Lumbung Padi Terusik Industri

Senin, 13 Juli 2015 - 09:46 WIB
Lumbung Padi Terusik Industri
Lumbung Padi Terusik Industri
A A A
PREDIKAT Kabupaten Karawang sebagai kota lumbung padi nasional yang disandang sejak puluhan tahun lalu nampaknya bakal bergeser.

Status sebagai kota penghasil padi terbesar nomor dua setelah Indramayu terancam hilang akibat alih fungsi lahan yang terus terjadi setiap tahunnya.

Kabupaten Karawang yang agraris dalam sepuluh tahun terakhir berubah menjadi kota industri dengan 1.500 perusahaan mancanegara bermukim di sejumlah kawasan industri yang dibangun Pemkab Karawang.

Semula perubahan ini seperti membawa kebanggaan masyarakat Karawang karena tanahnya menjadi primadona bagi indsutriawan mancanegara. Tak heran ketika Karawang menyandang status ganda sebagai kota lumbung padi nasional sekaligus kota industri tidak ada protes dengan status itu. Hanya saja belakangan ini sejumlah elemen masyarakat di Karawang menyadari dampak negatif masuknya indsutri besar di Karawang adalah habisnya lahan pertanian yang ada di Karawang terutama di zona industri.

Berdasarkan data Dinas Pertanian, Kehutanan, Perkebunan dan Peternakan (Distanhutbunak) Kabupaten Karawang, selama kurun waktu 10 tahun terakhir ada sekitar 182 hektare lahan pertanian beralih fungsi menjadi nonpertanian setiap tahunnya. Dari hasil sensus tani (ST) luas keseluruhan lahan baik lahan kering maupun sawah adalah 175.327 hektare. Itu terdiri dari 97.529 hektare areal persawahan produktif dan sisanya merupakan lahan kering, termasuk pekarangan.

Jumlah ini dipastikan akan terus menurun seiring dengan gencarnya alih fungsi lahan yang terjadi di Karawang. Kendati terjadi alih fungsi lahan setiap tahunnya, namun Distanhutbunak mengklaim produksi beras tidak terganggu. Menurut Kepala Distanhutbunak Kabupaten Karawang Kadarisman, produksi beras di Karawang selalu surplus. Capaian produksi padi mencapai 1.070. 505 ton GKP (gabah kering panen) atau setara beras 647.655 ton, yakni sekitar 71 ,85% dari target produksi 1.489.781 ton GKP.

Diungkapkannya, rincian produksi tersebut merupakan hasil panen dari 143.699 hektare sawah atau 72,39% dari jumlah keseluruhan luas lahan. Kadarisman mengatakan, Pemkab Karawang tetap konsisten menjaga status sebagai lumbung padi nasional, meskipun Karawang tidak bisa menolak konsekuensi sebagai kota industri. Ke depan perindustrian dan pertanian diharapkan dapat berjalan beriringan untuk memajukan Karawang.

Predikat lumbung padi nasional yang disandang kota pangkal perjuangan ini tidak akan dilepas begitu saja, meskipun harus menerima konsekuensi sebagai kota industri dan kebutuhan lainnya. Alih funsi lahan pun tidak serta merta dapat dihindari, meskipun ditakutkan akan menurunkan eksistensi Karawang sebagai kota lumbung padi. “Bupati telah mengeluarkan komitmen, Karawang harus tetap menjadi lumbung padi nasional, meskipun pembangunan industri yang pesat. Untuk itu pembangunan industri dan pertanian saat ini digalakan secara strategis,”ujar Kadarisman.

Pembangunan tersebut, imbuhnya, mencakup dua konsep, yaitu meminimalisasi alih fungsi lahan dan intensifikasi pertanian. “Saat ini Pemkab sedang membahas perda (peraturan daerah) tentang lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B). Perda tersebut mengatur bahwa alih fungsi lahan pertanian akan diminimalisasi, dengan cara melaminating luas tanah yang akan tetap dipertahankan sebagai lahan pertanian. Saat ini lahan pertanian di Karawang ada sekitar 94.301 hektare, misalnya 20 tahun mendatang lahan yang dipertahankan misalnya 90.000 hektare,”terangnya.

Sedangkan konsep intensifikasi pertanian, ungkapnya, merupakan cara untuk meningkatkan produksi pertanian dengan cara dan teknologi khusus. Pasalnya pembangunan industri dan perumahan memang sudah tidak bisa dihindari. Menyeimbangkan hasil panen agar tetap sama dengan panen sebelum ada pembangunan, maka dilakukanlah intensifikasi pertanian.

Misalnya yang biasanya per hektare 6 ton, akan ditingkatkan menjadi 8 ton. Sehingga, kekurangan bisa ditutupi. “Dengan begitu, meskipun pembangunan tetap berjalan, predikat sebagai lumbung padi juga tidak hilang,” jelasnya. Dalam hal ini, sambungnya, pemkab melibatkan beberapa perguruan tinggi, seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Pajajaran (Unpad), dan Universitas Singaperbangsa (Unsika), guna memaksimalkan pelaksanaan intensifikasi tersebut.

“Karawang sendiri dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona industrial, zona kota untuk perumahan dan usaha lain, dan zona utara untuk pertanian dan perikanan,”paparnya. Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) Karawang menyebutkan, berdasarkan luas lahan, jumlah rumah tangga usaha pertanian yan menguasai lahan kurang dari 0.50 hektare mengalami penurunan cukup tajam , yakni dari sebanyak 205.043 rumah tangga hasil sensus tahun 2002 turun menjadi 66.099 rumah tangga hasil sensus 2013.

“Meskipun terjadi pergeseran lahan pertanian marginal yang cukup signifikan , akan tetapi produktivitas cenderung mengalami kenaikan,” ungkap Kasie Statistik Distribusi BPS Karawang Hasim Saputra. Dikatakanya, alih fungsi lahan dari lahan produktif menjadi lahan nonproduktif sebagian besar terjadi pada penguasaan lahan kurang dari 0,2 hektare dalam kurun waktu 2003 hingga 2013.

Hal tersebut didorong oleh budaya setempat yang mewajibkan orang tua mewariskan lahannya untuk anakanak mereka. Terlebih sebagian besar generasi penerus tidak lagi berminat meneruskan usaha orang tua mereka di sektor pertanian, dan beralih kesektor nonpertanian, seperti industri, perdagangan, dan jasa. “Daerah yang paling signifikan terjadi alih fungsi lahan ialah Kecamatan Cikampek, Kecamatan Karawang Timur, Klari, Telukjambe Barat dan Telukjambe Timur,”tambahnya.

Oleh karenanya, terkait alih fungsi lahan yang saat ini cukup signifikan terjadi merupakan sebuah konsekuensi dari kota industri dengan arus urbanisasi yang cukup tinggi, sehingga mau tidak mau ada zona-zona tertentu yang memang diperuntukan untuk permukiman dan industri, serta bentuk usaha lain.

Sementara itu , salah Staf Perum Bulog Subdrive Karawang, Agus, mengatakan, meskipun jumlah lahan Karawang banyak yang berubah fungsi, akan tetapi pro - duk si beras Karawang cenderung sur plus sebesar 350.000 ton/ - tahun. Akan tetapi, meskipun sur - plus, saat ini Karawang cenderung mem beli beras dari luar daerah. “Nah itu yang kami tidak tahu kemana larinya beras Karawang.

Nilakusuma
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3681 seconds (0.1#10.140)