Hama Penggerek Hantui Petani Sawah di Bantul
A
A
A
BANTUL - Para petani di Kabupaten Bantul kini tengah was-was menghadapi musim tanam yang kedua. Mereka was-was dengan kemungkinan munculnya serangan hama penggerek batang padi yang bisa mengakibatkan hasil panen menurun drastis bahkan gagal.
Sebab, sampai saat ini konon belum ada langkah antisipasi yang berhasil ditemukan oleh instansi terkait.
Ketua Kelompok Tani Mandiri Dusun Kwasen, Desa Srimartani, Kecamatan Piyungan Sukiran mengungkapkan, saat ini lahan pertanian yang ia garap bersama petani-petani lain mencapai luas sekitar 40 hektare.
Sebagian besar tanah garapan mereka memang teraliri oleh air dari saluran irigiasi dan hanya sekitar 10 hektare yang tadah hujan."Tetapi kalau kemungkinan kekeringan masih bisa terjadi," ujarnya.
Selain kekeringan yang mengancam di musim kemarau, beberapa masalah klasik yang masih sering mereka hadapi adalah hama.
Dimana hama tersebut di antaranya adalah hama tikus dan juga hama pengerek batang padi. Namun untuk tikus, kemungkinan masih bisa mereka atasi sama seperti tahun-tahun sebelumnya.
Satu-satunya yang sampai saat ini menghantui para petani di kawasan Dusun Kwasen adalah hama penggerek batang padi. Hama yang timbul atau muncul ketika padi sudah mulai berbunga dan berbuah tersebut sangat ganas.
Sebab berdasarkan pengalaman mereka, dua kali hasil panen sebelumnya sangat anjlok."Berkurangnya sampai 50 % lebih. Dua panenan lalu memang kami terpuruk, tetapi Alhamdulillah panenan kemarin tidak begitu parah," katanya.
Sampai saat ini mereka belum mengetahui secara pasti bagaimana mengatasi serangan hama tanaman penggerek tersebut.
Sebab Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dari Dinas Pertanian yang biasa mendampingi mereka juga mengatakan belum ada teknologi atau solusi untuk mengatasi serangan tersebut.
Sementara itu, Kepala Balai Pengkajian Tehnologi Pertanian (BPPT) DIY, Sudarmaji mengatakan penggerek batang itu sebenarnya bisa diatasi.
Hama kalau dewasa berupa sejenis kupu-kupu ini dimana larvanya biasa hidup di tengah batang. Ketika masih muda disebut sundep dan kalau keluar disebut beluk yang berwarna putih. Untuk mengantisipasinya bisa dilakukan dengan cara yang sistemik, tidak bisa perbagian.
"Salah satunya adalah dengan menyebarkan semacam pestisida yang nantinya bisa masuk ke dalam akar. Pestisida tersebut akan masuk ke batang dan meracuni larva tersebut baru akan mati," terangnya.
Cara lain melakukan pengamatan sejak awal sehingga bisa dilakukan langkah antisipatif. Karena hama ini meletakkan telurnya di atas daun, dan setelah lima hari dia menetas.
Dan setelah itu, larva yang menetas tersebut berterbangan. Seharusnya petani bisa mengamati hal tersebut dengan menyorotkan lampu ke ladang mereka.
Sebenarnya para petani bisa melakukannya dengan dibantu oleh PPL untuk melakukan pengamatan tersebut. Hanya saja, seringkali para petani kecolongan di mana kupu-kupu lembut tersebut sudah menyebar.
Karena biasanya setelah lima hari usai penerbangan-penerbangan kupu-kupu tersebut telur menetas. Dan setelah itu, petani biasanya harus langsung melakukan penyemprotan, hama tersebut sudah akan mati.
"Kalau tidak ya bisa melepaskan musuh alaminya, tricoderma. Tricoderma akan menyerang telurnya, bentuknya kecil kayak semut," paparnya.
Ia membantah jika PPL tidak mengetahui teknologi untuk mengantisipasi serangan hama penggerek ini. Sebab selama ini mereka selalu mendapatkan pembekalan dari BPPT terkait penanganan berbagai hama yang biasa menyerang tanaman milik petani.
Sudarmaji justru mempertanyakan kinerja PPL yang mengungkapkan tidak bisa mengatasi hama penggerek tersebut.
Sebab, sampai saat ini konon belum ada langkah antisipasi yang berhasil ditemukan oleh instansi terkait.
Ketua Kelompok Tani Mandiri Dusun Kwasen, Desa Srimartani, Kecamatan Piyungan Sukiran mengungkapkan, saat ini lahan pertanian yang ia garap bersama petani-petani lain mencapai luas sekitar 40 hektare.
Sebagian besar tanah garapan mereka memang teraliri oleh air dari saluran irigiasi dan hanya sekitar 10 hektare yang tadah hujan."Tetapi kalau kemungkinan kekeringan masih bisa terjadi," ujarnya.
Selain kekeringan yang mengancam di musim kemarau, beberapa masalah klasik yang masih sering mereka hadapi adalah hama.
Dimana hama tersebut di antaranya adalah hama tikus dan juga hama pengerek batang padi. Namun untuk tikus, kemungkinan masih bisa mereka atasi sama seperti tahun-tahun sebelumnya.
Satu-satunya yang sampai saat ini menghantui para petani di kawasan Dusun Kwasen adalah hama penggerek batang padi. Hama yang timbul atau muncul ketika padi sudah mulai berbunga dan berbuah tersebut sangat ganas.
Sebab berdasarkan pengalaman mereka, dua kali hasil panen sebelumnya sangat anjlok."Berkurangnya sampai 50 % lebih. Dua panenan lalu memang kami terpuruk, tetapi Alhamdulillah panenan kemarin tidak begitu parah," katanya.
Sampai saat ini mereka belum mengetahui secara pasti bagaimana mengatasi serangan hama tanaman penggerek tersebut.
Sebab Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dari Dinas Pertanian yang biasa mendampingi mereka juga mengatakan belum ada teknologi atau solusi untuk mengatasi serangan tersebut.
Sementara itu, Kepala Balai Pengkajian Tehnologi Pertanian (BPPT) DIY, Sudarmaji mengatakan penggerek batang itu sebenarnya bisa diatasi.
Hama kalau dewasa berupa sejenis kupu-kupu ini dimana larvanya biasa hidup di tengah batang. Ketika masih muda disebut sundep dan kalau keluar disebut beluk yang berwarna putih. Untuk mengantisipasinya bisa dilakukan dengan cara yang sistemik, tidak bisa perbagian.
"Salah satunya adalah dengan menyebarkan semacam pestisida yang nantinya bisa masuk ke dalam akar. Pestisida tersebut akan masuk ke batang dan meracuni larva tersebut baru akan mati," terangnya.
Cara lain melakukan pengamatan sejak awal sehingga bisa dilakukan langkah antisipatif. Karena hama ini meletakkan telurnya di atas daun, dan setelah lima hari dia menetas.
Dan setelah itu, larva yang menetas tersebut berterbangan. Seharusnya petani bisa mengamati hal tersebut dengan menyorotkan lampu ke ladang mereka.
Sebenarnya para petani bisa melakukannya dengan dibantu oleh PPL untuk melakukan pengamatan tersebut. Hanya saja, seringkali para petani kecolongan di mana kupu-kupu lembut tersebut sudah menyebar.
Karena biasanya setelah lima hari usai penerbangan-penerbangan kupu-kupu tersebut telur menetas. Dan setelah itu, petani biasanya harus langsung melakukan penyemprotan, hama tersebut sudah akan mati.
"Kalau tidak ya bisa melepaskan musuh alaminya, tricoderma. Tricoderma akan menyerang telurnya, bentuknya kecil kayak semut," paparnya.
Ia membantah jika PPL tidak mengetahui teknologi untuk mengantisipasi serangan hama penggerek ini. Sebab selama ini mereka selalu mendapatkan pembekalan dari BPPT terkait penanganan berbagai hama yang biasa menyerang tanaman milik petani.
Sudarmaji justru mempertanyakan kinerja PPL yang mengungkapkan tidak bisa mengatasi hama penggerek tersebut.
(nag)