Belum Lulus, Mahasiswi PTS Yogya Praktik di 5 Klinik
A
A
A
DEPOK - Nekat! Seorang mahasiswi Fakultas Kedokteran dari salah satu perguruan tinggi swasta (PTS) di Yogyakarta yang belum lulus berani praktik di lima klinik kesehatan sekaligus di Jawa Barat.
Pelaku berinisial A, 27, ini praktik di lima klinik di Depok, Bekasi, dan Cibinong, Jawa Barat. A mengaku hanya menjadi dokter pengganti di lima klinik itu dan bukan atas inisiatif dirinya. Pelaku mengaku diminta menggantikan dokter jaga di lima klinik jika dokter berhalangan hadir.
Dengan iming-iming sejumlah uang, maka A bersedia menjalani tugas itu. Pelaku pun bertindak layaknya dokter berpengalaman. Perempuan beranak satu anak ini memeriksa para pasiennya yang berjumlah lebih dari 100 orang. Dia juga memberikan resep atas diagnosa yang dilakukannya kepada pasien. Dari tiap klinik, A mendapatkan fee sebesar Rp50.000. bayaran itu didapat jika ada pasien berobat. Kalau tidak, A hanya mendapat bayaran sebagai penjaga klinik saja.
Awalnya, A sempat ragu tapi lama kelamaan menikmati “profesinya” ini. Hingga ada warga curiga dengan profesinya sebagai dokter. “Iya saya nggak punya surat izin praktik (SIP). Saya hanya menggantikan dokter jaga. Kalau ada pasien saya yang periksa dan kasih obat,” kata A di Polresta Depok, kemarin. A mengaku sudah berkeluarga dan suaminya tinggal di Depok.
Dia mengaku hanya memeriksa, memberi obat, dan tidak melakukan penyuntikan. Biasanya, pasien yang ditangani A mengalami gejala sakit perut dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). “Selama ini tidak ada yang salah obat atau diagnosa,” ujarnya. Selama menjalani profesi “dokter gadungan” A terpaksa cuti kuliah. Pelaku mengaku menyesal atas perbuatannya.
Ditanya sudah berapa lama buka praktik, dia menjawab pekerjaannya itu dilakoni sejak 2012. Tidak heran jumlah pasiennya sudah lebih dari 100 orang. Menurut dia, praktik dijalani di kawasan Depok, Bekasi, dan Cibinong. Kelima klinik itu adalah Klinik Yasmin, Cikampek, milik dokter Dewi; Klinik Medika Cakrawala milik dokter Hadi; Klinik Pelita Sehat Pomad, Kota Bogor, dan Klinik Pelita Sehat, Cibinong, milik dokter Junaidi; Klinik Nancy Kota Bekasi; dan Klinik Syaiful di Depok.
Kapolresta Depok AKBP Dwiyono mengungkapkan penangkapan pelaku berawal dari laporan warga yang curiga terhadap A. Karena A tidak memiliki SIP, tapi dia melakukan tindakan pengobatan seperti dokter. “Setelah diamankan diketahui pelaku praktik di lima tempat. Masing-masing klinik rata-rata ada 20 pasien yang sudah ditangani,” katannya. A ditangkap di Klinik Syaiful di Jalan KH Abdul Rahman, Pondok Terong, Cipayung, Depok, Rabu (20/5) pukul 20.30 WIB.
“Jumlah pasien bervariasi dari tiap klinik. Rata-rata satu klinik sekitar 20 pasien,” ungkapnya. Dari tiap klinik, A mendapat bayaran berbeda, yakni antara Rp300.000-Rp1,2 juta per bulan. “Dia melakukan pemeriksaan, pemberian resep obat, dan penyuntikan terhadap beberapa pasien,” ucap Kasat Reskrim Polresta Depok, Kompol Teguh Nugroho.
Terkait cara pelaku bisa bekerja di klinik, Teguh menuturkan, pelaku bisa bekerja lantaran hasil rekomendasi temantemannya di sosial media. A memiliki sejumlah teman di Facebook serta Whatsapp .
“Teman di sosmednya kemudian merekomendasikan A,” ujarnya. Pelaku kini masih menjalani pemeriksaan intensif. Dia dijerat Pasal 78, 77, dan atau 73 Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dengan ancaman lima tahun penjara.
R ratna purnama
Pelaku berinisial A, 27, ini praktik di lima klinik di Depok, Bekasi, dan Cibinong, Jawa Barat. A mengaku hanya menjadi dokter pengganti di lima klinik itu dan bukan atas inisiatif dirinya. Pelaku mengaku diminta menggantikan dokter jaga di lima klinik jika dokter berhalangan hadir.
Dengan iming-iming sejumlah uang, maka A bersedia menjalani tugas itu. Pelaku pun bertindak layaknya dokter berpengalaman. Perempuan beranak satu anak ini memeriksa para pasiennya yang berjumlah lebih dari 100 orang. Dia juga memberikan resep atas diagnosa yang dilakukannya kepada pasien. Dari tiap klinik, A mendapatkan fee sebesar Rp50.000. bayaran itu didapat jika ada pasien berobat. Kalau tidak, A hanya mendapat bayaran sebagai penjaga klinik saja.
Awalnya, A sempat ragu tapi lama kelamaan menikmati “profesinya” ini. Hingga ada warga curiga dengan profesinya sebagai dokter. “Iya saya nggak punya surat izin praktik (SIP). Saya hanya menggantikan dokter jaga. Kalau ada pasien saya yang periksa dan kasih obat,” kata A di Polresta Depok, kemarin. A mengaku sudah berkeluarga dan suaminya tinggal di Depok.
Dia mengaku hanya memeriksa, memberi obat, dan tidak melakukan penyuntikan. Biasanya, pasien yang ditangani A mengalami gejala sakit perut dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). “Selama ini tidak ada yang salah obat atau diagnosa,” ujarnya. Selama menjalani profesi “dokter gadungan” A terpaksa cuti kuliah. Pelaku mengaku menyesal atas perbuatannya.
Ditanya sudah berapa lama buka praktik, dia menjawab pekerjaannya itu dilakoni sejak 2012. Tidak heran jumlah pasiennya sudah lebih dari 100 orang. Menurut dia, praktik dijalani di kawasan Depok, Bekasi, dan Cibinong. Kelima klinik itu adalah Klinik Yasmin, Cikampek, milik dokter Dewi; Klinik Medika Cakrawala milik dokter Hadi; Klinik Pelita Sehat Pomad, Kota Bogor, dan Klinik Pelita Sehat, Cibinong, milik dokter Junaidi; Klinik Nancy Kota Bekasi; dan Klinik Syaiful di Depok.
Kapolresta Depok AKBP Dwiyono mengungkapkan penangkapan pelaku berawal dari laporan warga yang curiga terhadap A. Karena A tidak memiliki SIP, tapi dia melakukan tindakan pengobatan seperti dokter. “Setelah diamankan diketahui pelaku praktik di lima tempat. Masing-masing klinik rata-rata ada 20 pasien yang sudah ditangani,” katannya. A ditangkap di Klinik Syaiful di Jalan KH Abdul Rahman, Pondok Terong, Cipayung, Depok, Rabu (20/5) pukul 20.30 WIB.
“Jumlah pasien bervariasi dari tiap klinik. Rata-rata satu klinik sekitar 20 pasien,” ungkapnya. Dari tiap klinik, A mendapat bayaran berbeda, yakni antara Rp300.000-Rp1,2 juta per bulan. “Dia melakukan pemeriksaan, pemberian resep obat, dan penyuntikan terhadap beberapa pasien,” ucap Kasat Reskrim Polresta Depok, Kompol Teguh Nugroho.
Terkait cara pelaku bisa bekerja di klinik, Teguh menuturkan, pelaku bisa bekerja lantaran hasil rekomendasi temantemannya di sosial media. A memiliki sejumlah teman di Facebook serta Whatsapp .
“Teman di sosmednya kemudian merekomendasikan A,” ujarnya. Pelaku kini masih menjalani pemeriksaan intensif. Dia dijerat Pasal 78, 77, dan atau 73 Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dengan ancaman lima tahun penjara.
R ratna purnama
(ars)