Adik Saya Meninggal Terbawa Banjir, Ditemukan Sudah Tertimpa Mobil

Senin, 26 September 2016 - 21:20 WIB
Adik Saya Meninggal Terbawa Banjir, Ditemukan Sudah Tertimpa Mobil
Adik Saya Meninggal Terbawa Banjir, Ditemukan Sudah Tertimpa Mobil
A A A
GARUT - Tatapan mata Firman Suhendar (13) terlihat kosong. Raut wajahnya tampak menyimpan duka. Dia seolah menerawang sesuatu dalam benaknya.

Saat diajak berbincang di pengungsian korban banjir bandang di kawasan Cimacan, Kabupaten Garut, Firman berbicara terbuka soal apa yang dipikirkannya. Dengan kepala tertunduk, dia mengungkap rasa sedihnya.

"Rayi abi maot kacandak banjir. Kapendakna di caket bumi katindihan ku mobil (Adik saya meninggal terbawa banjir. Ditemukan di dekat rumah dalam kondisi tertimpa mobil)," ujar Firman, Senin (26/9/2016).

Sesaat kemudian, siswa SMP PGRI, Cimacan, Kabupaten Garut itu diam. Kepalanya semakin menunduk. Matanya sedikit berkaca-kaca. Dia lalu bertutur soal adiknya yang bernama Ahmad Solihin (3,5).

Firman mengaku sangat dekat dengan adiknya. Sehari-hari, Firman menjadi kakak, teman, sekaligus pengasuh Ahmad. "Kalau si dede jajan, saya yang ngasih jajan. Kalau mandi juga saya yang mandiin," ungkapnya.

Kedekatan itu membuat kesedihan Firman begitu dalam. Sebab setiap hari, dia dan adiknya tak pernah jauh dalam waktu lama. Tapi kini, segala kedekatan itu sirna akibat banjir bandang. Jenazah sang adik pun sudah berada di dalam kubur.

Dari berbagai momen kebersamaannya, Firman paling mengingat kegemaran adiknya yaitu bermain balon dan pedang-pedangan. Selain itu, dia sering bermain playstation (PS).

"Mun maen PS sok duaan. Dede Ahmad mah resep sok seuseurian mun maen teu ngartos ge (Kalau main PS suka berdua. Ahmad suka ketawa-ketawa kalau main PS walaupun tidak mengerti," tuturnya.

Firman lalu mengangkat wajahnya. Dia berusaha tegar menerima apa yang terjadi. Dia tampak menahan tangis dalam posisi bersandar pada tembok.

"Ayeuna mah moal tiasa maen PS duaan deui (sekarang sudah enggak bisa main PS berdua lagi)," sesalnya.

Tapi Firman berusaha bangkit dari kesedihannya. Untuk memupus rasa dukanya, dia bermain dengan teman-temannya yang tinggal di pengungsian korban banjir. Apalagi di lokasi pengungsian ada kegiatan trauma healing yang sedikitnya bisa mengalihkan ingatannya dari sang adik meski hanya sesaat.

Dia pun tetap bersyukur dalam kesedihannya. Sebab kedua orangtuanya masih ada, karena mampu menyelamatkan diri saat banjir bandang menerjang pada Selasa 20 September 2016.

Kedua orangtuanya jelas jadi sesuatu yang sangat berharga baginya saat ini. Sebab selain orangtua, dia tak punya apa-apa lagi. Adik kesayangannya jelas sudah tak ada, harta benda, bahkan rumah hancur serta terseret arus.

Kini Firman berusaha bangkit dan memupuk mimpinya. Dia bercita-cita ingin jadi manusia yang bermanfaat bagi sesama dan jelas jadi kebanggaan orangtua.

"Hoyong jadi polisi, hoyong membela kebenaran (Ingin jadi polisi, ingin membela kebenaran)," pungkasnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2765 seconds (0.1#10.140)