Merapi, Gunung yang Wajib Didaki

Minggu, 24 Mei 2015 - 12:59 WIB
Merapi, Gunung yang Wajib Didaki
Merapi, Gunung yang Wajib Didaki
A A A
YOGYAKARTA - Gunung Merapi sudah banyak memakan korban para pecinta alam. Tapi itu tidak menciutkan nyali mereka untuk menaklukkannya. Bagi para pecinta alam atau petualang, Gunung Merapi merupakan gunung wajib yang harus didaki.

Sebab ada banyak hal yang membuat Merapi menjadi magnet penaklukkan. Salah satunya berstatus sebagai gunung api paling aktif di dunia. Tak hanya itu saja, tantangannya seperti vegetasi alam dapat ditemui para pecinta alam selama melakukan pendakian. Apalagi saat melalui jalur pendakian yang tak normal. Melalui sisi selatan di Sleman, Klaten, atau juga Magelang.

Jalur-jalur tersebut mempunyai daya tarik tersendiri bagi para pecinta alam. Hal ini diungkapkan penggiat alam dari Yogyakarta, Azjar Jhon. "Tingkat bahayanya yang menarik adrenalin pecinta alam. Jadi Merapi itu ya salah satu gunung yang memang wajib didaki," ucap anggota Mapala Unisi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta itu kepada KORAN SINDO YOGYA kemarin.

Vegetasi alam yang juga menjadi tantangan adalah ketika selesai pendakian melalui Pasar Bubrah, di mana di bawahnya ada Pos II. Setelah itu, tak lagi ada jalur yang mengarah ke puncak. "Dari basecamp sampai ke Pasar Bubrah itu jalannya sudah ada jalurnya. Tetapi setelah melewatinya, tinggal pasir saja," tutur pria yang sudah mulai mendaki sejak tahun 2003 tersebut.

Namun dia mengingatkan kepada para pendaki untuk tetap mematuhi prosedural pendakian. Para pendaki juga harus selalu mempersiapkan segala keperluan sebelum melakukan pendakian ke Puncak Merapi. Jika pengelola Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) tak memperbolehkan pendaki sampai ke puncak, maka hal itu harus dipatuhi. "Aturan dari TNGM sudah jelas. Kalaupun hanya boleh sampai Pasar Bubrah ya harus dituruti. Karena pastinya tingkat bahayanya tinggi (ke puncak)," tuturnya.

Dia menambahkan saat ini sudah banyak pecinta alam musiman. Pendaki musiman inilah yang tidak terlalu mengerti akan bahaya yang mengancam di alam bebas. "Siapapun sekarang bisa melakukan pendakian. Hal itulah yang tidak bisa ditanagni oleh mereka yang bekerja di taman nasional," sesal Azjar. Pendaki musiman ini bahkan kadang mengabaikan persiapan yang harus dilakukan. Seperti navagasi, di mana setidaknya ada seseorang di dalam rombongan pendakian harus mengenal medan atau gunung yang dituju. Ini bisa didapatkan dari peta topografinya.

Melalui peta topografi, lanjut dia, pendaki akan mengetahui terlebih dulu petunjuk apa saja yang ada di sekitar gunung. Mulai apakah ada perbukitan, jurang hingga keberadaan aliran sungai. Kemudian seorang pendaki juga haruslah mempunyai kemampuan survival. Yakni Bagaimana cara bertahan hidup di hutan dengan memanfaatkan alam yang ada.

“Kalau tersesat, dengan kemampuan survival dan navigasi, itu bukan masalah. Selain itu, persiapan peralatan dan logistik juga harus matang. Kalau kita ingin pergi hanya satu hari, bekal makanan harus cukup untuk tiga hari," saran pria yang akrab dipanggil Raghozt itu. Peralatan menjadi persiapan yang tak boleh diabaikan. Misalnya tali. Karena ketika melakukan pendakian, ada saja jalur yang terputus dan Anda terpaksa harus memanjat.

"Ketika mendaki Merapi melalui jalur Selatan (Sleman), kita selalu bawa tali. Karena akan menemui tebing dan harus dipanjat. Pendakian ke jalur selatan, saat itu masih belum ada larangan dari TNGM," paparnya. Hal yang sama disampaikan Kepala Sub Bagian Tata Usaha (TU) TNGM Tri Atmojo. Pelaksana Harian (Plh) TNGM tersebut mengungkapkan dari pengalaman sebelumnya, kebanyakan pendaki yang mengalami musibah di Merapi adalah para pemula.

Hal itu dapat dilihat dari apa saja yang dibawa mereka. Salah satunya adalah pendaki yang terjatuh ke dalam kawah, Erri Yunanto. "Kelihatanmereka (rombongan almarhum) itu pemula. Dari peralatan di tas, yang dibawanya," ungkapnya. Menurut dia, para pendaki yang nekat melanggar larangan untuk sampai ke puncak pun hanya berambisi ingin selfie (foto narsis sendiri) atau mengikuti trend.

"Padahal tingkat bahayanya tinggi," sesalnya. Sebelum terjadi erupsi 2010 lalu, sambung dia, pendaki Merapi masih diperbolehkan mencapai puncak. Bahkan, jalurnya pun masih banyak pilihan. Dari Boyolali, Klaten, Magelang, dan Sleman. "Dulu melalui semua kabupaten ada jalurnya. Melalui Boyolali, Klaten, Magelang, dan Sleman. Tapi kami sekarang tidak bisa menginfokan lebih detail.

Karena ditakutkan akan menjadi daya tarik sendiri bagi pendaki. Saat ini, kita hanya memperbolehkan melalui jalur Selo (Boyolali) saja," katanya. Selain hanya boleh melalui jalur Selo, pendaki juga tak boleh sampai ke puncak Merapi. Karena medannya memang cukup berbahaya. Banyak bebatuan yang diibaratkannya seperti kendil, sangat rapuh, dan jika diinjak bisa tergelincir.

"Sangat irasional, pendaki ke puncak hanya ingin selfie. Bahayanya sangat tinggi. Batu-batu itu seperti kendil, tidak kokoh," katanya. Dia pun berharap agar peristiwa yang menimpa Erri Yunanto ini adalah yang terakhir kalinya. Jangan sampai ada korban selanjutnya yang menjadi korban dari gagahnya Gunung Merapi.

Ridho hidayat
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6025 seconds (0.1#10.140)