Warga Keluhkan Sikap Pengungsi
A
A
A
MEDAN - Pengungsi Rohingya, Myanmar, dan Sri Lanka, yang menempati Wisma Keluarga Jalan Gatot Subroto, Medan, bebas keluar masuk tempat penampungannya dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.
Sayangnya, tidak semua masyarakat suka dengan cara pengungsi asing itu bersosialisasi. Salah seorang pemilik warung di sekitar Wisma Keluarga yang minta namanya tidak dipublikasikan mengatakan, tidak jarang pengungsi Sri Lanka berbelanja di warung miliknya dan tidak jarang pula para pengungsi menawar barang dengan harga tidak wajar.
“Biasanya, pengungsiyangsudah berada di wisma lebih dari satu tahun sudah bisa berbahasa Indonesia. Mereka sering berbelanja di kedai ini. Tapi anehnya, kalau sudah berbelanja, mereka sering menawar. Ini (kedai) kan bukan pasar. Terkadang mereka menawar dengan harga sesuka hatinya,” ujarnya kepada KORAN SINDO MEDAN, kemarin. Si pemilik warung pun mengaku kesal dengan kebebasan para pengungsi itu karena bisa keluar masuk wisma penampungan kapan saja.
“Saya lihat di televisi, warga Indonesia yang berada di luar negeri sering disiksa dan dimasukkan penjara.” “Tapi, anehnya di Indonesia pengungsi asing bebas berkeliaran,” ujarnya. Hal senada dikatakan Rizal Siregar, 38, warga Jalan Gatot Subroto Medan. Dia sering melihat orang asing hilir mudik di kawasan itu. “Awalnya, saya tidak tahu bahwa itu orang asing. Saya kira masyarakat etnis India, tapi rupanya pengungsi asal Sri Lanka. Saya sering melihat mereka membeli sayuran untuk dimasak sendiri,” ucapnya.
Terpisah, Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan, Herawan Sukoaji mengungkapkan, tidak semua pengungsi bebas keluar masuk di wisma penampungan. Mereka yang keluar masuk itu adalah pengungsi yang sudah diproses dan ditetapkan statusnya, apakah sebagai pencari suaka atau pengungsi. Para pengungsi itu pun tidak berani keluar jauh dari wisma penampungan.
Paling hanya membeli sesuatu di warung sekitar wisma. Herawan menambahkan, di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan tengah menangani 400 pengungsi asing berasal dari Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar, Somalia, dan Afghanistan. Seluruh pengungsi asing tersebut tersebar di enam lokasi penampungan di Kota Medan, dua di antaranya di Wisma Keluarga dan Hotel Beraspati, Jalan Letjen Jamin Ginting.
“Para pengungsi yang berada di wisma tersebut merupakan warga asing yang masuk ke wilayah Indonesia tanpa dilengkapi dengan dokumen lengkap. Mereka masuk ke wilayah Indonesia bukan dari tempat yang ditentukan, seperti bandara dan pelabuhan,” ungkapnya. Pihak Imigrasi memproses para pengungsi asing tersebut untuk segera dideportasi ke negaranya atau ditempatkan di negara ketiga. Namun, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang akan menentukan.
Herawan mengaku tidak mengetahui sampai berapa lama pengungsi tersebut berada di tempat penampungan karena Imigrasi hanya fasilitator. Kantor Imigrasi Medan siap menerima informasi dari masyarakat terkait perilaku pengungsi asing yang merugikan masyarakat. Selain itu, keberadaan tenaga kerja asing yang menyalahi izin tinggal. Sementara Kepala Seksi Pengawasan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan, Andriw Guntur mengungkapkan, pihaknya terus memantau keberadaan orang asing di Kota Medan sesuai Undang-undang (UU) Nomor 11/2003 tentang Keimigrasian.
“Kami rutin melakukan pengawasan administrasi terhadap orang asing dan perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing seperti mengawasi masa izin tinggalnya. Selain itu, kami juga menerima laporan dari masyarakat yang menemukan orang asing terindikasi merugikan masyarakat dan menyalahgunakan izin tinggal,” ujarnya.
PBB Desak ASEAN Atasi Krisis Imigran
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta Indonesia, Malaysia, dan Thailand, serta ASEAN (Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara) untuk mengatasi krisis pengungsi Rohingya. Sekjen PBB Ban Ki-moon menyerukan berbagai negara Asia Tenggara untuk memenuhi tugas mereka menyelamatkan para pengungsi yang stres di lautan lepas. Dia memperingatkan, para manusiaperahuitubisa tewas di lautan ketika negara sekitar kawasan gagal menyelamatkan mereka.
”Negara (di Asia Tenggara) harus melaksanakan kewajiban untuk menyelamatkan (para pengungsi) di laut dan tidak boleh mengusir pengungsi,” kata Ban dalam konferensi pers di Incheon, Korea Selatan, kemarin. PBB juga menyerukan agar ketiga negara tersebut dan ASEAN menjadikan penyelamatan para pengungsi Rohingya sebagai prioritas.
Ketiga negara tersebut juga diminta untuk memperkuat operasi penyelamatan dan pencarian manusia perahu. Para pengungsi juga harus mendapatkan fasilitas penampungan yang aman serta pelayanan medis. ”WargaetnikRohingya harus mendapatkan perlindungan sebagai pengungsi, pencari suaka, orang tanpa kewarganegaraan, atau korban perdagangan manusia,” demikian seruan beberapa badan PBB kemarin.
Seruan tersebut ditandatangani Komisioner Tinggi untuk urusan Pengungsi PBB Antonio Guterres, Komisioner Tinggi untuk urusan Migrasi William L. Swing dan Peter Sutherland, serta perwakilan Sekjen PBB untuk Migrasi Internasional dan Pembangunan. Menanggapi kritikan PBB, Filipina kemarin menyatakan siap membantu manusia perahu asal Rohingya dan Bangladesh. ”Kita memiliki komitmen dan kewajiban untuk memberikan bantuan kemanusiaan bagi para pencari suaka,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Filipina Charles Jose kepada stasiun televisi ANC .
Namun, dia tidak menjelaskan pertolongan seperti apa yang akan diberikan Filipina. Sedangkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi akan bertemu dengan Menlu Malaysia dan Thailand pada hari ini. Indonesia akan mengusulkan tiga hal dalam pertemuan tersebut untuk menyelesaikan krisis pengungsi Rohingya. Pertama, Indonesia mengusulkan untuk mencari latar belakang konflik etnis Rohingya di Myanmar. Kedua, Indonesia menginisiasi adanya prinsip berbagi tugas dan tanggung jawab antara negara asal, negara transit, dan negara tujuan para pengungsi.
”Ketiga, kita perlu kerja sama transnational crime untuk menyelesaikan isu perdagangan manusia yang menjadi penyebab etnis Rohingya meninggalkan negara asalnya,” ungkapnya. Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri (Kemlu), sebanyak 1.346 imigran asal Bangladesh dan etnik Rohingya dari Myanmar masuk ke wilayah Indonesia. ”Jumlah pengungsi Bangladesh dan Rohingya di wilayah kita ada 1.346. Kita sudah bekerja sama dengan UNHCR dan IOM. Kita juga merawat mereka dengan baik,” katanya.
Dia mengungkapkan, masalah pengungsi bukan masalah satu atau dua negara. ”Pengungsi adalah urusan regional dan menjadi masalah internasional,” katanya. Sebelumnya, aksi Pemerintah Indonesia, Malaysia dan Thailand telah menimbulkan kecaman internasional terkait penolakan masuk bagi para manusia perahu Rohingya dari Myanmar dan Bangladesh. Kini banyak pengungsi yang terkatung- katung di lautan tanpa bekal makanan dan tujuan pasti. PBB mengungkapkan, 88.000 migran Rohingya mencoba mengungsi sejak 2014.
Dicky irawan/ arvin/ant
Sayangnya, tidak semua masyarakat suka dengan cara pengungsi asing itu bersosialisasi. Salah seorang pemilik warung di sekitar Wisma Keluarga yang minta namanya tidak dipublikasikan mengatakan, tidak jarang pengungsi Sri Lanka berbelanja di warung miliknya dan tidak jarang pula para pengungsi menawar barang dengan harga tidak wajar.
“Biasanya, pengungsiyangsudah berada di wisma lebih dari satu tahun sudah bisa berbahasa Indonesia. Mereka sering berbelanja di kedai ini. Tapi anehnya, kalau sudah berbelanja, mereka sering menawar. Ini (kedai) kan bukan pasar. Terkadang mereka menawar dengan harga sesuka hatinya,” ujarnya kepada KORAN SINDO MEDAN, kemarin. Si pemilik warung pun mengaku kesal dengan kebebasan para pengungsi itu karena bisa keluar masuk wisma penampungan kapan saja.
“Saya lihat di televisi, warga Indonesia yang berada di luar negeri sering disiksa dan dimasukkan penjara.” “Tapi, anehnya di Indonesia pengungsi asing bebas berkeliaran,” ujarnya. Hal senada dikatakan Rizal Siregar, 38, warga Jalan Gatot Subroto Medan. Dia sering melihat orang asing hilir mudik di kawasan itu. “Awalnya, saya tidak tahu bahwa itu orang asing. Saya kira masyarakat etnis India, tapi rupanya pengungsi asal Sri Lanka. Saya sering melihat mereka membeli sayuran untuk dimasak sendiri,” ucapnya.
Terpisah, Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan, Herawan Sukoaji mengungkapkan, tidak semua pengungsi bebas keluar masuk di wisma penampungan. Mereka yang keluar masuk itu adalah pengungsi yang sudah diproses dan ditetapkan statusnya, apakah sebagai pencari suaka atau pengungsi. Para pengungsi itu pun tidak berani keluar jauh dari wisma penampungan.
Paling hanya membeli sesuatu di warung sekitar wisma. Herawan menambahkan, di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan tengah menangani 400 pengungsi asing berasal dari Sri Lanka, Bangladesh, Myanmar, Somalia, dan Afghanistan. Seluruh pengungsi asing tersebut tersebar di enam lokasi penampungan di Kota Medan, dua di antaranya di Wisma Keluarga dan Hotel Beraspati, Jalan Letjen Jamin Ginting.
“Para pengungsi yang berada di wisma tersebut merupakan warga asing yang masuk ke wilayah Indonesia tanpa dilengkapi dengan dokumen lengkap. Mereka masuk ke wilayah Indonesia bukan dari tempat yang ditentukan, seperti bandara dan pelabuhan,” ungkapnya. Pihak Imigrasi memproses para pengungsi asing tersebut untuk segera dideportasi ke negaranya atau ditempatkan di negara ketiga. Namun, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang akan menentukan.
Herawan mengaku tidak mengetahui sampai berapa lama pengungsi tersebut berada di tempat penampungan karena Imigrasi hanya fasilitator. Kantor Imigrasi Medan siap menerima informasi dari masyarakat terkait perilaku pengungsi asing yang merugikan masyarakat. Selain itu, keberadaan tenaga kerja asing yang menyalahi izin tinggal. Sementara Kepala Seksi Pengawasan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan, Andriw Guntur mengungkapkan, pihaknya terus memantau keberadaan orang asing di Kota Medan sesuai Undang-undang (UU) Nomor 11/2003 tentang Keimigrasian.
“Kami rutin melakukan pengawasan administrasi terhadap orang asing dan perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing seperti mengawasi masa izin tinggalnya. Selain itu, kami juga menerima laporan dari masyarakat yang menemukan orang asing terindikasi merugikan masyarakat dan menyalahgunakan izin tinggal,” ujarnya.
PBB Desak ASEAN Atasi Krisis Imigran
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta Indonesia, Malaysia, dan Thailand, serta ASEAN (Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara) untuk mengatasi krisis pengungsi Rohingya. Sekjen PBB Ban Ki-moon menyerukan berbagai negara Asia Tenggara untuk memenuhi tugas mereka menyelamatkan para pengungsi yang stres di lautan lepas. Dia memperingatkan, para manusiaperahuitubisa tewas di lautan ketika negara sekitar kawasan gagal menyelamatkan mereka.
”Negara (di Asia Tenggara) harus melaksanakan kewajiban untuk menyelamatkan (para pengungsi) di laut dan tidak boleh mengusir pengungsi,” kata Ban dalam konferensi pers di Incheon, Korea Selatan, kemarin. PBB juga menyerukan agar ketiga negara tersebut dan ASEAN menjadikan penyelamatan para pengungsi Rohingya sebagai prioritas.
Ketiga negara tersebut juga diminta untuk memperkuat operasi penyelamatan dan pencarian manusia perahu. Para pengungsi juga harus mendapatkan fasilitas penampungan yang aman serta pelayanan medis. ”WargaetnikRohingya harus mendapatkan perlindungan sebagai pengungsi, pencari suaka, orang tanpa kewarganegaraan, atau korban perdagangan manusia,” demikian seruan beberapa badan PBB kemarin.
Seruan tersebut ditandatangani Komisioner Tinggi untuk urusan Pengungsi PBB Antonio Guterres, Komisioner Tinggi untuk urusan Migrasi William L. Swing dan Peter Sutherland, serta perwakilan Sekjen PBB untuk Migrasi Internasional dan Pembangunan. Menanggapi kritikan PBB, Filipina kemarin menyatakan siap membantu manusia perahu asal Rohingya dan Bangladesh. ”Kita memiliki komitmen dan kewajiban untuk memberikan bantuan kemanusiaan bagi para pencari suaka,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Filipina Charles Jose kepada stasiun televisi ANC .
Namun, dia tidak menjelaskan pertolongan seperti apa yang akan diberikan Filipina. Sedangkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi akan bertemu dengan Menlu Malaysia dan Thailand pada hari ini. Indonesia akan mengusulkan tiga hal dalam pertemuan tersebut untuk menyelesaikan krisis pengungsi Rohingya. Pertama, Indonesia mengusulkan untuk mencari latar belakang konflik etnis Rohingya di Myanmar. Kedua, Indonesia menginisiasi adanya prinsip berbagi tugas dan tanggung jawab antara negara asal, negara transit, dan negara tujuan para pengungsi.
”Ketiga, kita perlu kerja sama transnational crime untuk menyelesaikan isu perdagangan manusia yang menjadi penyebab etnis Rohingya meninggalkan negara asalnya,” ungkapnya. Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri (Kemlu), sebanyak 1.346 imigran asal Bangladesh dan etnik Rohingya dari Myanmar masuk ke wilayah Indonesia. ”Jumlah pengungsi Bangladesh dan Rohingya di wilayah kita ada 1.346. Kita sudah bekerja sama dengan UNHCR dan IOM. Kita juga merawat mereka dengan baik,” katanya.
Dia mengungkapkan, masalah pengungsi bukan masalah satu atau dua negara. ”Pengungsi adalah urusan regional dan menjadi masalah internasional,” katanya. Sebelumnya, aksi Pemerintah Indonesia, Malaysia dan Thailand telah menimbulkan kecaman internasional terkait penolakan masuk bagi para manusia perahu Rohingya dari Myanmar dan Bangladesh. Kini banyak pengungsi yang terkatung- katung di lautan tanpa bekal makanan dan tujuan pasti. PBB mengungkapkan, 88.000 migran Rohingya mencoba mengungsi sejak 2014.
Dicky irawan/ arvin/ant
(ars)