Kekeringan, Air Kotor untuk Masak
A
A
A
SLAWI - Kekeringan akibat musim kemarau mulai melanda sejumlah wilayah di Kabupaten Tegal. Warga bahkan harus mengais air di sungai yang mengering untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
Hal itu dilakukan warga di Desa Jatimulya, Kecamatan Suradadi. Setiap hari warga harus bolak-balik ke Sungai Cenang yang melintasi desa untuk mengambil air sungai yang masih tersisa. Padahal kondisi air sudah kotor dan keruh karena bercampur lumpur. Salah seorang warga RT 01/RW 05 Desa Jatimulya, Ayunah, 37, mengaku terpaksa mengambil air dari sungai karena sumur miliknya sudah tidak dapat mengeluarkan air.
“Airnya untuk mandi, mencuci, dan masak,” ucapnya kemarin. Untuk memenuhi kebutuhan air dalam sehari, Ayunah harus antre sejak pukul 05.00 WIB dan pukul 15.00 WIB. Lantaran harus antre dan kondisi sungai yang sudah kering, butuh waktu hingga 3 jam untuk mendapatkan air sebanyak dua jeriken ukuran sekitar 20 liter. “Di sini tidak ada mata air, jadi sebisanya nyari air di mana. Kalau tidak, ya tidak mandi, tidak nyuci, dan masak,” ujarnya. Untuk kebutuhan minum, Ayunah dan warga lain harus membeli dengan harga Rp1.000 per jeriken.
“Kalau untuk minum tidak berani karena kotor. Harapannya ada bantuan air bersih biar tidak terus-terusan ngambilair kotor,” kata Ayunah. Hal senada diungkapkan Tohari, 42. Kesulitan mendapatkan air bersih sudah berlangsung selama dua pekan dan selalu berlangsung setiap kali musim kemarau datang. “Kalau musim hujan kebanjiran, kalau musim kemarau susah dapat air,” ujarnya kemarin.
Warga lainnya, Kiswoyo, mengatakan bahwa warga pernah mengandalkan air dari PAM swasta. Namun, saat ini sudah tidak lagi bisa digunakan karena sudah tidak bisa lagi mengeluarkan air. “Ngebornya hanya sedalam 50 meter, jadi sudah tidak bisa lagi mengeluarkan air. Selain itu, karena warga yang menggunakan juga banyak. Kalau dalamnya cuma segitu, tidak cukup,” ungkapnya.
Akhir tahun lalu dilakukan pembangunan proyek Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (Pamsimas). Namun, hingga saat ini belum dapat dimanfaatkan oleh warga. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tegal Tedjo Kisworo mengatakan belum mendapatkan laporan dari aparat pemerintah setempat terkait kesulitan air bersih yang dialami warga.
“Kami harap kepala desa atau camat bisa segera melaporkan kondisi agar kami punya data untuk mengupayakan bantuan dropping air bersih secepatnya,” katanya saat dihubungi kemarin. Pemkab memiliki dana untuk bantuan dropping air bersih tiap tahun. Pengguna anggarannya Bagian Ke-sejahteraan Rakyat (Kesra) dengan dana Rp50 juta. Tedjo juga mengaku sejauh ini belum menerima laporan krisis air bersih di kecamatankecamatan lain. Berdasarkan data BPBD, wilayah yang rawan kekeringan saat musim kemarau, di antaranya Kecamatan Suradadi, Warureja, Kedungbanteng, dan Jatinegara.
“Kami sudah sering sampaikan ke kepala desa dan camat dalam berbagai kesempatan agar segera lapor jika wilayahnya dilanda kekeringan dan butuh air bersih. Tapi saat ini kami belum terima laporan,” pungkasnya.
Farid firdaus
Hal itu dilakukan warga di Desa Jatimulya, Kecamatan Suradadi. Setiap hari warga harus bolak-balik ke Sungai Cenang yang melintasi desa untuk mengambil air sungai yang masih tersisa. Padahal kondisi air sudah kotor dan keruh karena bercampur lumpur. Salah seorang warga RT 01/RW 05 Desa Jatimulya, Ayunah, 37, mengaku terpaksa mengambil air dari sungai karena sumur miliknya sudah tidak dapat mengeluarkan air.
“Airnya untuk mandi, mencuci, dan masak,” ucapnya kemarin. Untuk memenuhi kebutuhan air dalam sehari, Ayunah harus antre sejak pukul 05.00 WIB dan pukul 15.00 WIB. Lantaran harus antre dan kondisi sungai yang sudah kering, butuh waktu hingga 3 jam untuk mendapatkan air sebanyak dua jeriken ukuran sekitar 20 liter. “Di sini tidak ada mata air, jadi sebisanya nyari air di mana. Kalau tidak, ya tidak mandi, tidak nyuci, dan masak,” ujarnya. Untuk kebutuhan minum, Ayunah dan warga lain harus membeli dengan harga Rp1.000 per jeriken.
“Kalau untuk minum tidak berani karena kotor. Harapannya ada bantuan air bersih biar tidak terus-terusan ngambilair kotor,” kata Ayunah. Hal senada diungkapkan Tohari, 42. Kesulitan mendapatkan air bersih sudah berlangsung selama dua pekan dan selalu berlangsung setiap kali musim kemarau datang. “Kalau musim hujan kebanjiran, kalau musim kemarau susah dapat air,” ujarnya kemarin.
Warga lainnya, Kiswoyo, mengatakan bahwa warga pernah mengandalkan air dari PAM swasta. Namun, saat ini sudah tidak lagi bisa digunakan karena sudah tidak bisa lagi mengeluarkan air. “Ngebornya hanya sedalam 50 meter, jadi sudah tidak bisa lagi mengeluarkan air. Selain itu, karena warga yang menggunakan juga banyak. Kalau dalamnya cuma segitu, tidak cukup,” ungkapnya.
Akhir tahun lalu dilakukan pembangunan proyek Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (Pamsimas). Namun, hingga saat ini belum dapat dimanfaatkan oleh warga. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tegal Tedjo Kisworo mengatakan belum mendapatkan laporan dari aparat pemerintah setempat terkait kesulitan air bersih yang dialami warga.
“Kami harap kepala desa atau camat bisa segera melaporkan kondisi agar kami punya data untuk mengupayakan bantuan dropping air bersih secepatnya,” katanya saat dihubungi kemarin. Pemkab memiliki dana untuk bantuan dropping air bersih tiap tahun. Pengguna anggarannya Bagian Ke-sejahteraan Rakyat (Kesra) dengan dana Rp50 juta. Tedjo juga mengaku sejauh ini belum menerima laporan krisis air bersih di kecamatankecamatan lain. Berdasarkan data BPBD, wilayah yang rawan kekeringan saat musim kemarau, di antaranya Kecamatan Suradadi, Warureja, Kedungbanteng, dan Jatinegara.
“Kami sudah sering sampaikan ke kepala desa dan camat dalam berbagai kesempatan agar segera lapor jika wilayahnya dilanda kekeringan dan butuh air bersih. Tapi saat ini kami belum terima laporan,” pungkasnya.
Farid firdaus
(ars)