Menolak Beri THR, PerusahaanTak Disanksi
A
A
A
YOGYKARTA - Selama ini karyawan merasa tunjangan hari raya alias (THR) adalah kewajiban perusahaan. Tapi, berdasarkan aturan yang berlaku, manajemen perusahaan yang tak memberikan THR tak bisa diseret ke meja hijau.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengakui tidak ada sanksi bisa diberikan pada perusahaan yang tak memberikan kewajibannya itu. “Tidak ada sanksi, ini hanya masalah good will (niat baik) dari perusahaan,” kata gubernur seusai menerima kunjungan Badan Akuntabilitas Publik Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Kepatihan Yogyakarta, kemarin.
Karena itu, Raja Keraton Yogyakarta ini mengungkapkan, pemberian THR merupakan persoalan kesadaran. Sultan pun mengklaim kesadaran perusahaan di DIY sudah relatif bagus. “Tahun lalu nggak ada perusahaan yang tidak membayar THR,” katanya. Sultan berharap tahun ini perusahaan di DIY tetap berkomitmen menyejahterakan karyawannya. “Harapan saya, bayarlah THR minimal seminggu sebelum hari H. Tak ada sanksi, tapi ini soal good will ,” kata pria bernama lahir BRM Herjuno Darpito itu.
Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY Sigit Sapto Raharjo mengungkapkan, Pemda DIY sudah melayangkan Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 3/- SE/VI/2015. SE itu menindaklanjuti Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) RI 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan. Menurut Sigit, salah satu poin dalam SE adalah imbauan pada perusahaan memberikan THR.
Untuk memastikan THR dipenuhi perusahaan, Disnakertrans DIY akan memantau langsung ke perusahaan-perusahaan mulai Rabu (24/6). “Kami juga sudah membentuk tim khusus pemantau THR. Tim tersebut ditempatkan di Kantor Disnakertrans Kabupaten dan Kota sekaligus menjadi PoskoPengaduanTHR,” ujarnya. Dari pengalaman tahun lalu, ujar dia, sebagian besar perusahaan tertib memberikan THR. Ada satu-dua perusahaan kecil menunda biasanya karena mengejar target penjualan saat Lebaran. Namun, THR tetap dibayarkan meski sudah mepet Idul Fitri.
“Idealnya memang paling lambat pada H-7 Lebaran,” ungkapnya. Berdasarkan catatan Disnakertrans DIY, total perusahaan di DIY mencapai 3.500 perusahaan. Dari jumlah itu hanya 340 perusahaan masuk kategori perusahaan besar. Sisanya adalah perusahaan kecil atau usaha kecil dan menengah (UKM). “Tahun lalu semuanya memberikan THR sesuai dengan kemampuan perusahaan,” ucap Sigit.
Sementara data Lembaga Ombudsman DIY selama 2012- 2014 menerima 101 laporan dan aduan ketenagakerjaan. Dari jumlah itu hanya satu aduan pekerja yang tidak mendapatkan hak THR. Namun, sebagian besar adalah kasus pemutusan hubungan kerja, disusul penahanan ijazah dan sertifikat tanah, serta mutasi sepihak. Apa yang disampaikan Pemda DIY terkait kepatuhan perusahaan membayar THR disangkal Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) Kirnadi.
Dia membantah tahun lalu semua perusahaan di provinsi ini memberikan THR kepada karyawannya. “Ada yang tidak memberi, jumlahnya memang sedikit. Yang paling banyak membayar (THR) telat, dua-tiga hari sebelum Lebaran baru dibayarkan,” ujarnya, kemarin. Kirnadi mengakui, persoalan THR memang akibat tidak ada sanksi tegas bagi perusahaan yang tak menunaikan kewajibannya.
“Dalam UU Nomor 13/2003, perusahaan tidak bisa dibawa ke perdata maupun pidana soal THR,” ucapnya. Dia menilai dalam UU tersebut tidak ada sanksi tegas. Namun tegas dia, pemerintah sebenarnya bisa melakukan dengan memberi sanksi administratif kepada perusahaan yang membandel. “Kalau ada komitmen, Pemda DIY bisa mencabut usahanya. Ini bertujuan agar ada efek jera bagi perusahaan yang tidak membayarkan THR,” kata Kirnadi.
Selain itu, jika ada perusahaan tidak membayarkan THR, Pemda DIY harus berani memublikasikannya. “Harus dipublis, bukan malah ditutup-tutupi. Kalau seperti itu (ditutup-tutupi) kapan efek jeranya bisa muncul,” kritiknya.
Ridwan anshori
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengakui tidak ada sanksi bisa diberikan pada perusahaan yang tak memberikan kewajibannya itu. “Tidak ada sanksi, ini hanya masalah good will (niat baik) dari perusahaan,” kata gubernur seusai menerima kunjungan Badan Akuntabilitas Publik Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Kepatihan Yogyakarta, kemarin.
Karena itu, Raja Keraton Yogyakarta ini mengungkapkan, pemberian THR merupakan persoalan kesadaran. Sultan pun mengklaim kesadaran perusahaan di DIY sudah relatif bagus. “Tahun lalu nggak ada perusahaan yang tidak membayar THR,” katanya. Sultan berharap tahun ini perusahaan di DIY tetap berkomitmen menyejahterakan karyawannya. “Harapan saya, bayarlah THR minimal seminggu sebelum hari H. Tak ada sanksi, tapi ini soal good will ,” kata pria bernama lahir BRM Herjuno Darpito itu.
Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja, dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY Sigit Sapto Raharjo mengungkapkan, Pemda DIY sudah melayangkan Surat Edaran (SE) Gubernur Nomor 3/- SE/VI/2015. SE itu menindaklanjuti Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) RI 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan. Menurut Sigit, salah satu poin dalam SE adalah imbauan pada perusahaan memberikan THR.
Untuk memastikan THR dipenuhi perusahaan, Disnakertrans DIY akan memantau langsung ke perusahaan-perusahaan mulai Rabu (24/6). “Kami juga sudah membentuk tim khusus pemantau THR. Tim tersebut ditempatkan di Kantor Disnakertrans Kabupaten dan Kota sekaligus menjadi PoskoPengaduanTHR,” ujarnya. Dari pengalaman tahun lalu, ujar dia, sebagian besar perusahaan tertib memberikan THR. Ada satu-dua perusahaan kecil menunda biasanya karena mengejar target penjualan saat Lebaran. Namun, THR tetap dibayarkan meski sudah mepet Idul Fitri.
“Idealnya memang paling lambat pada H-7 Lebaran,” ungkapnya. Berdasarkan catatan Disnakertrans DIY, total perusahaan di DIY mencapai 3.500 perusahaan. Dari jumlah itu hanya 340 perusahaan masuk kategori perusahaan besar. Sisanya adalah perusahaan kecil atau usaha kecil dan menengah (UKM). “Tahun lalu semuanya memberikan THR sesuai dengan kemampuan perusahaan,” ucap Sigit.
Sementara data Lembaga Ombudsman DIY selama 2012- 2014 menerima 101 laporan dan aduan ketenagakerjaan. Dari jumlah itu hanya satu aduan pekerja yang tidak mendapatkan hak THR. Namun, sebagian besar adalah kasus pemutusan hubungan kerja, disusul penahanan ijazah dan sertifikat tanah, serta mutasi sepihak. Apa yang disampaikan Pemda DIY terkait kepatuhan perusahaan membayar THR disangkal Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) Kirnadi.
Dia membantah tahun lalu semua perusahaan di provinsi ini memberikan THR kepada karyawannya. “Ada yang tidak memberi, jumlahnya memang sedikit. Yang paling banyak membayar (THR) telat, dua-tiga hari sebelum Lebaran baru dibayarkan,” ujarnya, kemarin. Kirnadi mengakui, persoalan THR memang akibat tidak ada sanksi tegas bagi perusahaan yang tak menunaikan kewajibannya.
“Dalam UU Nomor 13/2003, perusahaan tidak bisa dibawa ke perdata maupun pidana soal THR,” ucapnya. Dia menilai dalam UU tersebut tidak ada sanksi tegas. Namun tegas dia, pemerintah sebenarnya bisa melakukan dengan memberi sanksi administratif kepada perusahaan yang membandel. “Kalau ada komitmen, Pemda DIY bisa mencabut usahanya. Ini bertujuan agar ada efek jera bagi perusahaan yang tidak membayarkan THR,” kata Kirnadi.
Selain itu, jika ada perusahaan tidak membayarkan THR, Pemda DIY harus berani memublikasikannya. “Harus dipublis, bukan malah ditutup-tutupi. Kalau seperti itu (ditutup-tutupi) kapan efek jeranya bisa muncul,” kritiknya.
Ridwan anshori
(ars)