Mengenal Elang Hitam, Pesawat Intai Tanpa Awak Buatan Indonesia
A
A
A
BANDUNG - PT Dirgantara Indonesia (PTDI) memperkenalkan protipe Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) Medium Altitude Long Endurance (MALE) bernama Elang Hitam atau Black Eagle. Pesawat tanpa awak ini bisa dipakai untuk mengintai di perbatasan guna menangkal ancaman teritorial.
Direktur Utama PTDI, Elfien Goentoro, mengatakan roll out Elang Hitam menandai dimulainya tahapan terbang yang diharapkan dilakukan pada 2020. Pesawat intai nirawak ini ditargetkan selesai dan bisa dioperasikan pada 2024 mendatang, setelah mendapatkan sejumlah uji sertifikasi.
"Pada 2020 akan dibuat dua unit prototype. Nanti masing-masing untuk tujuan uji terbang dan uji kekuatan struktur di BPPT," kata Elfien saat memperkenalkan pesawat nirawak buatan anak negeri ini di Hanggar PTDI di Kota Bandung, Senin (30/12/2019).
"Di tahun yang sama, proses sertifikasi produk militer juga akan dimulai dan diharapkan pada akhir tahun 2021 sudah mendapatkan sertifikat tipe dari Pusat Kelaikan Kementerian Pertahanan RI," sambung Elfien.
Kegiatan itu, lanjut dia, mengintegrasikan sistem senjata pada prototype PUNA MALE yang mulai dilakukan pada tahun 2020. Sehingga diproyeksikan sudah mendapatkan sertifikasi tipe produk militer pada tahun 2023.
Diketahui, inisiasi pengembangan PUNA MALE telah dimulai oleh Balitbang Kemhan sejak tahun 2015 dengan melibatkan TNI, Ditjen Pothan Kemhan, BPPT, ITB, dan PT Dirgantara Indonesia (Persero).
Proses perancangan dimulai dengan kegiatan preliminary design, basic design dengan pembuatan dua kali model terowongan angin dan hasil ujinya di tahun 2016 dan tahun 2018 di BPPT. Kemudian pembuatan engineering document and drawing tahun 2017 dengan anggaran dari Balitbang Kemhan dan BPPT.
Pada tahun 2017 telah terbentuk perjanjian bersama berupa Konsorsium Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA MALE) dengan anggota yang terdiri dari Kementerian Pertahanan RI yaitu Ditjen Pothan dan Balitbang, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), TNI AU (Dislitbangau), Institut Teknologi Bandung/ITB (FTMD), BUMN yaitu PT Dirgantara Indonesia (Persero) dan PT Len Industri (Persero).
Di tahun 2019, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) masuk sebagai anggota konsorsium tersebut. Tahun 2019 dimulai tahap manufacturing yang diawali oleh proses design structure, perhitungan finite element method, pembuatan gambar 3D, dan detail drawing 2D yang dikerjakan oleh engineer BPPT dan disupervisi oleh PT Dirgantara Indonesia (Persero).
Kemudian dilanjutkan dengan proses pembuatan tooling, molding, cetakan dan selanjutnya fabrikasi dengan proses pre-preg dengan autoclave.
Di tahun ini juga dilakukan pengadaan Flight Control System (FCS) yang diproduksi di Spanyol yang diproyeksikan akan diintegrasikan pada prototype pertama PUNA MALE yang telah di manufaktur oleh PT Dirgantara Indonesia pada awal tahun 2020.
Proses integrasi dilaksanakan oleh engineer BPPT dan PT Dirgantara Indonesia yang telah mendapatkan pelatihan untuk mengintegrasikan dan mengoperasikan sistem kendali tersebut.
"Semoga seluruh tahapan pekerjaan dalam proses pengembangan pesawat PUNA MALE ini dapat berjalan dengan lancar, sebagaimana yang direncanakan dan kemudian dapat dioptimalkan fungsinya untuk kebutuhan Surveillance dan Target Acquisition," tandasnya.
Direktur Utama PTDI, Elfien Goentoro, mengatakan roll out Elang Hitam menandai dimulainya tahapan terbang yang diharapkan dilakukan pada 2020. Pesawat intai nirawak ini ditargetkan selesai dan bisa dioperasikan pada 2024 mendatang, setelah mendapatkan sejumlah uji sertifikasi.
"Pada 2020 akan dibuat dua unit prototype. Nanti masing-masing untuk tujuan uji terbang dan uji kekuatan struktur di BPPT," kata Elfien saat memperkenalkan pesawat nirawak buatan anak negeri ini di Hanggar PTDI di Kota Bandung, Senin (30/12/2019).
"Di tahun yang sama, proses sertifikasi produk militer juga akan dimulai dan diharapkan pada akhir tahun 2021 sudah mendapatkan sertifikat tipe dari Pusat Kelaikan Kementerian Pertahanan RI," sambung Elfien.
Kegiatan itu, lanjut dia, mengintegrasikan sistem senjata pada prototype PUNA MALE yang mulai dilakukan pada tahun 2020. Sehingga diproyeksikan sudah mendapatkan sertifikasi tipe produk militer pada tahun 2023.
Diketahui, inisiasi pengembangan PUNA MALE telah dimulai oleh Balitbang Kemhan sejak tahun 2015 dengan melibatkan TNI, Ditjen Pothan Kemhan, BPPT, ITB, dan PT Dirgantara Indonesia (Persero).
Proses perancangan dimulai dengan kegiatan preliminary design, basic design dengan pembuatan dua kali model terowongan angin dan hasil ujinya di tahun 2016 dan tahun 2018 di BPPT. Kemudian pembuatan engineering document and drawing tahun 2017 dengan anggaran dari Balitbang Kemhan dan BPPT.
Pada tahun 2017 telah terbentuk perjanjian bersama berupa Konsorsium Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA MALE) dengan anggota yang terdiri dari Kementerian Pertahanan RI yaitu Ditjen Pothan dan Balitbang, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), TNI AU (Dislitbangau), Institut Teknologi Bandung/ITB (FTMD), BUMN yaitu PT Dirgantara Indonesia (Persero) dan PT Len Industri (Persero).
Di tahun 2019, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) masuk sebagai anggota konsorsium tersebut. Tahun 2019 dimulai tahap manufacturing yang diawali oleh proses design structure, perhitungan finite element method, pembuatan gambar 3D, dan detail drawing 2D yang dikerjakan oleh engineer BPPT dan disupervisi oleh PT Dirgantara Indonesia (Persero).
Kemudian dilanjutkan dengan proses pembuatan tooling, molding, cetakan dan selanjutnya fabrikasi dengan proses pre-preg dengan autoclave.
Di tahun ini juga dilakukan pengadaan Flight Control System (FCS) yang diproduksi di Spanyol yang diproyeksikan akan diintegrasikan pada prototype pertama PUNA MALE yang telah di manufaktur oleh PT Dirgantara Indonesia pada awal tahun 2020.
Proses integrasi dilaksanakan oleh engineer BPPT dan PT Dirgantara Indonesia yang telah mendapatkan pelatihan untuk mengintegrasikan dan mengoperasikan sistem kendali tersebut.
"Semoga seluruh tahapan pekerjaan dalam proses pengembangan pesawat PUNA MALE ini dapat berjalan dengan lancar, sebagaimana yang direncanakan dan kemudian dapat dioptimalkan fungsinya untuk kebutuhan Surveillance dan Target Acquisition," tandasnya.
(tyk)