Agar Tak Jadi Polemik, Yasona Jangan Bebaskan Napi Kasus Berat
A
A
A
JAKARTA - Keinginan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly yang ingin membebaskan narapidana (napi) yang terjerat kasus-kasus berat, kian mendapat banyak tentangan dari para politisi. Kali ini datang dari seorang politisi Partai Hanura.
Inas Nasrullah Zubir, Wakil Ketua Dewan Penasihat Partai Hanura, menilai pembebasan napi dalam rangka pecegahan wabah corona di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) yang over capacity seharusnya tidak menimbulkan polemik, jika yang akan dibebaskan bukan narapidana kasus-kasus berat.
"Jangan sampai narapidana seperti terorisme, korupsi, bandar atau pengedar narkoba, pembunuhan berencana, dan perampokan kelas kakap mendapat pembebasan tersebut, karena akan melukai rasa keadilan masyarakat," ujar Inas Nasrullah Zubir dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Minggu (5/4/2020). ( Baca: Pemakaman Wakil Jaksa Agung Dikawal Ketat Polisi )
Dia mengatakan, jika ditelusuri, banyak kasus super ringan dan tidak membahayakan keselamatan masyarakat, yang sebenarnya tidak perlu memenjarakan seseorang ke dalam lapas dan rutan. Dia pun memberikan contoh, misalnya kasus pencemaran nama baik, dan kekerasan dalam rumah tangga yang tidak menimbulkan korban jiwa.
"Pemerasan tanpa kekerasan, korban narkotika bahkan ada juga kasus pesanan, baik yang dipesan pejabat maupun pengusaha, dan data itu ada semua di Kemenkumham," tambahnya.
Dia melanjutkan, kasus-kasus itu tidak perlu lagi harus disyaratkan telah menjalani 2/3 masa tahanan, demi asas kemanusiaan yang menyangkut nyawa seseorang yang tidak melakukan kejahatan berat. "Maka seyogianya Menkumham menggunakan hati nurani dalam kebijakan pembebasan narapidana tersebut dan akuntabilitasnya pun dapat dipertanggungjawabkan," pungkasnya.
Seperti diketahui, Yasonna saat ini tengah merevisi PP No. 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam revisi itu, Yasonna akan membebaskan banyak napi, termasuk kasus-kasus berat, demi mencegah penyebaran corona di lapas dan rutan.
Inas Nasrullah Zubir, Wakil Ketua Dewan Penasihat Partai Hanura, menilai pembebasan napi dalam rangka pecegahan wabah corona di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) yang over capacity seharusnya tidak menimbulkan polemik, jika yang akan dibebaskan bukan narapidana kasus-kasus berat.
"Jangan sampai narapidana seperti terorisme, korupsi, bandar atau pengedar narkoba, pembunuhan berencana, dan perampokan kelas kakap mendapat pembebasan tersebut, karena akan melukai rasa keadilan masyarakat," ujar Inas Nasrullah Zubir dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Minggu (5/4/2020). ( Baca: Pemakaman Wakil Jaksa Agung Dikawal Ketat Polisi )
Dia mengatakan, jika ditelusuri, banyak kasus super ringan dan tidak membahayakan keselamatan masyarakat, yang sebenarnya tidak perlu memenjarakan seseorang ke dalam lapas dan rutan. Dia pun memberikan contoh, misalnya kasus pencemaran nama baik, dan kekerasan dalam rumah tangga yang tidak menimbulkan korban jiwa.
"Pemerasan tanpa kekerasan, korban narkotika bahkan ada juga kasus pesanan, baik yang dipesan pejabat maupun pengusaha, dan data itu ada semua di Kemenkumham," tambahnya.
Dia melanjutkan, kasus-kasus itu tidak perlu lagi harus disyaratkan telah menjalani 2/3 masa tahanan, demi asas kemanusiaan yang menyangkut nyawa seseorang yang tidak melakukan kejahatan berat. "Maka seyogianya Menkumham menggunakan hati nurani dalam kebijakan pembebasan narapidana tersebut dan akuntabilitasnya pun dapat dipertanggungjawabkan," pungkasnya.
Seperti diketahui, Yasonna saat ini tengah merevisi PP No. 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam revisi itu, Yasonna akan membebaskan banyak napi, termasuk kasus-kasus berat, demi mencegah penyebaran corona di lapas dan rutan.
(ihs)