Harini Bantah Lakukan Korupsi
A
A
A
SEMARANG - Staf Ahli Wali Kota Semarang Harini Krisniati membantah telah melakukan tindak pidana korupsi dalam program Semarang Pesona Asia (SPA) tahun 2007.
Hal itu dikatakan Harini dalam persidangan lanjutan dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tipikor Semarang kemarin. Dalam pledoi setebal 18 halaman tersebut, Harini melalui tim penasihat hukumnya membantah dalil-dalil jaksa yang mendakwa dirinya melakukan tindak pidana korupsi sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp520 juta.
“Dakwaan jaksa tersebut tidak benar karena klien kami bukanlah orang yang harus dimintai pertanggungjawaban pidana atas perkara ini,” kata salah satu kuasa hukum terdakwa, Musyafak di hadapan majelis hakim yang diketuai Gatot Susanto. Harini bukanlah orang yang harus dimintai pertanggungjawaban dalam perkara a quo . Sebab, saat peristiwa terjadi, terdakwa hanya sebagai sekretaris sekaligus pengguna anggaran (PA).
“Sementara kasus ini sesuai dakwaan jaksa, muncul karena adanya kerugian negara akibat adanya kuitansi atau tanda terima pembayaran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau fiktif. Sementara terdakwa tidak ada hubungannya dengan itu karena adanya kuitansi fiktif adalah tanggung jawab dari Kuasa Pengguna Anggaran Sri Untari, bendahara kegiatan Evansene Martins, dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Sita Dewi,” papar Musyafak.
Tugas dan fungsi terdakwa sebagai sekretaris dan pengguna anggaran hanya bersifat administratif, yakni hanya menerbitkan surat perintah membayar (SPM) atas surat permintaan pembayaran (SPP) dari pihak lainnya.
“Dasar keluarnya SPM dan SPP itu adalah dokumen A2 yang berisi kuitansi pembayaran, berkas pene-rimaan, pajak, dan lain-lain yang ditandatangani oleh KPA dan bendahara. Dengan demikian, sudah jelas bahwa adanya kuitansi fiktif dalam pembayaran bukan kesalahan terdakwa, tetapi KPA dan bendahara yang mengajukan dokumen A2 itu,” katanya.
Selain itu, Musyafak juga keberatan mengenai penghitungan kerugian keuangan negara yang digunakan jaksa. Di mana dalam dakwaan, hasil perhitungan kerugian negara bukanlah berasal dari audit BPK atau BPKP, melainkan hasil perhitungan penyidik. “Perhitungan yang demikian jelas tidak sah menurut hukum, karena penyidik tidak memiliki kewenangan melakukan perhitungan kerugian negara. Hal ini bertentangan dengan Pasal 1 angka 2 KUHAP,” ucapnya.
Untuk itu, majelis hakim diminta menolak secara keseluruhan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tersebut. Selain itu, hakim diminta membebaskan Harini dari segala dakwaan dan mengembalikan nama baiknya seperti semula.
Usai mendengar eksepsi terdakwa, ketua majelis hakim Gatot Susanto menawarkan kepada jaksa penuntut umum apakah akan menanggapi eksepsi terdakwa itu. Karena jaksa akan menanggapi eksepsi secara tertulis maka sidang ditunda hingga pekan depan. “Sidang ditunda pekan depan dengan agenda tanggapan jaksa penuntut umum atas eksepsi terdakwa,” kata Gatot.
Harini Krisniani ditetapkan sebagai tersangka korupsi SPA 2007 oleh penyidik Kejari Semarang awal Mei lalu. Status penyelidikan naik ke penyidikan sesuai surat perintah No Print- 01/0.3.10/Fd.1/01/2015 tanggal 5 Januari 2015. Harini kemudian ditahan pada Selasa (28/4), dan langsung jatuh pingsan sehingga harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Kasus ini bermula saat Kota Semarang mengadakan program Semarang Pesona Asia (SPA) tahun 2007. Proyek itu ditujukan untuk menarik wisatawan datang ke ibu kota Provinsi Jawa Tengah ini.. Dalam proyek tersebut Pemerintah Kota Semarang mengucurkan dana dari APBD sebesar Rp3,5 miliar.
Namun belakangan diketahui, bahwa dalam proyek itu terdapat dobel anggaran karena proyek itu juga mendapat dukungan dana dari pihak sponsor. Selain dari dana APBD, proyek itu juga didukung dana dari pihak sponsor dengan rincian Rp800 juta berupa uang dan bantuan properti dari salah satu perusahaan rokok senilai Rp1,5 miliar. Aliran dana SPA tersebut diduga, masuk rekening pribadi tersangka Harini.
Andika prabowo
Hal itu dikatakan Harini dalam persidangan lanjutan dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tipikor Semarang kemarin. Dalam pledoi setebal 18 halaman tersebut, Harini melalui tim penasihat hukumnya membantah dalil-dalil jaksa yang mendakwa dirinya melakukan tindak pidana korupsi sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp520 juta.
“Dakwaan jaksa tersebut tidak benar karena klien kami bukanlah orang yang harus dimintai pertanggungjawaban pidana atas perkara ini,” kata salah satu kuasa hukum terdakwa, Musyafak di hadapan majelis hakim yang diketuai Gatot Susanto. Harini bukanlah orang yang harus dimintai pertanggungjawaban dalam perkara a quo . Sebab, saat peristiwa terjadi, terdakwa hanya sebagai sekretaris sekaligus pengguna anggaran (PA).
“Sementara kasus ini sesuai dakwaan jaksa, muncul karena adanya kerugian negara akibat adanya kuitansi atau tanda terima pembayaran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau fiktif. Sementara terdakwa tidak ada hubungannya dengan itu karena adanya kuitansi fiktif adalah tanggung jawab dari Kuasa Pengguna Anggaran Sri Untari, bendahara kegiatan Evansene Martins, dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Sita Dewi,” papar Musyafak.
Tugas dan fungsi terdakwa sebagai sekretaris dan pengguna anggaran hanya bersifat administratif, yakni hanya menerbitkan surat perintah membayar (SPM) atas surat permintaan pembayaran (SPP) dari pihak lainnya.
“Dasar keluarnya SPM dan SPP itu adalah dokumen A2 yang berisi kuitansi pembayaran, berkas pene-rimaan, pajak, dan lain-lain yang ditandatangani oleh KPA dan bendahara. Dengan demikian, sudah jelas bahwa adanya kuitansi fiktif dalam pembayaran bukan kesalahan terdakwa, tetapi KPA dan bendahara yang mengajukan dokumen A2 itu,” katanya.
Selain itu, Musyafak juga keberatan mengenai penghitungan kerugian keuangan negara yang digunakan jaksa. Di mana dalam dakwaan, hasil perhitungan kerugian negara bukanlah berasal dari audit BPK atau BPKP, melainkan hasil perhitungan penyidik. “Perhitungan yang demikian jelas tidak sah menurut hukum, karena penyidik tidak memiliki kewenangan melakukan perhitungan kerugian negara. Hal ini bertentangan dengan Pasal 1 angka 2 KUHAP,” ucapnya.
Untuk itu, majelis hakim diminta menolak secara keseluruhan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) tersebut. Selain itu, hakim diminta membebaskan Harini dari segala dakwaan dan mengembalikan nama baiknya seperti semula.
Usai mendengar eksepsi terdakwa, ketua majelis hakim Gatot Susanto menawarkan kepada jaksa penuntut umum apakah akan menanggapi eksepsi terdakwa itu. Karena jaksa akan menanggapi eksepsi secara tertulis maka sidang ditunda hingga pekan depan. “Sidang ditunda pekan depan dengan agenda tanggapan jaksa penuntut umum atas eksepsi terdakwa,” kata Gatot.
Harini Krisniani ditetapkan sebagai tersangka korupsi SPA 2007 oleh penyidik Kejari Semarang awal Mei lalu. Status penyelidikan naik ke penyidikan sesuai surat perintah No Print- 01/0.3.10/Fd.1/01/2015 tanggal 5 Januari 2015. Harini kemudian ditahan pada Selasa (28/4), dan langsung jatuh pingsan sehingga harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Kasus ini bermula saat Kota Semarang mengadakan program Semarang Pesona Asia (SPA) tahun 2007. Proyek itu ditujukan untuk menarik wisatawan datang ke ibu kota Provinsi Jawa Tengah ini.. Dalam proyek tersebut Pemerintah Kota Semarang mengucurkan dana dari APBD sebesar Rp3,5 miliar.
Namun belakangan diketahui, bahwa dalam proyek itu terdapat dobel anggaran karena proyek itu juga mendapat dukungan dana dari pihak sponsor. Selain dari dana APBD, proyek itu juga didukung dana dari pihak sponsor dengan rincian Rp800 juta berupa uang dan bantuan properti dari salah satu perusahaan rokok senilai Rp1,5 miliar. Aliran dana SPA tersebut diduga, masuk rekening pribadi tersangka Harini.
Andika prabowo
(ftr)