Manusia Bakau dari Baros

Rabu, 13 Mei 2015 - 10:45 WIB
Manusia Bakau dari Baros
Manusia Bakau dari Baros
A A A
Usia senja memang tak lantas membuat semangat Warsono, 75, menurun untuk melestarikan lingkungan. Laki-laki yang tinggal di Padukuhan Baros RT 04/04, Desa Tirtohargo, Kecamatan Kretek ini dengan gigih menjaga ekosistem hutan bakau.

Meski sudah tidak sekuat muda dulu, namun dia masih semangat untuk menjaga tanaman penahan ombak ini. Tak sedikit pun terlihat goyah maupun grogi ketika ia harus berjibaku dengan lumpur ataupun melangkah dengan berpijak pada akarakar pohon bakau. Tanaman yang dia sebut dengan Siapi-api tersebut memang sudah menjadi bagian hidupnya yang tak terpisahkan lagi. Sebab, sejak 2003 silam, dirinya terus menjaga kelestarian tanaman bakau tersebut.

Perkenalan dengan pohon bakau ini juga bukan tanpa kesengajaan. Karena semua itu berawal dari mimpinya memiliki sebidang tanah yang bisa dia tanami dengan tanaman yang produktif. Sudah sejak lama, dia memimpikan memiliki sepetak tanah yang bisa ditanami padi agar tungku di dapurnya bisa terus menanak nasi.

“Syukur, mimpi saya memiliki tanah terwujud karena 1963 saya mendapat hak kepemilikan atas tanah Sultan Ground,” tuturnya dengan sedikit cadel karena giginya telah habis. Pemberian hak tersebut menjadi kabar gembira bagi dirinya, sebab dia menganggap akan segera mampu menanam padi seperti tetangga-tetangganya. Meskipun sebenarnya dia sadar, jika tanahnya pasti akan terendam ketika datang banjir di musim hujan ataupun ketika air laut sedang pasang.

Akan tetapi mimpinya kandas, karena bukan tanaman padi yang tumbuh, tetapi justru tanaman pengganggu lainnya. Berkali-kali dia mencoba menanami lahannya dengan tanaman lain, tetapi hasilnya tetap sama ketika banjir datang selalu saja hilang terbawa arus atau mati membusuk karena terendam air. Rasa putus asa sempat menghinggapinya, hingga akhirnya bencana banjir yang tergolong besar 2000 lalu membuatnya tersadar.

“Tak hanya tanaman saya, tanaman padi milik tetangga juga rusak parah,” paparnya. Pada 2003 lalu, nampaknya menjadi awal dia berjuang untuk lingkungan pesisir pantai selatan Bantul. Kala itu, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menyatakan maksudnya untuk membangun hutan bakau di sepanjang pantai selatan. Bakau, di telinganya masih sangat asing, karena setahu dirinya, tanaman yang cocok di sepanjang pantai selatan hanyalah bakau.

Pihak LSM berusaha kuat meyakinkan warga agar menanam bakau untuk melindungi lahan pertanian mereka. Namun, meski belum yakin, dirinya mulai merelakan tanahnya seluas 200 meter persegi untuk ditanami bakau. Dia merasa prihatin dengan banjir-banjir yang kerap terjadi mampu merusak tanaman pangan milik tetangganya berhektarehektare. “Akan tetapi kini saya semakin yakin, buktinya sejak ditanami bakau, pertanian di sini tak lagi kebanjiran,” tutur bapak lima anak ini.

Kini, meski tak mengenyam pendidikan resmi dari bangku sekolah ataupun kuliah, berdasarkan pengalamannya memelihara bakau, dia mengerti seluk beluk tanaman tersebut. Dengan fasih dia menjelaskan satu per satu jenis tanaman bakau yang ada di sekitarnya. “Jenis bakau yang ini memang berbeda dengan yang itu. Kalau yang ini Siapiapi, kalau yang itu Rhizopora,” katanya sambil menunjuk ke arah ini dan itu. Kini, tak lagi ada sesal di hatinya lantaran gagal memiliki sawah.

Selain telah memiliki sawah sendiri di sisi utara, dia menganggap bakau adalah penyelamat tanah kelahirannya dari luapan banjir laut selatan. Bahkan kini dia selalu meluangkan sebagian waktunya untuk turut menjaga ekosistem bakau yang dikembangkan oleh Kelompok Pemuda-Pemudi Baros (KP2B).

“Mbah Warsono adalah salah seorang yang membuat kami bangga. Keteguhannya mengembangkan ekosistem bakau selalu menjadi semangat bagi kami para pemuda Baros ini,” kata Novita, salah satu penggagas berdirinya KP2B.

Erfanto Linangkung
Bantul
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1012 seconds (0.1#10.140)