Menunggu Buka Sembari Ajari Warga Mengenal Ular
A
A
A
Jeritan tiba-tiba membahana di kawasan perbukitan Watu Lumbung, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek.
Sesekali gelak tawa juga menyeruak di sela-sela jeritan yang mengisi sore itu. Bukan karena takut atau apa, ternyata jeritan tersebut hanyalah bukti keterkejutan mereka ketika memegang dan menyentuh kulit ular. Sore itu, warga di sekitar Bukit Watu Lumbung, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek memanggil Yayasan Ular Indonesia atau Sioux untuk mengisi waktu menjelang berbuka puasa.
Sembari menunggu buka puasa, warga juga bermain ular bersama komunitas pencinta ular di Indonesia tersebut. Mereka ingin melewatkan tradisi ngabuburitdengan cara yang berbeda. Memang, beragam cara dilakukan oleh masyarakat untuk menghabiskan waktu sembari menunggu buka puasa. Hal yang sering disebut dengan ngabuburitini sudah tidak asing lagi. Tak hanya sekadar mengaji ataupun jalan-jalan mencari jajanan buka puasa, tetapi sebagian masyarakat justru melewatkannya dengan kegiatan-kegiatan yang aneh. “Kami juga ingin belajar mengenal ular,” tutur Sugiyanto, salah seorang warga.
Sugiyanto menuturkan, ngabuburitatau menunggu waktu berbuka puasa tidak terkesan hura-hura atau tidak mendidik. Para pemuda yang tergabung dalam Yayasan Ular Indonesia atau Sioux sengaja datang ke Watu Lumbung Kretek. Kawasan yang berada di perbukitan ini memang merupakan ekosistem ular. Mereka sengaja mengumpulkan warga dan diajak untuk belajar tentang ular.
Mereka sengaja mengundang komunitas ular, karena di kawasan tersebut merupakan tempat atau habitat kehidupan berbagai jenis ular. Berbagai jenis ular, mulai yang biasa hingga berbisa, banyak ditemui di kawasan tersebut. Oleh karena itu, warga diminta waspada sewaktu-waktu berhadapan dengan ular. “Di sini sering ditemui ular, karena itu harus selalu siap jika sewaktu- waktu ketemu dengan ular,” tuturnya.
Koordinator komunitas pencinta ular, Aji Rahman mengungkapkan, mereka sengaja membawa ular di hadapan warga untuk memberikan pemahaman yang benar tentang ular. Warga juga bisa mempelajari karakter asli binatang melata ini. Karena menurutnya, ular sebenarnya tidak akan mengganggu manusia apabila tidak diusik terlebih dahulu. Aji mengatakan, selama ini ada pemahaman masyarakat tentang ular banyak yang salah.
Di benak masyarakat masih tertanam doktrin jika ular sebenarnya merupakan binatang yang berbahaya. Apabila menemukannya atau menemuinya, masyarakat langsung berupaya memburu dan membunuhnya. “Padahal beberapa jenis ular seperti ular sawah sangat membantu manusia yaitu sebagai predator alami pembasmi hama tikus,” paparnya. Dengan mengenal ular dan berani menyentuhnya, dia berharap warga tak apatis lagi dengan kehadiran ular.
Diharapkan warga bisa semakin menyayangi ular-ular yang ada di sekitar mereka. Aji mengakui jika saat ini populasi ular sudah banyak berkurang. Perburuan yang tak mengenal aturan dengan alasan untuk obat dan dijual lagi untuk konsumsi mengakibatkan penurunan jumlah ular yang ada di alam ini. Selain itu, dalam kegiatan ini, pihaknya juga memberi pemahaman langkah apa yang diambil ketika digigit ular, terutama ular berbisa.
Karena ada jenis ular tertentu yang gigitannya bisa berakibat fatal. Sebab, dalam menit-menit pertama setelah gigitan maka jaringan akan membengkak dan sebagian akan berwarna merah gelap.
“Kalau sudah bengkak biasanya rasa kaku dan nyeri akan meluas perlahan-lahan ke seluruh bagian yang tergigit. Rasa nyeri akan terasa terutama pada persendian antara luka dan jantung. Apabila tidak ditangani dengan baik, pendarahan internal dapat menyusul terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari kemudian, dan bahkan dapat membawa kematian,” tuturnya.
Erfanto Linangkung
Bantul
Sesekali gelak tawa juga menyeruak di sela-sela jeritan yang mengisi sore itu. Bukan karena takut atau apa, ternyata jeritan tersebut hanyalah bukti keterkejutan mereka ketika memegang dan menyentuh kulit ular. Sore itu, warga di sekitar Bukit Watu Lumbung, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek memanggil Yayasan Ular Indonesia atau Sioux untuk mengisi waktu menjelang berbuka puasa.
Sembari menunggu buka puasa, warga juga bermain ular bersama komunitas pencinta ular di Indonesia tersebut. Mereka ingin melewatkan tradisi ngabuburitdengan cara yang berbeda. Memang, beragam cara dilakukan oleh masyarakat untuk menghabiskan waktu sembari menunggu buka puasa. Hal yang sering disebut dengan ngabuburitini sudah tidak asing lagi. Tak hanya sekadar mengaji ataupun jalan-jalan mencari jajanan buka puasa, tetapi sebagian masyarakat justru melewatkannya dengan kegiatan-kegiatan yang aneh. “Kami juga ingin belajar mengenal ular,” tutur Sugiyanto, salah seorang warga.
Sugiyanto menuturkan, ngabuburitatau menunggu waktu berbuka puasa tidak terkesan hura-hura atau tidak mendidik. Para pemuda yang tergabung dalam Yayasan Ular Indonesia atau Sioux sengaja datang ke Watu Lumbung Kretek. Kawasan yang berada di perbukitan ini memang merupakan ekosistem ular. Mereka sengaja mengumpulkan warga dan diajak untuk belajar tentang ular.
Mereka sengaja mengundang komunitas ular, karena di kawasan tersebut merupakan tempat atau habitat kehidupan berbagai jenis ular. Berbagai jenis ular, mulai yang biasa hingga berbisa, banyak ditemui di kawasan tersebut. Oleh karena itu, warga diminta waspada sewaktu-waktu berhadapan dengan ular. “Di sini sering ditemui ular, karena itu harus selalu siap jika sewaktu- waktu ketemu dengan ular,” tuturnya.
Koordinator komunitas pencinta ular, Aji Rahman mengungkapkan, mereka sengaja membawa ular di hadapan warga untuk memberikan pemahaman yang benar tentang ular. Warga juga bisa mempelajari karakter asli binatang melata ini. Karena menurutnya, ular sebenarnya tidak akan mengganggu manusia apabila tidak diusik terlebih dahulu. Aji mengatakan, selama ini ada pemahaman masyarakat tentang ular banyak yang salah.
Di benak masyarakat masih tertanam doktrin jika ular sebenarnya merupakan binatang yang berbahaya. Apabila menemukannya atau menemuinya, masyarakat langsung berupaya memburu dan membunuhnya. “Padahal beberapa jenis ular seperti ular sawah sangat membantu manusia yaitu sebagai predator alami pembasmi hama tikus,” paparnya. Dengan mengenal ular dan berani menyentuhnya, dia berharap warga tak apatis lagi dengan kehadiran ular.
Diharapkan warga bisa semakin menyayangi ular-ular yang ada di sekitar mereka. Aji mengakui jika saat ini populasi ular sudah banyak berkurang. Perburuan yang tak mengenal aturan dengan alasan untuk obat dan dijual lagi untuk konsumsi mengakibatkan penurunan jumlah ular yang ada di alam ini. Selain itu, dalam kegiatan ini, pihaknya juga memberi pemahaman langkah apa yang diambil ketika digigit ular, terutama ular berbisa.
Karena ada jenis ular tertentu yang gigitannya bisa berakibat fatal. Sebab, dalam menit-menit pertama setelah gigitan maka jaringan akan membengkak dan sebagian akan berwarna merah gelap.
“Kalau sudah bengkak biasanya rasa kaku dan nyeri akan meluas perlahan-lahan ke seluruh bagian yang tergigit. Rasa nyeri akan terasa terutama pada persendian antara luka dan jantung. Apabila tidak ditangani dengan baik, pendarahan internal dapat menyusul terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari kemudian, dan bahkan dapat membawa kematian,” tuturnya.
Erfanto Linangkung
Bantul
(ars)