Pemerintah Diminta Tinjau Ulang PLTN

Selasa, 16 Juni 2015 - 09:44 WIB
Pemerintah Diminta Tinjau...
Pemerintah Diminta Tinjau Ulang PLTN
A A A
SEMARANG - Masih tingginya risiko keamanan dan banyaknya penolakan hendaknya menjadi pertimbangan pemerintah untuk meninjau ulang rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan oleh mantan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro dalam seminar nasional bertema “Optimalisasi Pengelolaan Energi untuk Menjamin Ketahanan Energi” di Ruang Prof Ir Soemarman Gedung Program Pascasarjana Undip, Semarang, kemarin.

Menurut Purnomo, pengembangan energi terbarukan oleh negara-negara di dunia saat ini justru lebih banyak berfokus pada pengembangan energi terbarukan yang berasal dari gas, energi matahari, serta energi panas bumi. Sementara untuk pemenuhan kebutuhan energi melalui pengembangan energi nuklir tidak banyak kemajuan, apalagi sangat terkait dengan situasi keamanan serta politik suatu negara.

“Dalam laporan The World Energy Outlook, memang pengembangan energi nuklir paling rendah terjadi di Chernobyl dan Jepang. Dan sekarang juga yang jadi isu global adalah di Iran. Karena memang untuk mengubah nuklir dari energi pembangkit listrik menjadi senjata itu sangat mudah,” kata Purnomo.

Karena itu, mantan Menteri Pertahanan (Menhan) era Presiden SBY ini meminta kepada pemerintah dan DPR meninjau kembali rencana pembangunan PLTN sesuai dengan peraturan Pemerintah 79 Tahun 2014 tentang kebijakan energi nasional. Sesuai aturan itu, pengembangan tenaga nuklir merupakan alternatif terakhir sehingga pemerintah harus mengedepankan energi terbarukan lainnya.

Menurut anggota Dewan Energi Nasional Herman Darnel Ibrahim, untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat saat ini, pemerintah seharusnya lebih banyak berfokus pada penggunaan batubara dan gas. Penggunaan kedua komoditas tersebut justru lebih murah dibandingkan dengan penggunaan PLTN.

Ahmad antoni
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1684 seconds (0.1#10.140)