Ketika Industri Kopi Bangkit, Topang Perekonomian Sulsel

Sabtu, 30 Maret 2019 - 09:42 WIB
Ketika Industri Kopi...
Industri kopi tumbuh subur dan tampil menjadi penopang baru perekonomian masyarakat Sulsel. Foto : SINDOnews/Maman Sukirman
A A A
MAKASSAR - Satu dekade terakhir sangat menggembirakan bagi sektor komoditi kopi. Industri kopi tumbuh subur dan tampil menjadi penopang baru perekonomian masyarakat Sulsel.

Usaha warung kopi dan cafe tumbuh bak jamur di musim penghujan. Hampir setiap sudut perkotaan di Makassar maupun kota-kota lain dengan mudah ditemukan. Mulai dari yang sangat tradisional hingga desain modern berkelas dunia.

Bilangan Toddopuli, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar disesaki usaha café dan kedai dengan jualan utamanya adalah kopi. Yang lebih membahagiakan karena mereka mengandalkan bahan baku dari biji kopi yang dipetik dari tanah Sulsel.

Ketika Industri Kopi Bangkit, Topang Perekonomian Sulsel

Foto : SINDOnews/Maman Sukirman

Kini warkop maupun cafe semakin dilirik dan mengalami perkembangan sangat cepat. Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Makassar, Nielma Palamba menyebut, jika usaha jenis ini sangat menjanjikan.

“Ini usaha warung kopi memang usaha yang sedang menjamur di Kota Makassar. Kota Makassar inikan kota dagang, kota jasa, sehingga memang animo masyarakat membuka usaha semakin besar. Yang tren belakangan ini usaha di bidang warkop,” ujar Nielma yang ditemui di kantornya, kemarin.

Menurut Nielma, banyaknya pelaku usaha yang membuka warkop merupakan hal yang wajar. Hal ini menjadi tuntutan atas kondisi masyarakat Kota Makassar yang serba cepat, namun di satu sisi menginginkan tempat santai untuk menuntaskan pekerjaan.

Makanya tak jarang, kata dia, warkop dan cafe menjadi salah satu tempat bagi para pekerja menyelesaikan pekerjaannya. Disamping sebagai ajang bersilaturahmi dengan kawan atau rekan kerja hingga menjamu tamu. Peluang inilah yang dimanfaatkan para pelaku usaha.

“Itulah salah satu pemicu banyaknya warung-warung kopi dibuka. Ini menjadi tuntutan masyarakat perkotaan yang menginginkan tempat silaturahmi atau meeting ingin suasana yang lebih cair dan santai," sebut dia.

Ketika Industri Kopi Bangkit, Topang Perekonomian Sulsel

Foto : SINDOnews/Maman Sukirman

Banyaknya usaha cafe dan warkop kata dia, secara otomatis menguntungkan petani kopi di Sulsel. Sebab permintaan bahan baku akan meningkat. "Memicu juga petani-petani kopi untuk bersaing. Di daerah lain kan punya brand penghasil kopi tersendiri, misalnya kopi Toraja atau Enrekang dengan kopi Kalosi-nya,” ujar dia.

Meski memastikan usah warkop an cafe dengan jualan utama kopi dalam satu dekade terakhir, Disperindag Makassar belum memiliki angka pasti terkait tren perkembangannya. Disperindag Makassar belum melakukan pendataan khusus untuk warkop dan cafe.

Bukan hanya warkop dan cafe, ada banyak usaha lain yang kini menggantungkan hidup pada biji kopi. Salah satunya coffee shop atau tempat penjualan biji kopi seperti Anoa Coffee. Toko kopi di Jalan Daeng Sirua Makassar ini selalu ramai kedatangan konsumen yang mencari kopi lokal Sulsel.

Anoa Coffee menyiapkan aneka macam biji kopi jenis arabika dan robusta. Mulai dari green bean/biji kopi hijau, roaster/telah dipanggang, hingga kopi bubuk. Di Makassar, Anoa Coffee menyuplai kopi bagi puluhan café dan warkop.

Owner Anoa Coffee, Haeruddin kerap kewalahan melayani tingginya permintaan biji kopi arabika kualitas terbaik. “Paling banyak peminatnya arabika Toraja dan Enrekang,” katanya saat ditemui di tempat kerjanya, kemarin.

Rata-rata dalam satu bulan tahun 2018 lalu, Haeruddin melayani permintaan kopi arabika biji green bean 400-600 kilogram (kg). Sedangkan biji roasting pada kisaran 500 kg per bulan. Belum termasuk biji robusta dan rasta (arabika-robusta) antara 130-150 kg setiap bulan.

Permintaan biji kopi ke Anoa Coffee mengalami pertumbuhan sejak pertama dirintis tahun 2016 lalu. Saat itu, permintaan setiap bulan hanya 200-300 kg biji kopi arabika green bean. Kemudian meningkat menjadi 350-500 kg pada 2017.

Permintaan kopi kata Haeruddin tidak menentu. Biasa tiba-tiba ada cafe yang memesan 500 kg arabika green bean dalam satu bulan. “Kadang-kadang kita kewalahan memenuhi permintaan konsumen, misalnya saat bukan musim kopi,” ujarnya.

Alumnus Jurusan Ilmu Pemerintahan Unhas ini melihat kopi Sulsel memiliki prospek yang bagus ke depan. Itu karena selera masyarakat Sulsel dan Indonesia pada umumnya semakin menyukai kopi lokal khususnya jenis arabika.

Hampir seluruh kabupaten di Sulsel sendiri kata dia menghasilkan biji kopi arabikan berkualitas tinggi. Selain Toraja dan Enrekang, biji kopi arabika dari Luwu, Luwu Utara, Gowa, Jeneponto, Bulukumba, Sinjai, Bone, dan lainnya, juga sudah masuk pasar nasional dan internasional.

“Dukungan pemerintah dalam mengembangkan kopi lokal juga makin bagus. Banyak program-program pendampingan kepada petani dan pelaku usaha,” ujar Haeruddin.

Tantangan usaha industri kopi ke depan kata dia adalah ketersediaan bahan baku. Walau produksi Sulsel melimpah saat ini namun itu disebut belum cukup untuk memenuhi tingginya permintaan pasar dalam negeri maupun permintaan dari luar negeri yang cukup besar.

Tantangan lain adalah pengelolaan kopi Sulsel mulai dari pemetikan, pengeringan, belum sepenuhnya mengacu pada standar ideal. “Bahan baku tidak setiap waktu ada, kualitas biji kopi juga belum stabili,” tutup Haeruddin.

Ketika Industri Kopi Bangkit, Topang Perekonomian Sulsel

Foto : SINDOnews/Maman Sukirman
(sss)
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.3160 seconds (0.1#10.140)