DL Sitorus Serang Balik Menteri Tedjo

Rabu, 10 Juni 2015 - 09:31 WIB
DL Sitorus Serang Balik Menteri Tedjo
DL Sitorus Serang Balik Menteri Tedjo
A A A
MEDAN - Raja Darianus Lungguk (DL) Sitorus balik menyerang Menteri Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edhy Purdijatno yang menuding dirinya telah menghasut masyarakat atau pekerja agar berbenturan dengan pemerintah.

Melalui kuasa hukumnya, Tongku Lubuk Hasibuan, DL Sitorus menyatakan, tudingan tersebut tidak berdasar dan cenderung fitnah. “Maka saya sangat terkejut membaca berita di koran hari ini (kemarin), terutama KORAN SINDO MEDAN yang berjudul DL Sitorus Dituding Hasut Masyarakat. Menghasut yang bagaimana? Itu tidak benar. Itu pernyataan yang tak berdasar dan fitnah,” kata Tongku Lubuk Hasibuan kepada KORAN SINDO MEDAN , kemarin.

Menurut dia, ada gerakan penolakan eksekusi dari ribuan masyarakat adat dan pekerja dari Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan (KPKSBH) di Padanglawas dan Padanglawas Utara adalah gerakan spontan. Hal itu akibat ada pernyataan Menteri Lingkungan dan Kehutanan Hidup Siti Nurbaya di media massa yang akan mengeksekusi fisik terhadap lahan seluas 47.000 hektare. Eksekusi itu sebagaimana tertuang dalam putusan pidana Mahkamah Agung (MA) terhadap DL Sitorus dengan nomor 2642 K/PID/2006 tanggal 12 Februari 2007.

“Jadi, tidak ada mengagitasi masyarakat, tidak benar itu. Kami protes dengan pemberitaan dan pernyataan itu,” katanya. Masyarakat adat menolak eksekusi karena lahan itu adalah tanah adat ulayat mereka yang diduduki selama tujuh generasi. Artinya, negara Indonesia belum terbentuk mereka sudah menduduki kawasan itu sebagai tanah adat ulayat. Untuk memperkuat kepemilikan tanah adat itu, masyarakat mengonversinya dalam bentuk sertifikat hak milik (SHM) 1.820 SHM dan 2.650 surat keterangan tanah (SKT).

Selain itu, ada 30.000 jiwa masyarakat adat kini hidup sejahtera secara ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan sosial, dari lahan itu dengan pengelolaan bersama masyarakat adat. Adapula Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan (KPKS-BH). Karena itu, tanah adat itu adalah hidup masyarakat, maka diwakili 30 tokoh- tokoh adat dari tiga Luhat, yaitu Luhat Ujung Batu, Luhat Simangambat, dan Luhat Huristak, sebanyak 30.000 jiwa bermukim di 62 desa melakukan protes ke berbagai pihak.

Sebagaimana diberitakan, seusai Rapat Koordinasi (Rakor) Penyelesaian Kisruh Aset Negara di Kantor Gubernur Sumut di Medan, Senin (8/6), Menkopolhukam Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan, Raja DL Sitorus yang saat ini menduduki lahan Register 40 Padanglawas, telah mengagitasi masyarakat atau pekerja di lahan itu agar berbenturan dengan pemerintah.

Padahal pemerintah tidak akan mengorbankan masyarakat yang berada di sana dan pemerintah akan melakukan pendekatan persuasif kepada pihak yang mengagitasi masyarakat tersebut. Pemerintah akan keras dalam penegakan hukumnya, namun tetap melihat situasi yang berkembang. Karena itu, eksekusi tidak dilakukan sekarang karena pemerintah tidak mau ada jatuh korban jiwa.

“Sesuai perintah Presiden RI, manajemennya akan diubah ke negara. Setelah manajemen dialihkan, maka pemasukan akan beralih ke kas negara, tidak lagi pada orang per orang di Register 40. Adapun pekerja dan masyarakat di sana tetap bekerja seperti biasa,” ujarnya. Tongku Lubuk Hasibuan melanjutkan, pada Senin (1/6) lalu, utusan masyarakat adat diterima dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi A dan B DPRD Sumut.

Hasilnya, Komisi A dan Komisi B DPRD Sumut sepakat mendukung penolakan masyarakat adat terhadap rencana eksekusi sebagaimana dilansir Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Untuk memperkuat dukungan itu, pada 3-4 Juni lalu, Komisi A DPRD Sumut meninjau langsung ke lokasi Register 40 Padanglawas. Di situ anggota dewan langsung bertemu dengan masyarakat dan melihat realitas yang ada.

“Hari ini (kemarin) Komisi A DPRD Sumut juga sudah berangkat ke Jakarta menemui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Jaksa Agung untuk menyampaikan sikap penolakan eksekusi tersebut. Kami juga sudah sampaikan ini ke hampir semua media terbitan Medan dengan langsung mendatangi kantornya. Ini merupakan upaya menjelaskan kepada publik bahwa fakta-fakta hukum di objek sengketa telah berkembang, yang mengakibatkan status kawasan hutan Register 40 Padanglawas menjadi tidak jelas dan tidak berkepastian hukum,” tuturnya.

Adapun perkembangan hukum di objek sengketa, yakni putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sampai tingkat peninjauan kembali (PK) yang memenangkan KPKS BH atas Kementerian Kehutanan sebagai pihak berhak mengelola lahan itu hingga 2027. Memperkuat putusan itu, Ketua PTUN Jakarta selaku pengawas pelaksanaan putusan PTUN yang berkekuatan hukum, telah tiga kali menyurati Menteri Kehutanan (Menhut) agar melaksanakan putusan PTUN tersebut.

Selanjutnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 45/2011 menyatakan sebuah kawasan sah sebagai kawasan hutan harus melalui empat tahap, penunjukan, penataan batas, pemetaan, pengukuhan, dan penetapan. Sementara objek sengketa dinyatakan sebagai kawasan hutan baru satu tahap, yaitu penunjukan melalui SK Menhut No 44/2005. Dengan putusan MK No 45 ini, maka kepastian hukum kawasan Register 40 Padanglawas sebagai kawasan hutan menjadi tidak jelas dan tidak mempunyai kepastian hukum.

Kemudian ada juga putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap memenangkan KUD Serbaguna sebagai pihak sah memiliki lahan di Register 40 Padanglawas seluas 1.248 ha di Desa Parsombahon, Kecamatan Lubuk Barumun, Kabupaten Padanglawas. Padahal lahan itu termasuk kawasan hutan Register 40.

“Jadi, dengan kaitan faktafakta di atas menjadi tidak benar tudingan kalau DL Sitorus melakukan agitasi atau menghasut. Kami menilai justru pemerintah yang mencoba memprovokasi masyarakat adat dengan memanfaatkan media massa. Adapun bentuk provokasi itu adalah pernyataan pemerintah akan mengambilalih manajemen, yang memicu masyarakat resah dan marah,” ujarnya.

Sementara Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut), Chandra Purnama mengatakan, pengambilalihan manajemen akan dilakukan pada lahan Register 40 yang kini dikuasai PT Torganda. Menurut dia, pengambilalihan manajemen itu harus segera dilaksanakan untuk menjalankan putusan MA. “Ya, seperti yang disebutkan Pak Jaksa Agung Muhammad Prasetyo kemarin (8/6), pengambilalihan manajemen di Register 40 itu harus segera dilakukan.

Namun, bagaimana teknisnya itu nanti Kemenhut yang tentukan. Yang pasti masyarakat tidak akan kehilangan mata pencaharian. Hanya manajemennya yang diambil alih negara,” katanya, kemarin. Menurut dia, dalam putusan MA lahan seluas 47.000 ha yang sekarang dikuasai PT Torganda harus dirampas untuk negara. Surat rampasan itu sudah diserahkan Kejati Sumut ke Dinas Kehutanan Sumut pada 2009 lalu sehingga tidak ada lagi eksekusi dari Kejaksaan.

Hanya sejak itu sampai sekarang negara belum ada menerima apa pun dari hasil lahan di Register 40 yang telah ditanami kelapa sawit. Terpisah, Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul mengatakan, dalam sengketa lahan Register 40 ini pemerintah yang lemah dengan menelantarkan lahan ratusan ribu hektare itu. Selama ini pemerintah tidak pernah bertindak dengan membiarkan lahan itu telantar tanpa digunakan.

“Begitu sekarang lahan itu sudah menghasilkan, baru sibuk mau dieksekusi. Saya katakan, melakukan itu (eksekusi) tidak mudah, Bos. Kalau menggunakan Undang-Undang Agraria, kenapa selama ini dibiarkan tanah itu, kalau itu tanah kita harus kita kuasai, tapi kenapa selama ini ditelantarkan. Jadi, kalau dalam hukum agraria, kalau ditelantarkan, maaf saja, fifty-fifty lho, bagi dua. Jadi, kalau sudah seperti sekarang ini, yang dicari harus win-win solution. Tidak bisa main sita begitu saja,” katanya ketika dikonfirmasi KORAN SINDO MEDAN, kemarin.

Komisi A DPRD Sumut telah menjadwalkan pertemuan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hari ini, Rabu (10/6), guna membahas hasil kunjungan kerja di kawasan hutan Register 40 baru-baru ini. Banyak kejanggalan diperoleh Komisi A selama berada di lokasi itu. Anggota Komisi A DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan mengatakan, jika lahan itu diklaim sebagai kawasan hutan, namun kenyataannya ada sejumlah kantor pemerintah desa dan kecamatan, pasar, sekolah puskesmas, jalan raya, dan fasilitas publik, yang sudah berdiri di sana dan dibangun serta dipelihara menggunakan anggaran negara.

Karena itu dalam pertemuan nanti, dewan ingin mendesak pemerintah jujur dalam menerangkan kondisi eksisting yang ada di lapangan. Pemerintah harus berani menyatakan dari luas sekitar 178.000 ha hutan di Register 40, berapa sesungguhnya yang masih eksis sebagai kawasan hutan. Harus juga disebutkan dengan jelas areal itu masuk dalam kategori hutan seperti apa. Mengingat ada 43 perusahaan dan koperasi ditambah perusahaan perkebunan milik BUMN yang menggarap lokasi itu sebagai perkebunan.

“Dan yang anehnya mengapa bisa keluar sertifikat hak milik Badan Pertanahan Nasional (BPN) jika memang lahan itu kawasan hutan,” kata politikus PDI Perjuangan itu. Menurut dia, pemerintah harus mengaudit menyeluruh surat keputusan (SK) Menhut yang menetapkan kawasan itu sebagai hutan Register 40 agar pemerintah konsisten dan taat asas. Kemudian umumkan ke publik hasilnya dengan jujur bagian mana perlu diubah dan diperbarui. Sebab di dalamnya banyak fasilitas publik dan lahan masyarakat yang bersertifikat.

Komisi A meminta pemerintah mendata terlebih dulu kelompok masyarakat maupun badan usaha yang melakukan aktivitas di kawasan itu. Selain itu, menghitung potensi kerugian negara yang terjadi akibat penguasaan lahan Register 40. Jangan pula sampai merugikan masyarakat yang sudah memiliki hak ulayat serta sertifikat asli BPN atas lahan tersebut. Sutrisno pun menilai pernyataan Menkopolhukam yang menyebutkan ada pihak melakukan agitasi ke masyarakat adalah keliru.

Justru pernyataan itu sangat provokatif dan memancing amarah warga yang benar-benar murni berjuang mempertahankan hak atas tanahnya. Sejauh ini Komisi A DPRD Sumut masih sulit membayangkan bagaimana formulasi eksekusi yang dilakukan pemerintah. Sebab dalam istilah hukum tidak ada bahasa eksekusi manajemen.

“Banyak kejanggalan dan pertanyaan yang perlu kami sampaikan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Karena itu kami berinisiatif menemuinya di Jakarta besok (hari ini),” kata mantan aktivis ini.

Panggabean hasibuan/ m rinaldi khair
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3770 seconds (0.1#10.140)