Melihat Kehidupan Warga Berkebutuhan Khusus di Ponorogo

Kamis, 09 Juli 2015 - 22:34 WIB
Melihat Kehidupan Warga Berkebutuhan Khusus di Ponorogo
Melihat Kehidupan Warga Berkebutuhan Khusus di Ponorogo
A A A
PONOROGO - DI Kabupaten Ponorogo, ada empat desa yang sebagian penghuninya berkebutuhan khusus, dalam hal ini keterbelakangan mental, idiot, atau tunagrahita. Terbanyak ada di Dukuh Sidowayah, Desa Sidoharjo, Kecamatan Jambon.

Meski letaknya terpencil di perbukitan kapur Rajekwesi, warga Desa Sidoharjo dan desa sekitarnya cukup familiar dengan nama Dukuh Sidowayah. Terbukti, saat Sindonews.com menanyakan "Kampung Idiot" Sidowayah kepada warga desa tetangga, mereka langsung ngeh meski letaknya masih 10 kilometer lagi.

"Wah, masih jauh, Mas. Sampeyan ikuti saja jalan aspal ini terus. Setelah itu ada jalan paving. Ikuti terus sampai ada perempatan sampeyan ikut yang lurus sampai pinggir bukit. Nanti tanya lagi di sana karena sudah dekat," tutur seorang warga tetangga Desa Sidoharjo.

Lokasi Dukuh Sidowayah memang paling ujung dari tiga dukuh di Desa Sidoharjo. Jalannya sudah bisa dilalui sepeda motor meski terbuat dari batu keras. Jarak Dukuh Sidowayah dengan Kota Ponorogo sekitar 30 kilometer.

"Sekarang jalannya sudah lumayan. Dulu kalau hujan tidak bisa dilalui karena masih berupa jalan tanah," terang warga setempat yang mengantar Sindonews.com ke rumah bayan Sidowayah atau perangkat desa setempat. Sayang, perangkat desa tak ada di tempat.

Saat ditanya nama keluarga yang mengalami keterbelakangan mental, warga celingukan. Mereka menatap satu sama lain. Sepertinya, mereka enggan menunjukkan alias menutupi. Mereka takut menyinggung anggota keluarga tersebut yang normal.

Beruntung, tak jauh dari penulis ada warga yang sepertinya mengalami keterbelakangan mental sedang menjemur jagung. Saat ditanya di mana rumahnya, warga tadi menyebut pelan seraya menunjuk.

"Itu, depan itu rumahnya," ujarnya setengah berbisik.

Saat penulis menyampaikan salam, dari sebelah rumah muncul seorang perempuan sepuh.
"Monggo...monggo...dugi pundi (mari-mari, dari mana)," sambut perempuan sepuh tadi ramah dengan jalan terbungkuk-bungkuk.

Lalu, si mbah tadi mempersilakan penulis masuk rumahnya yang sederhana berlantai tanah. "Nggih niku Ginem (35) yoga kulo. Kaet cilik nggih koyo niku radi kirang (idiot)," aku Damiah (70), orangtua Ginem.

Damiah mengatakan, selain Ginem, anak pertamanya bernama Jumitum (40) juga mengalami keterbelakangan mental. Saat lahir normal, tapi begitu menginjak usia satu tahun mulai ada kelainan.

"Riwayate loro-lorone sami (sejarah dua-duanya sama)," tuturnya.

Karena keterbatasan biaya, Damiah tidak bisa memeriksakan dua putrinya ke dokter. Paling-paling dibawa ke puskesmas. Lalu, diberi obat tanpa menyebutkan alasan medis kenapa dua putrinya itu mengalami keterbelakangan mental.

Karena tidak ada perkembangan berarti, akhirnya Damiah dan suaminya, Soimun, yang kini sudah meninggal, tak melanjutkan pengobatan anaknya.

"Saniki pasrah mawon kale Gusti Allah. Sing penting diramut (sekarang pasrah pada Allah. Yang penting tetap dirawat)," akunya.

Damiah mengaku dari garis keturunan dirinya maupun suaminya tidak ada yang punya latar belakang keluarga idiot. Tapi, diakui saat kehamilan dua putrinya, dusunnya mengalami paceklik pangan. Banyak serangan hama tikus hingga jagung dan ketela pohon yang jadi makan sehari-hari warga habis diserang tikus.

Satu-satunya yang selamat dari serangan tikus hanya pohon talas. "Warga nggih mangan talas dan tiwul mawon (warga hanya makan talas dan tiwul)."

Keluarga memang menduga keterbelakangan mental yang dialami dua anggota keluarga mereka karena kurang gizi, bukan faktor keturunan.

"Terbukti, kami cucunya sehat semua," terang Hendra (23), salah satu cucu Damiah. Hendra anak Jumirah yang merupakan anak bungsu Damiah.

Terbukti tak hanya keluarga Damiah yang mengalami keterbelakangan mental. Ada beberapa tetangganya juga mengalami hal yang sama, seperti keluarga Genuk (50) dan Gonan.

"Nek, Genuk sampun pejah. Sik tas mawon (kalau Genuk sudah meninggal. Baru saja kok)," tutur Damiah.

Ditambahkan Jumirah, kedua kakaknya meski mengalami keterbelakangan mental tidak pernah mengamuk. Makanya, oleh keluarga dibiarkan keluyuran di kampung. Warga pun bisa menerima keberadaan mereka.

Jumirah pun memanggil Ginem yang sedang menjemur jagung. Saat bertemu penulis, Ginem hanya senyum. Saat ditanya pun hanya cengar-cengir. Saat difoto bersama adik dan ibunya, Ginem manut saja.

"Nggak pernah ngamuk. Kecuali kalau digoda. Itu pun tidak sampai beringas apalagi mencelakai orang. Tidak pernah itu," tutur Jumirah.

Bahkan, dia Ginem biasa membantu tetangganya. Misalnya, Ginem seperti disaksikan Sindonews.com, sedang menjemur jagung tetangganya. Sedangkan Jumintun (40) sedang membantu saudaranya di sawah.

"Ya lumayan, kadang sehari Yu Ginem dikasih Rp10 ribu sampai Rp20 ribu. Sebagian uang disimpan dan untuk jajan," terang Jumirah.

Soal penyebab kedua kakaknya mengalami keterbelakangan mental, Jumirah tidak tahu persis. Tapi, dari cerita para orangtua memang kurang gizi. Sebab, kedua kakaknya lahir pada musim hama tikus. Semua tanaman diserang tak terkecuali jagung dan ketela pohon sebagai makanan utama warga desa.

"Hanya itu saja yang kami dengar," kata Jumirah.

Soal faktor keturunan, kemungkinan kecil. Selain dirinya sebagai adiknya normal, kedua anak Jumirah juga normal-normal. "Itu anakku," kata aku Jumirah seraya menunjuk Hendra (23).

"Ya, mungkin kurang gizi aja Mas penyebabnya," tambah Hendra.

Hendra tak berlebihan. Sebab, kasus warga dengan keterbelakangan mental tak hanya terjadi di Sidowayah. Ada lima desa di Kabupaten Ponorogo mendapatkan sebutan "Kampung Idiot", yakni Desa Dayakan di Kecamatan Badegan serta Desa Sidoharjo dan Krebet di Kecamatan Jambon.

Dua desa lagi yakni Desa Karangpatihan dan Pandak di Kecamatan Balong. Dari lima desa itu, Sidoharjo menjadi desa dengan jumlah penduduk idiot tertinggi.

Berdasarkan data pemerintah desa setempat, tahun 2013 terdapat 316 warga yang mengalami keterbelakangan mental. Paling banyak di Dukuh Sidowayah. Tapi, jumlah warga yang idiot terus menurun. Salah satunya, karena meninggal.

Keberadaan warga idiot di Sidoharjo dan desa lainnya dilihat dari geografis kelima desa itu ada kesamaan, yakni berada pada jalur sama lereng Gunung Rajekwesi yang tandus. Tanaman padi dan jagung hanya bisa tumbuh di musim penghujan. Itu pun tidak semua lahan bisa ditanami. Selebihnya hanya ditanami jagung dan ketela pohon.

Banyaknya warga menggantungkan hidupnya dari alam gunung cadas diduga menjadi pemicu Sidoharjo jadi desa yang warganya idiot karena kurang gizi.

Dahulu, kondisi Gunung Rajekwesi memprihatinkan. Sekitar 1950 hingga akhir 1960, warga kesulitan bahan makan karena serangan hama tikus. Hanya tanaman gemblong atau sejenis talas hitam yang gatal luput dimakan tikus.

Dengan terpaksa, talas dijadikan makanan utama warga. Setelah dikupas, talas dengan daun hitam direbus atau dikukus lalu dimakan. Warga, termasuk ibu hamil, tidak lagi memikirkan bagaimana mencukupi kebutuhan gizi jabang bayi di kandungan. Mereka makan untuk bertahan hidup.

Hal itulah diduga menyebabkan banyak bayi pada rentang tahun 1950-1970 yang lahir dengan tidak normal fisik maupun mental. Banyak bayi kurang gizi menyebabkan pertumbuhan syaraf mereka abnormal, sehingga ada yang lumpuh, mengalami kebutaan, tunarungu, dan pertumbuhan fisik yang tidak normal. Akibatnya, banyak warga mengalami keterbelakangan mental.

"Cerita kesulitan pangan itu yang kami dengar dari orangtua. Itu menyebabkan banyak warga idiot," kata Hendra.

"Sekarang kondisi ekonomi warga sudah membaik. Jadi, jumlah orang idiot juga terus berkurang," tambahnya.

Namun, ada dugaan lain terkait penyebab keterbelakangan mental warga Dukuh Sidowayah sekitarnya karena kurangnya zat yodium baik terkandung dalam air, tanah, maupun makanan yang dikonsumsi warga setempat.

Alasan kekurangan yodium disebabkan beberapa faktor antara lain karena letak desa berada lereng-lereng pegunungan yang kaya zat kapur sehingga menimbulkan ketidakmampuan tanah mengikat yodium. Selain itu, dari pola makanan pokok yang berupa nasi tiwul (hasil olahan singkong kering/gaplek) yang bersifat goitrogenik yang dapat mengikat dan merusak metabolisme yodium terhadap kelenjar tiroid dalam tubuh.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5075 seconds (0.1#10.140)