DL Sitorus Dituding Hasut Masyarakat

Selasa, 09 Juni 2015 - 10:17 WIB
DL Sitorus Dituding Hasut Masyarakat
DL Sitorus Dituding Hasut Masyarakat
A A A
MEDAN - Raja Darianus Longguk (DL) Sitorus yang saat ini menduduki lahan Register 40 Padanglawas dituding mengagitasi masyarakat atau pekerja di lahan itu agar berbenturan dengan pemerintah. Padahal pemerintah tidak akan mengorbankan masyarakat yang berada di sana.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Tedjo Edhy Purdijatno menegaskan, penghasutan tersebut sangat jelas terlihat ketika pemerintah hendak mengambil alih lahan itu dari DL Sitorus. Pemerintah akan melakukan pendekatan persuasif kepada pihak yang mengagitasi masyarakat untuk memberikan perlawanan.

Pemerintah akan keras dalam penegakan hukumnya, namun tetap melihat situasi berkembang. Karena itu, eksekusi tidak dilakukan sekarang karena pemerintah tidak mau ada jatuh korban jiwa. “Ini akan ditangani dengan baik. Sesuai perintah Presiden RI, manajemennya akan diubah ke negara. Setelah manajemen dialihkan, maka pemasukan akan beralih ke kas negara, tidak lagi pada orang per orang di Register 40.

Adapun pekerja dan masyarakat di sana tetap bekerja seperti biasa,” katanya seusai Rakor Penyelesaian Kisruh Aset Negara dengan Menkopolhukam dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) Sumut, di Kantor Gubernur Sumut di Medan, kemarin. Pemerintah memastikan tetap mengambilalihkan manajemen di lahan Register 40 Padanglawas.

Tak hanya perusahaan milik DL Sitorus, tapi semua perusahaan di atas lahan itu akan diambil negara. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar mengatakan, yang terjadi di Register 40 adalah pembiaran terlalu lama. “Tidak saja pembiaran eksekusi, tapi juga sejak awal perizinan di sana bermasalah,” katanya. Menurut dia, Presiden Joko Widodo sudah menegaskan langkah penegakan hukum harus dijalankan karena semua ada dasar hukumnya. Semua perusahaan di Register 40 juga harus dibersihkan.

“Presiden minta harus ada langkah tegas. Saat ini semua (perusahaan) sudah ditangani. Ada yang ditangani Polri, ada yang di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Yang jelas ini akan diselesaikan (pengambilalihan) karena sudah terlalu lama terjadi pembiaran,” ucapnya. Di tempat sama, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menambahkan, pengambilalihan manajemen di Register 40 yang akan dilakukan tidak akan membuat masyarakat kehilangan mata pencaharian.

“Nanti mereka tidak lagi berhubungan dengan DL Sitorus, tapi dengan manajemen baru. Siapa manajemen barunya, nanti akan diatur Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Menteri BUMN. Tahapannya akan diatur sedemikian rupa. Ini sudah terlalu lama dari 2009 tak selesai. Kami harap semua pihak bisa memahami ini,” ungkapnya.

Dia mengakui banyak perusahaan lain berada dalam Register 40 Padanglawas. Penanganan hukum untuk perusahaan- perusahaan itu akan berjalan pada waktunya. “Semua ada gilirannya. Sabar dulu. Sekarang kami fokus pada putusan Mahkamah Agung yang sudah inkrah. Itu harus dilaksanakan, yang lain menyusul,” katanya. Sebelumnya Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumut, Halen Purba mengakui, ada puluhan usaha perkebunan yang menguasai Register 40.

Bahkan, dari 178.508 hektare (ha) luas hutan lindung kini hanya tersisa 30%. Dalam sejarahnya, hutan lindung Register 40 sudah ditetapkan sejak masa Belanda seluas 75.000 ha pada 1924. Selanjutnya pada 1982 dengan terbitnya tata guna hutan, kawasan Register 40 bertambah menjadi 178.508 ha. Setelah itu, pada 2014 terbit SK Menteri Kehutanan P.12/Menhut-II/2014 yang intinya adalah kerja sama pemanfaatan barang milik negara, yakni lahan yang dieksekusi berdasarkan Putusan MA Nomor 2642 K/PID/2006 tanggal 12 Februari 2007.

Sementara Tongku Nasakti, keluarga DL Sitorus mengatakan, sangat aneh jika Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan akan mengeksekusi semua lahan Register 40 di Padanglawas yang total 178.508 hektare (ha). Menurut dia, menteri tersebut tidak mengerti hukum dan asal berbicara.

“Menhut tahu tidak di dalam lahan Register 40 itu juga ada KUD Serbaguna dengan total luas lahannya 1.248 ha. KUD Serbaguna ini di lahan Register 40 dan menggugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas penetapan lahan itu. Hasilnya apa? Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kalah, lahan itu tetap milik KUD Serbaguna. Nah, sekarang kenapa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang kalah tidak pernah dipublikasikan.

Tiba-tiba ngotot tetap akan mengeksekusi. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak melihat fakta hukum yang ada, asal bicara saja,” katanya ketika dikonfirmasi wartawan kemarin. Menurut dia, para anggota Komisi A DPRD Sumut pun sudah langsung melihat lahan KUD Serbaguna itu merupakan bagian dari 178.508 ha kawasan hutan Register 40 Padanglawas.

“Dengan fakta hukum ini, mestinya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah harus paham dan tak lagi memaksakan kehendak untuk mengeksekusi. Perkaranya ini sudah inkrah. Karena apa? Karena penetapan lahan Register 40 itu tidak sesuai standar yang diputuskan Mahkamah Konstitusi. Nah, lahan 47.000 ha yang dikelola CV Bukit Harapan ini juga sama posisinya dengan lahan KUD Serbaguna,” ujarnya.

Terpisah, kuasa hukum KUD Serbaguna, Hasrul Benni Harahap mengatakan, awalnya lahan KUD Serbaguna memang masuk areal kawasan hutan Register 40 sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Menhut No 44/2005. Namun, setelah mereka gugat perdata ke pengadilan, terungkap fakta bahwa penetapan lahan itu menjadi kawasan hutan tak sesuai dengan putusan MK No 45/2012.

“Putusan MK itulah yang kami pakai sebagai alat bukti di persidangan hingga tingkat kasasi ke MA, dan berujung dimenangkan KUD Serbaguna, “ katanya. Saat ini perkara tersebut telah inkrah atau berkekuatan hukum tetap sehingga masyarakat yang beraktivitas di areal milik KUD Serbaguna bisa dengan tenang bekerja mengelola perkebunan kelapa sawit.

Adapun anggota Komisi A DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan mengatakan, setelah mereka melakukan kunjungan kerja ke kawasan hutan Register 40 beberapa waktu lalu, memastikan ada diskriminasi hukum yang terjadi di sana. “Sebab ada yang dihukum, namun di sisi lain banyak perusahaan lain tetap beroperasi,” katanya. Anggota Komisi A lainnya, Januari Siregar mengatakan, berdasarkan putusan MK No 45/2012 bahwa sebuah kawasan baru sah menjadi kawasan hutan jika melalui empat tahapan, yakni penunjukan, penataan batas, pemetaan, serta penetapan dan pengukuhan.

Sementara di Register 40, Kemenhut hanya menetapkan melalui satu tahap, yakni penunjukan melalui SK Menhut No 44/2005. “Putusan MK itu harus menjadi yurisprudensi bagi Kemenhut dalam hal menentukan kembali status Register 40,” katanya.

Fakhrur rozi/ panggabean hasibuan/ m rinaldi khair
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7967 seconds (0.1#10.140)