Peristiwa Bandung Lautan Api dan Aksi Heroik Mohammad Toha

Jum'at, 27 Juli 2018 - 06:00 WIB
Peristiwa Bandung Lautan Api dan Aksi Heroik Mohammad Toha
Monumen Bandung Lautan Api. Foto/Dok SINDO
A A A
BANDUNG - KOTA Bandung memiliki sejarah tersendiri terkait perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI. Peristiwa Bandung Lautan Api dan aksi heroik Mohammad Toha menjadi bukti.

Kobaran api menjalar ke seluruh Kota Bandung. Kota yang kini menjadi Ibu Kota Jawa Barat itu pada 24 Maret 1946 sengaja dibumihanguskan karena para pejuang dan warganya tak rela wilayah tersebut dikuasai Sekutu.

Dikutip dari id.wikipedia.org, peristiwa Bandung Lautan Api adalah peristiwa kebakaran besar yang terjadi di Kota Bandung, 24 Maret 1946. Kala itu, penduduk Bandung membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. Hal ini dilakukan untuk mencegah tentara Sekutu dan tentara NICA Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung sebagai markas strategis militer dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.

Peristiwa ini bermula ketika pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada 12 Oktober 1945. Sejak semula, hubungan mereka dengan Pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan kepada mereka.

Sementara, orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR tidak dapat dihindari.

Pada 21 November 1945 malam, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang dijadikan markas tentara Inggris.

MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata pada 24 Maret 1946.

Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI, sebutan bagi TNI pada saat itu) meninggalkan Kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi bumi hangus. Para pejuang RI tidak rela Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA.

Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui Musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoeangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 23 Maret 1946. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan Kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.

Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara. Jaringan listrik mati. Peristiwa di atas merupakan bentuk pengorbanan warga Bandung untuk mempertahankan kemerdekaan RI.

Pengorbanan untuk mempertahankan kemerdekaan RI juga ditunjukkan salah seorang pemuda militan bernama Mohammad Toha, yang kala itu berusia 19 tahun. Saat terjadi peristiwa Bandung Lautan Api, Toha bersama pasukan ikut meninggalkan Kota Bandung menuju selatan dan bermakas di Kulalet, seberang Sungai Citarum di Dayeuhkolot.

Pria kelahiran Desa Suniaraja, Kota Bandung pada tahun 1927 ini ikut bertempur melawan serdadu Belanda (NICA). Pasukannya berada di bawah komando MP3. Dua hari setelah tentara Sekutu meninggalkan Kota Bandung (19 Mei 1946), serdadu Belanda melancarkan serangan ke daerah Bandung Tenggara dan sore harinya membombardir Kulalet, tempat markas pasukan Toha.

Di Dayeuhkolot yang dijadikan basis serdadu Belanda untuk menyerang dan menembaki daerah perjuangan RI yang berada di seberangnya, ada sebuah gedung bertingkat dua yang jadi tempat penyimpanan (gudang) mesiu.

Toha pun memiliki tekad menghancurkan gudang senjata musuh. Namun, atasannya tidak menyetujui hal tersebut. Tapi, tekad Toha sudah bulat. Saat menemui ibunya di Garut, dia meminta restu. Tekadnya semakin bulat untuk menghancurkan gudang mesiu itu.

Dikutip dari http://sej-pendidikan.blogspot.co.id/p/para-tokoh.html, pada 9 Juli 1946, Toha bersama anggota pasukan dari Barisan Banteng RI mendapat perintah berangkat ke medan perang dengan tugas sebagai penyelidik. Keberangkatannya disertai Pasukan Hizbullah dan Pasukan Pangeran Papak. Pemimpin pasukan Hizbullah bernama Muhammad Ramdan.

Belum jauh perjalanan mereka, musuh menyerang dengan granat. Anak buah Toha ada yang terluka. Toha meloncat dan maju seorang diri, sedangkan para prajurit lainnya mengundurkan diri.

Toha dan Ramdan tidak kembali ke induk pasukannya. 10 Juli 1946 pukul 12.30, terdengar ledakan dahsyat yang mengejutkan penduduk sekitar Kota Bandung. Ledakan terdengar hingga radius 70 km. Ternyata, suara ledakan itu berasal dari gedung yang berfungsi sebagai gudang senjata dan mesiu.

Hasil penyelidikan MP3 mengungkapkan, ledakan dahsyat di gedung mesiu itu merupakan upaya jibaku Toha dan Ramdan dengan tujuan menghancurkan gudang mesiu itu. Laporan yang dibuat oleh Markas Daerah Barisan Benteng Priangan meyakini bahwa Toha dan Ramdan turut tewas dalam peristiwa tersebut.

Gugurnya Toha juga disinggung AR Soehoed dalam buku Menyertai Setengah Abad Perjalanan Republik/tim penulis Aristides Katoppo...[et al]. -- Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001.

Dalam buku itu diceritakan, saat berjalan kaki menuju Stasiun Cicalengka, AR Soehoed dan kawannya melihat pesawat Dakota terbang melintas. Mereka khawatir jadi sasaran. Tiba-tiba terdengar ledakan yang luar biasa kerasnya. Dia dan kawannya langsung mencari tempat berlindung.

Setelah menengok ke atas, pesawat itu telah hilang. Yang tertinggal adalah asap tebal mengepul di sebelah utara. Ternyata, Mohammad Toha telah gugur bersama hancurnya gudang mesiu Belanda di Dayeuhkolot.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6749 seconds (0.1#10.140)