Ahli Tasawuf-Thoriqoh, Tujuh Keturunannya Jadi Bupati

Selasa, 23 Juni 2015 - 07:51 WIB
Ahli Tasawuf-Thoriqoh,...
Ahli Tasawuf-Thoriqoh, Tujuh Keturunannya Jadi Bupati
A A A
Di antara kompleks ma kam Sunan Katong dengan Kiai Guru atau Kiai Asyíari terdapat jalan kecil menurun ke arah utara.

Jalan paving selebar sekitar dua meter itu menuju kompleks ma kam Pangeran Juminah. Pepohonan dan pemukiman menghiasi sepanjang jalan sekitar dua kilometer tersebut. Makam pangeran yang bernama asli Raden Bagus Prakoso itu juga ramai dikunjungi para peziarah di kompleks makam ulama di Bukit Jabal Nur, Desa Protomulyo, Kecamatan Kaliwungu Selatan, Kabupaten Kendal. Pangeran Juminah datang ke Kaliwungu sekitar tahun 1626 Masehi, jauh setelah kedatangan Sunan Katong yakni tahun 1411 Masehi.

Nama Pangeran Juminah sangat melekat bagi masyarakat Kabupaten Kendal, terutama Kecamatan Kaliwungu. Itu karena ulama ahli tasawuf dan thoriqoh ini melahirkan pe mimpin-pemimpin pertama Kabupaten Kendal dari garis keturunannya, yang saat itu pusat pemerintahannya masih di Kaliwungu. Untuk melihat sejarah lebih dekat, KORAN SINDO berkesempatan menemui juru kunci makam Pangeran Juminah, Mas Ngabehi Rekso Hastono Budi Utomo yang akrab disapa Pak Tomo.

“Pangeran Juminah itu masih keturunan Mataram dari Ki Ageng Lempuyang. Beliau datang ke Kendal (Kaliwungu) untuk menyebarkan agama Islam dengan bekal ahli tasawuf dan thoriqoh,” ujar Pak Tomo. Desa Protomulyo saat itu masih berupa hutan belantara meskipun beberapa ratus tahun sebelumnya Sunan Katong sudah menginjakkan kaki di Kaliwungu.

Pangeran Juminah membuka hutan men jadi permukiman dibantu oleh sahabatnya, yakni Pangeran Purboyo, Adipati Sumenep, dan Adipati Madiun. “Sejak saat itu penyebaran Islam dimulai dengan mendirikan padepokan-padepokan untuk menempa agama Islam. Terutamanya tasawuf dan thoriqoh. Hal ini sebagai langkah untuk melanjutkan perjuangan Sunan Katong dan Kiai Guru, penyebar Islam sebelumnya,” paparnya.

Di balik penyebaran Islam, Pangeran Juminah mempunyai harapan besar terhadap keturunannya supaya nanti mampu menjadi pemimpin (bupati) Kaliwungu. Harapan itu benar-benar terwujud setelah cucunya, Raden Tanoyo, menjadi Bupati Kaliwungu pertama dengan gelar Ronggo Hadimenggolo I. “Mulanya yang mau diangkat jadi bupati pertama anaknya yang bernama Ki Ageng Wongso Prono, tapi tidak mau dan memilih menyebarkan Islam di wilayah Yogyakarta.

Nah , Raden Tanoyo ini adalah putra Ki Ageng Wongso Prono,” ungkap dia. Keturunan Pangeran Ju - minah ini memimpin Kali wu - ngu hingga ketujuh kalinya. Enam selanjutnya adalah Raden Dipoyono, Raden Rono Diwiryono, Sugi Raden, Raden Tanjono dengan gelar Hadinegoro I, Raden Sumo Diwiryo dengan gelar Hadinegoro II, dan ke bupati ketujuh bergelar Hadinegoro III. Setelah pusat pemerintahan dipindah ke Kendal, keturunan Pangeran Juminah masih menempati orang nomor satu, yakni Purbaningrat, Notonegoro, Noto Amiprojo, Noto Projo, dan Noto Amijoyo.

“Berarti tujuh keturunannya memimpin Kaliwungu, dan lima lagi memimpin Kendal. Setelah itu, saya kurang tahu pemimpin Kendal selanjutnya dari keturunan siapa. Karena pada saat itu keturunan Pangeran Juminah sudah banyak yang menjadi orang penting di pemerintah pusat (Jakarta),” papar Pak Tomo. Kendati demikian, dia tidak menjelaskan detail terkait ajaran Pangeran Juminah dalam memberikan bekal ilmu tata pemerintahan kepada keturunannya.

“Ya , sebagai pemimpin harus memikirkan rakyatnya. Selain bersosial, juga taat beragama,” ucapnya. Aisyah, warga Desa Protomulyo, mengatakan makam Pangeran Juminah selalu ramai dikunjungi peziarah, terutama Jumat Kliwon. Makam Pangeran Juminah di Desa Protomulyo berdampingan dengan Raden Tanoyo dan istrinya.

“Selain peziarah umum, terkadang juga dari kalangan pejabat. Barangkali mencari petunjuk karena Pangeran Juminah yang melahirkan pemimpin-pemimpin Kendal terdahulu,” ungkapnya.

Wikha Setiawan
Kendal
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7306 seconds (0.1#10.140)