Ketika Gas LPG Pertamina Berbagi Pasar dengan Gas Alam PGN

Senin, 05 November 2018 - 14:38 WIB
Ketika Gas LPG Pertamina...
Seorang warga menenteng tabung LPG 3 kg yang dibelinya dari toko kelontong, di Kelurahan Jati, Kota Probolinggo, Jawa Timur, Rabu (17/10/2018). Kebutuhan konsumsi LPG 3 kg di kawasan itu masih tinggi, yakni 11.900 tabung per hari. Foto/SINDONews/Ali Masdu
A A A
SURABAYA - Terik mentari di ujung musim kemarau, menghiasi suasana siang di pesisir Kota Probolinggo. Membuat keringat terus mengucur deras membasahi baju.

Sengatan tajam ujung mentari di siang itu, tidak sedikitpun menyurutkan semangat masyarakat Indonesia, untuk terus bekerja mengais rejeki.

Hentakan semangat itu, sangat terasa di salah satu pemukiman padat penduduk di Jalan Hayam Wuruk RT 04 RW 07, Kelurahan Jati, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo, Jawa Timur.

Di sudut gang perkampungan itu, orang-orang tetap saja semangat beraktivitas, berlalu-lalang, meski dipayungi mentari yang telah meninggi di atas ubun-ubun.

Berbagai macam aktivitas dijalani oleh warga di pemukiman tersebut. Ada perajin batik khas Probolinggo, yang terus mengukir kain menghadirkan pesona khas budaya Nusantara.

Di teras rumah warga yang lain, terlihat pedagang rujak yang tak sempat lagi menoleh, karena tangannya terus membuat bumbu rujak, melayani antrian pembeli yang tidak ada putusnya.

Pedagang keliling yang menawarkan lezatnya bulatan bakso, hingga celoteh anak-anak yang terlihat riang bermain bersama teman mereka seusai sekolah, selalu menghiasi jalan kampung itu.

Tak jauh dari kerumuman pengantri rujak uleg, terlihat seorang paruh baya bernama Parji, terus mengipaskan secuil kertas kardus ke tubuhnya, untuk sedikit menghela nafas dan mengurai gerah yang menyerang badannya.

Ia baru saja melayani pelanggan toko kelontongnya. Toko kelontong Parji, menyediakan berbagai macam kebutuhan rumah tangga, seperti beras, gula, bumbu masak, camilan, dan kebutuhan skunder lainnya.

Toko kelontong berukuran 2,5 x 3 meter milik Parji, ternyata bukan usaha utama untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Tepat di sisi kiri toko, Parji memasang plakat bertuliskan Pangkalan LPG 3 KG Parji.

Di dalam plakat yang bersanding dengan pipa, dan meter gas alam dari PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk, Parji menulis dengan rinci mulai harga, SK Gubernur, dan kontak pengaduan. Itu sebagai penanda kalau usaha LPG nya mendapat persetujuan dari pemerintah.

Parji merupakan salah satu penyedia dan memasarkan gas LPG, di kota Probolinggo. Usaha itu, dikembangkannya sejak adanya program konversi minyak tanah ke gas LPG milik pertamina itu dilakukan.

Meskipun ia enggan menyebut omset hasil penjualan gas LPG nya, namun ia mengaku hasilnya cukup untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. "Alhamdulillah cukuplah mas," katanya usai malayani pelanggan, Rabu (17/10/2018).

Parji mejelaskan, ratusan warga yang tinggal di Kelurahan Jati, sudah percaya pada produk yang dijualnya. Selain melayani kebutuhan rumah tangga, dia juga melayani Pedagang Kaki Lima (PKL).

Dalam sehari, ratusan orang datang ke tokonya untuk menukarkan tabung gas LPG ukuran 3 kg, yang dikenal juga dengan sebutan tabung gas melon. "Iya mereka yang beli, banyak ibu-ibu, dan PKL yang pakai rombong itu," ujarnya.

Lantas bagaimana dengan masuknya jaringan gas bumi milik PT PGN Tbk., ke Probolinggo. Apalagi gas tersebut menyasar di kampung tempatnya tinggal dan membangun usaha.

Jaringan pipa gas PT PGN Tbk ini, melayani masyarakat di Kecamatan Mayangan, yang tersebar di empat kelurahan. Yakni, Kelurahan Mayangan sebanyak 1.011 kepala keluarga (KK), Kelurahan Jati 618 KK, Kelurahan Mangunharjo 2.848 KK, dan Kelurahan Wiroborang 548 KK.

Bagi Parji, masuknya jaringan gas alam ternyata bukan halangan untuk terus memasarkan tabung melon itu. Sejak lama Ia sudah mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu gas PGN masuk. "Insyaalloh rejeki tidak kemana kok. Kan masih banyak yang butuh, seperti PKL," tegasnya.

Ia memaparkan, kebutuhan gas LPG untuk PKL di daerahnya cukup tinggi. Ini karena PKL sudah tidak lagi memakai kompor minyak tanah seperi dulu.

Bahkan lampu penerangan rombong untuk berjualan para PKL, juga sudah dimodifikasi memanfaatkan gas LPG. "Inikan tinggal kita sebagai pengusaha bagaimana kreatif dalam menjual," papar dia.

Salah satu penjual bakso keliling asal Kabupaten Nganjuk, yang merantau di Kota Probolinggo, Sobari mengatakan, adanya LPG 3 kg sangat membantunya dalam membangun usaha.

Satu tabung gas melon, ia manfaatkan untuk pengapian bakso dan penerangan rombong saat berjualan. "Kan saya jualannya keliling. Ini cukup ringan dan ringkas. Irit pula," ungkapnya dengan bangga.

Selama berjualan, Sobari tidak perlu repot jika isi tabung habis. Dia bisa membeli di toko terdekat dengan tempatnya berhenti. "Gampang dan praktislah pokoknya," ucapnya.

Menyikapi keberadaan jaringan gas alam, dan gas LPG milik Pertamina di tengah-tengah masyarakat, khususnya di Kota Probolinggo. Pegamat ekonomi Universitas Dr. Soetomo Surabaya, Meithiana Indrasari mengatakan, pemerintah melalui PT Pertamina (Persero), dan PT. PGN (Persero) Tbk perlu melakukan pemetaan dengan jelas.

Menurutnya kedua perusahaan plat merah ini harus saling mendukung dan terintegrasi, sehingga ada kejelasan wilayah pelayanan, dan masyarakat bisa terlayani kebutuhannya dengan baik.

"Toh keduanya kan menjalankan amanat dari negara, untuk kesejahteraan masyarakat. Jadi semua pasti bisa dilalui," ucap Meithiana.

Di sisi lain, PT Pertamina (Persero), selaku pengelola penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia, bersama Kementerian ESDM terus melakukan inovasi untuk meminimalisir ongkos belanja bahan bakar masyarakat. Salah satunya dengan mengonversi bahan bakar kapal nelayan yang semula menggunakan premium menjadi LPG 3 kg.

Dirjen Migas Kementerian ESDM, Mas’ud Khamid menjelaskan, konversi ini untuk membantu nelayan dalam meminimalisasi biaya operasional mereka saat menangkap ikan.

Menurutnya, nelayan harus membakar 7 liter premium per hari, atau sebesar Rp45.150, jika memakai bahan bakar premium. Namun, melalui penggunaan LPG 3 kg dengan harga refill satu tabung yaitu Rp17.000, pengeluaran nelayan dapat lebih hemat 62 persen.

"Satu tabung LPG 3 kg biasanya dapat dihabiskan 2-3 hari penggunaan, tergantung dari jauhnya lokasi yang ditempuh untuk mencari ikan," katanya disela-sela pembagian paket perdana konverter kit kepada nelayan di Probolinggo, Rabu, (31/10/2018).

Mas’ud menegaskan, adanya peralihan penggunaan bahan bakar dari BBM ke LPG 3 kg, Pertamina senantiasa akan menyediakan kebutuhan LPG 3 kg di wilayah setempat.

Di wilayah Kabupaten Probolinggo, terdapat empat agen dan empat pangkalan yang melayani di masing-masing titik pembagian. Yakni ada di Tongas, Sumber Asih, Gending Pesisir, dan Paiton.

"Masyarakat, terutama para nelayan tidak perlu khawatir, karena kami akan memberikan jaminan kelancaran distribusi LPG 3 kg," tegasnya.

Untuk mendukung percepatan konversi, Pertamina Marketing Operation Region (MOR) V Jawa Timur-Bali-Nusa Tenggara, pada tahun ini akan membagikan paket konverter kit di wilayah kerjanya.

Sebanyak 6.740 unit konverter akan dibagikan secara cuma-cuma pada nelayan. Untuk Jawa Timur Pertamina Mor V membagikan 3.738 paket, Bali 1.081 paket, dan Nusa Tenggara Barat 1.921 paket.

"Saat ini kebutuhan LPG 3 kg di wilayah Kabupaten Probolinggo, sebanyak 25.737 tabung per hari, dan kebutuhan masyarakat tercukupi. Sedangkan Kota Probolinggo 11.900 tabung per hari. Distribusi juga berjalan lancar," pungkas Mas’ud.

Adapun kriteria penerima paket bantuan konverter adalah nelayan yang memiliki kapal ukuran kurang dari 5 Gross Tonnage (GT). Kapal tersebut berbahan bakar premium, dengan daya mesin dibawah 13 Horse Power (HP).

Kriteria tersebut, sesuai dengan Peraturan Presiden No. 126 Tahun 2015 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga LPG untuk Kapal Perikanan bagi nelayan kecil.
(eyt)
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.0646 seconds (0.1#10.24)