungkinan adanya provokasi, serta menyerahkan proses hukum kasus tersebut kepada aparat berwenang.

"Pemerintah harus tegas dan jangan pandang bulu dalam menegakkan hukum. Kasus Tolikara bukan hanya persoalan pelanggaran etika toleransi dan prinsip kebebasan beribadah yang dijamin konstitusi, tapi ini sudah ranah pidana. Penyelesaiannya harus secara hukum, tak cukup secara moral," pungkas Pimpinan Pesantren Pagelaran I Kecamatan Tanjungsiang ini.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1412 seconds (0.1#10.140)