Penetapan dan Pemberdayaan Desa Adat, Terus Didorong

Selasa, 27 November 2018 - 22:20 WIB
Penetapan dan Pemberdayaan Desa Adat, Terus Didorong
Para remaja putri dari Desa Serang, Kabupaten Blitar, mempersembahkan tari Kasembahan, dalam rapat pembahasan dan penyusunan final dokumen pedoman pemberdayaan masyarakat desa adat. Foto/SINDOnews/Yuswantoro
A A A
MALANG - Keberadaan desa adat, sebagai salah satu amanat UU No. 6/2014. Terus didorong perkembangannya, untuk membangun desa mandiri dan kesejahteraan masyarakat.

Adat dan kebudayaan desa, memiliki nilai yang tinggi dalam kehidupan manusia. Di antaranya, sikap gotong royong, toleransi, dan saling menghormati.

Lestarinya adat dan kebudayaan desa, juga bisa dikembangkan sebagai wisata desa adat, yang tentunya memiliki nilai ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat desa.

Upaya mengembangkan desa adat ini, terus didorong dan difasilitasi oleh Direktorat Pelayanan Sosial Dasar (PSD), Direktorat Jendral Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD), Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT).

Dalam rangka menyusun konsep desa wisata adat tersebut. Pelaku desa wisata, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) dari Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Bali, melakukan rapat pembahasan dan penyusunan final dokumen pedoman pemberdayaan masyarakat desa adat.

Kegiatan yang digelar di Kota Malang, tersebut. Juga memiliki tujuan memfasilitasi percepatan pencapaian target prioritas nasional penetapan, dan pemberdayaan desa adat.

Rapat pembahasan ini, juga merupakan bagian dari kegiatan lokakarya yang sebelumnya telah digelar di Yogyakarta, pada 26 Oktober 2018 silam.

Dalam lokakarya waktu itu, Direktur PSD, Direktorat PPMD, Kemendesa PDTT, Bito Wikantosa mengungkapkan, kegiatan lokakarya digelar untuk mendapatkan masukan tentang rumusan pedoman umum pengembangan desa wisata berbasis adat dan budaya.

"Rumusan pedoman umum pengembangan desa wisata berbasis adat dan budaya ini, memiliki tujuan memberdayakan masyarakat desa adat yang telah dirancang sejak tahun 2017." ujar Bito.

Dia menambahkan, targetnya program kerja pemberdayaan masyarakat desa adat ini dapat dilaksanakan mulai tahun 2019 mendatang. Pada tahun ini, diharapkan juga bisa disahkan keberadaan desa adat.

"Desa adat, memeliki kewenangan khusus sesuai kebiasaan dan hukum adat yang berlangsung di desa itu. Bisa jadi ada desa adat yang tidak perlu lagi melaksanakan pemilihan kepala desa seperti umumnya sekarang, tetapi dilaksanakan sesuai norma adat dan kearifan lokal mereka." terangnya.

Sementara, Kepala Desa Serang, Kabupaten Blitar, Dwi Handoko mengatakan, selama empat tahun terakhir desanya telah mencoba mengembangkan perpaduan wisata alam, kekayaan budaya masyarakat, pelestarian alam, serta seni hiburan sebagai kekayaan wisata desa.

"Kami mengembangkan Serang Culture Fertival. Yakni memadukan kegiatan adat peringatan Satu Syuro, dengan pelepasan penyu sebagai upaya melestarikannya, serta kegiatan hiburan yang menarik hadirnya wisatawan," ungkapnya.

Dia mengaku, menyerap inspirasi kebudayaan yang tumbuh sejak lama. Salah satu ikon yang diciptakan sebuah sendra tari Barong Penyu. Ia menggabungkan tardisi barongan dengan hewan penyu yang sedang ia konservasi.

"Kami menciptakan tari barong penyu tidak sekadar menciptakan gerakannya, tetapi mencoba memaknai filosofi yang terkandung dalam hewan penyu. Barong penyu memang dapat mendukung destinasi wisata Pantai Serang, tetapi lebih dari itu menggali nilai-nilai yang berkembang dalam alam Desa Serang, menjadi dasar kami," ujar Handoko.

Semengat membangun desa adat, juga dilakukan di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Kepala Desa Ngadas terpilih, Mujianto mengaku, saat ini sedang berproses untuk menetapkan statusnya sebagai desa adat.

Proses ini, mendapatkan pendampingan dari Kemendes PDTTT, serta Universitas Brawijaya (UB) Malang. "Kami masih dalam tahap penyusunan peraturan desa, untuk membentuk desa adat. Harapannya, penetapan desa adat ini semakin menguatkan identitas, asal usul, serta keberadaan masyarakat Suku Tengger, sebagai penduduk Desa Ngadas," terang Mujianto.

Dia juga mengaku, telah melakukan pendataan pusaka desa, upacara adat desa, kesenian desa, termasuk busana adat desa, dan bahasa asli, sebagai pendukung utama penetapan desa adat.

Setiap satu minggu sekali, perangkat desa juga diwajibkan menggunakan busana khas masyarakat Suku Tengger di Desa Ngadas. Sementara, masyarakatnya selalu menggunakan busana khas desa saat pelaksanaan berbagai upacara adat.

Berbagai inovasi, dan pembangunan desa yang dilaksanakan di Desa Ngadas ini, muaranya tentunya untuk kesejahteraan masyarakat dari desa yang selalu berselimut kabut, dengan pemandangan eksotis.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 4.4970 seconds (0.1#10.140)