Ini Cara Pasukan Katak Ledakan Kapal Asing
A
A
A
BITUNG - Selat Lembeh di Perairan Kema, Minahasa Utara, Rabu siang (20/5/2015) mendadak diramaikan dengan bunyi ledakan dan asap tebal dari sejumlah kapal asing yang ditenggelamkan dengan cara dibom.
Proses awal penenggelaman kapal dilakukan dengan cara peledakan yang dilakukan Prajurit Komando Pasukan Katak (Kopaska) Armada Timur TNI Angkatan Laut (AL).
Ledakan keras memecah keramaian lokasi penenggelaman, diikuti kobaran api serta kepulan asap tebal.
Metode penenggelaman dilakukan dengan cara puluhan kapal dirangkai menjadi tiga titik kemudian diledakan satu persatu mendengar aba-aba dari Kepala Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
Dalam peledakan itu, ada dua kapal yang ternyata tidak ikut meledak karena kabel pemicunya terputus.
Namun peledakan dilanjutkan ke titik ke dua yang berjalan sukses. Selanjutnya, peledakan dilakukan sendiri oleh Kopaska yang dikawal ketat oleh belasan kapal patroli dan dua kapal perang masing-masing KRI KI Hajar Dewantara dan KRI Kerapu.
Penenggelaman ini telah mendapatkan penetapan dari pengadilan berupa persetujuan untuk dimusnahkan atau ditenggelamkan.
Panglima Armada Timur (Pangarmatim) Laksamana Muda TNI Darwanto didampingi Komandan Lantamal (Danlantamal) VIII Manado Laksamana Pertama TNI Sulaeman Bandjarnahor, Direktur Jenderal PSDKP Laksamana Muda Purn Asep Burhanudin, Kapolda Sulut Brigjen Pol Wilmar Marpaung, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut Ronald Sorongan, Kepala Bakamla Sulut Kolonel Maritim Thomas Ombeng dan unsur pimpinan daerah dari Kabupaten Minahasa Utara dan Bitung hadir di lokasi.
Sebelum ke tempat itu, rombongan mengambil start menaiki sejumlah kapal patroli dari Dermaga PSDKP Kelurahan Tandurusa, Kecamatan Aertembaga, Bitung.
Kepala PSDKP Bitung Pung Nugroho Saksono mengatakan, dari puluhan kapal yang ditenggelamkan, ada sekira 11 kapal berbendera Filipina yang ditangkap armada kapal pengawas kelautan dan perikanan maupun Kapal Polisi (KP) Beo.
“Puluhan kapal itu menangkap ikan tanpa dokumen (SIUP/SIPI/SIKPI) yang sah dari Pemerintah Indonesia,” ujar Saksono.
Sementara, Danlantamal VII Laksamana Pertama Bandjarnahor menyatakan, tiga kapal yang ditenggelamkan ditangkap TNI AL di Tarakan dan ditarik KRI Ki Hajar Dewantara ke Bitung untuk sama-sama ditenggelamkan.
Namun di perjalanan satu kapal rusak, bocor sehingga langsung ditenggelamkan di perjalanan.
“Nama Kapal yang ditarik KRI Ki Hajar Dewantara adalah FB Santa Cruz, FB Santo Thomas, FB LB Vient 09 serta FB San Jose semuanya berkekuatan 10 hingga 16 Gros Ton. Salah satunya terpaksa ditenggelamkan dalam perjalanan karena bocor saat ditarik,” ungkap Danlantamal.
Pangarmatim Laksamana Muda Darwanto mengungkapkan, penenggelaman kapal merupakan hari kebangkitan maritim Indonesia guna melakukan hal yang terbaik untuk mengamankan laut Indonesia.
“Saya mengimbau agar pelaku Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing untuk menghentikan kegiatan mereka karena kita tidak main-main terutama pada negara-negara tetangga,” tegas Darwanto.
“Kami juga sudah melakukan pertemuan dengan Panglima Armada VII Amerika Serikat, Kepala Staf Angkatan Laut Malaysia, Filipina dan negara tetangga lainnya. Sebagaimana disampaikan Presiden Barrack Obama, bahwa semua negara harus menaati aturan dan resolusi yang sudah disepakati bersama karena batas-batas negara Indonesia dengan negara lain itu sudah jelas,” jelas dia.
Mengenai proses penenggelaman, lanjut Pangarmatim, sebenarnya sudah dilakukan jauh hari.
“Saya pernah jadi asisten operasi di Armada Barat tahun 2009. Selama kurun waktu itu ada ratusan kapal kami tenggelamkan,” beber dia.
Selain itu, pangarmatim berharap UU tentang Kelautan dan Perikanan bisa direvisi supaya bisa lebih tegas lagi.
Khusus untuk wilayah Perbatasan Sulut dan Filipina, sambung Pangarmatim Laksamana Darwanto, pihaknya sudah melakukan pengawasan melalui satelit dan terlihat aktifitas kapal-kapal besar yang menangkap ikan secara ilegal sudah hilang, hanya saja masih ada kegiatan kapal-kapal kecil.
“Kita juga saat ini mencoba melakukan pengawasan melalui satelit agar kapal-kapal kita tidak melakukan patroli dengan cara menggergaji laut yang akan berujung pada pemborosan bahan bakar. Namun sekali lagi ongkos pengawasan melalui satelit itu juga harganya mahal,” timpalnya.
Dirjen PSDKP Asep Burhanudin menambahkan, saat ini seluruh petugas dari lintas intansi sudah solid. Namun, perlu pematangan antar kelembagaan agar tidak terjadi overlapping.
“Intinya laut kita itu harus diolah oleh kita bukan orang lain. Ini kan aneh kita yang punya laut lantas negara lain yang kaya. Peralatan dan anggaran kita juga harus diperkuat karena pernah kejadian 2010, KKP menangkap enam kapal asing yang melakukan illegal fishing,” ujar Burhanudin.
Dia menceritakan, waktu itu saat bertugas di back up KRI, namun karena di perbatasan negara kapal asing juga dikawal kapal perang mereka yang lebih besar, maka dia terpaksa melepas buruan.
“Harapan kita sekarang ini, masyarakat menjadi mata dan telinga kita menginformasikan tindakan mencurigakan,” harap dia.
Burhanudin menyebutkan, penenggelaman menggunakan dinamit daya ledak rendah, sehingga kondisi kapal tetap terjaga dan dapat berfungsi menjadi rumpon di lokasi penenggelaman.
“Penenggelaman ini sesuai dengan pasal 69 dan 76a UU Nomor 45 tahun 2009 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan,” pungkas mantan Danlantamal Ambon ini.
Proses awal penenggelaman kapal dilakukan dengan cara peledakan yang dilakukan Prajurit Komando Pasukan Katak (Kopaska) Armada Timur TNI Angkatan Laut (AL).
Ledakan keras memecah keramaian lokasi penenggelaman, diikuti kobaran api serta kepulan asap tebal.
Metode penenggelaman dilakukan dengan cara puluhan kapal dirangkai menjadi tiga titik kemudian diledakan satu persatu mendengar aba-aba dari Kepala Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
Dalam peledakan itu, ada dua kapal yang ternyata tidak ikut meledak karena kabel pemicunya terputus.
Namun peledakan dilanjutkan ke titik ke dua yang berjalan sukses. Selanjutnya, peledakan dilakukan sendiri oleh Kopaska yang dikawal ketat oleh belasan kapal patroli dan dua kapal perang masing-masing KRI KI Hajar Dewantara dan KRI Kerapu.
Penenggelaman ini telah mendapatkan penetapan dari pengadilan berupa persetujuan untuk dimusnahkan atau ditenggelamkan.
Panglima Armada Timur (Pangarmatim) Laksamana Muda TNI Darwanto didampingi Komandan Lantamal (Danlantamal) VIII Manado Laksamana Pertama TNI Sulaeman Bandjarnahor, Direktur Jenderal PSDKP Laksamana Muda Purn Asep Burhanudin, Kapolda Sulut Brigjen Pol Wilmar Marpaung, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut Ronald Sorongan, Kepala Bakamla Sulut Kolonel Maritim Thomas Ombeng dan unsur pimpinan daerah dari Kabupaten Minahasa Utara dan Bitung hadir di lokasi.
Sebelum ke tempat itu, rombongan mengambil start menaiki sejumlah kapal patroli dari Dermaga PSDKP Kelurahan Tandurusa, Kecamatan Aertembaga, Bitung.
Kepala PSDKP Bitung Pung Nugroho Saksono mengatakan, dari puluhan kapal yang ditenggelamkan, ada sekira 11 kapal berbendera Filipina yang ditangkap armada kapal pengawas kelautan dan perikanan maupun Kapal Polisi (KP) Beo.
“Puluhan kapal itu menangkap ikan tanpa dokumen (SIUP/SIPI/SIKPI) yang sah dari Pemerintah Indonesia,” ujar Saksono.
Sementara, Danlantamal VII Laksamana Pertama Bandjarnahor menyatakan, tiga kapal yang ditenggelamkan ditangkap TNI AL di Tarakan dan ditarik KRI Ki Hajar Dewantara ke Bitung untuk sama-sama ditenggelamkan.
Namun di perjalanan satu kapal rusak, bocor sehingga langsung ditenggelamkan di perjalanan.
“Nama Kapal yang ditarik KRI Ki Hajar Dewantara adalah FB Santa Cruz, FB Santo Thomas, FB LB Vient 09 serta FB San Jose semuanya berkekuatan 10 hingga 16 Gros Ton. Salah satunya terpaksa ditenggelamkan dalam perjalanan karena bocor saat ditarik,” ungkap Danlantamal.
Pangarmatim Laksamana Muda Darwanto mengungkapkan, penenggelaman kapal merupakan hari kebangkitan maritim Indonesia guna melakukan hal yang terbaik untuk mengamankan laut Indonesia.
“Saya mengimbau agar pelaku Illegal Unreported and Unregulated (IUU) Fishing untuk menghentikan kegiatan mereka karena kita tidak main-main terutama pada negara-negara tetangga,” tegas Darwanto.
“Kami juga sudah melakukan pertemuan dengan Panglima Armada VII Amerika Serikat, Kepala Staf Angkatan Laut Malaysia, Filipina dan negara tetangga lainnya. Sebagaimana disampaikan Presiden Barrack Obama, bahwa semua negara harus menaati aturan dan resolusi yang sudah disepakati bersama karena batas-batas negara Indonesia dengan negara lain itu sudah jelas,” jelas dia.
Mengenai proses penenggelaman, lanjut Pangarmatim, sebenarnya sudah dilakukan jauh hari.
“Saya pernah jadi asisten operasi di Armada Barat tahun 2009. Selama kurun waktu itu ada ratusan kapal kami tenggelamkan,” beber dia.
Selain itu, pangarmatim berharap UU tentang Kelautan dan Perikanan bisa direvisi supaya bisa lebih tegas lagi.
Khusus untuk wilayah Perbatasan Sulut dan Filipina, sambung Pangarmatim Laksamana Darwanto, pihaknya sudah melakukan pengawasan melalui satelit dan terlihat aktifitas kapal-kapal besar yang menangkap ikan secara ilegal sudah hilang, hanya saja masih ada kegiatan kapal-kapal kecil.
“Kita juga saat ini mencoba melakukan pengawasan melalui satelit agar kapal-kapal kita tidak melakukan patroli dengan cara menggergaji laut yang akan berujung pada pemborosan bahan bakar. Namun sekali lagi ongkos pengawasan melalui satelit itu juga harganya mahal,” timpalnya.
Dirjen PSDKP Asep Burhanudin menambahkan, saat ini seluruh petugas dari lintas intansi sudah solid. Namun, perlu pematangan antar kelembagaan agar tidak terjadi overlapping.
“Intinya laut kita itu harus diolah oleh kita bukan orang lain. Ini kan aneh kita yang punya laut lantas negara lain yang kaya. Peralatan dan anggaran kita juga harus diperkuat karena pernah kejadian 2010, KKP menangkap enam kapal asing yang melakukan illegal fishing,” ujar Burhanudin.
Dia menceritakan, waktu itu saat bertugas di back up KRI, namun karena di perbatasan negara kapal asing juga dikawal kapal perang mereka yang lebih besar, maka dia terpaksa melepas buruan.
“Harapan kita sekarang ini, masyarakat menjadi mata dan telinga kita menginformasikan tindakan mencurigakan,” harap dia.
Burhanudin menyebutkan, penenggelaman menggunakan dinamit daya ledak rendah, sehingga kondisi kapal tetap terjaga dan dapat berfungsi menjadi rumpon di lokasi penenggelaman.
“Penenggelaman ini sesuai dengan pasal 69 dan 76a UU Nomor 45 tahun 2009 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan,” pungkas mantan Danlantamal Ambon ini.
(sms)