Bobby Nasution Tegaskan Kota Medan Anti LGBT
loading...
A
A
A
MEDAN - Wali Kota Medan, Muhammad Bobby Afif Nasution menyatakan Kota Medan anti Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Sikap Pemerintah Kota Medan di bawah kepemimpinannya menolak tegas perilaku LGBT.
Penolakan itu, kata Bobby, sesuai dengan pesan dari para tokoh agama di Medan yang meminta agar masyarakat menghindari perilaku LGBT tersebut. Apalagi LGBT merupakan kebudayaan luar.
"Tadi saya bilang, kita pengen, tadi juga pesan dari tokoh-tokoh agama kita harus menghindari hal-hal seperti itu (LGBT), kemaksiatan juga harus kita tekan, hal-hal yang di luar kebudayaan kita," sebut Bobby saat membuka acara perayaan tahun baru, Minggu (1/12023).
Lebih lanjut, Bobby menjelaskan bahwa tidak ada satu etnis pun di Kota Medan yang mengajarkan untuk memiliki pasangan sesama jenis. Sehingga dia meminta agar kebudayaan Medan yang harus dimunculkan dalam aktivitas sehari-hari.
"Tidak ada satupun etnis di Kota Medan ini yang mengajarkan berpasangan sesama jenis, jadi kita timbulkan kebudayaan kita saja, baik itu dari sisi kebudayaan maupun dalam kehidupan sehari-hari, begitu juga dalam berpasangan," tutupnya.
Bobby juga menyesalkan sikap para LGBT yang berani memperlihatkan perilakunya di depan umum. Seperti saat mengikuti perayaan malam pergantian tahun baru kemarin.
"Sepanjang saya jalan dari depan Kantor Wali Kota saya lihat kok yang cowok sama cowok (berpasangan), nggak ada ya Kota Medan nggak ada LGBT, kita anti LGBT," tegas Bobby.
Pernyataan sikap Pemkot Medan terhadap perilaku LGBT itu mendapat dukungan dari Firmansyah salah seorang tokoh pemuda di Medan. Namun sikap saja bagi Firmansyah belum cukup. Sikap penolakan itu harus diwujudkan dalam kebijakan dan peraturan yang diberlakukan pemerintah.
"(LGBT) Ini penyakit yang kalau dibiarkan akan menjangkiti generasi muda kita. Jadi pernyataan sikap saja enggak cukup. Harus ada aturan yang jelas yang menolak kehadiran mereka. Jangan diberi ruang sedikit pun," kata Firmansyah.
Sementara itu, Fenita Ridwan, salah seorang LGBT di Medan mengaku Pemerintah Kota Medan terlalu jauh mencampuri perilaku seksual warganya. Perilaku LGBT menurutnya sudah ada dan berkembang seiring perkembangan peradaban dunia.
Saat ini negara-negara di dunia, kata Fenita, mulai menerima kehadiran LGBT. Karena perilaku itu LGBT nyata dan bukan persoalan kebudayaan semata.
"Selagi mereka tidak menunjukkan perilaku LGBT di depan umum, misalnya berciuman sesama jenis, sebenarnya tak perlu disikapi berlebih. Mungkin Wali Kota kita lagi latah. Mungkin karena sudah dekat pemilu juga," tukasnya.
Penolakan itu, kata Bobby, sesuai dengan pesan dari para tokoh agama di Medan yang meminta agar masyarakat menghindari perilaku LGBT tersebut. Apalagi LGBT merupakan kebudayaan luar.
"Tadi saya bilang, kita pengen, tadi juga pesan dari tokoh-tokoh agama kita harus menghindari hal-hal seperti itu (LGBT), kemaksiatan juga harus kita tekan, hal-hal yang di luar kebudayaan kita," sebut Bobby saat membuka acara perayaan tahun baru, Minggu (1/12023).
Lebih lanjut, Bobby menjelaskan bahwa tidak ada satu etnis pun di Kota Medan yang mengajarkan untuk memiliki pasangan sesama jenis. Sehingga dia meminta agar kebudayaan Medan yang harus dimunculkan dalam aktivitas sehari-hari.
"Tidak ada satupun etnis di Kota Medan ini yang mengajarkan berpasangan sesama jenis, jadi kita timbulkan kebudayaan kita saja, baik itu dari sisi kebudayaan maupun dalam kehidupan sehari-hari, begitu juga dalam berpasangan," tutupnya.
Bobby juga menyesalkan sikap para LGBT yang berani memperlihatkan perilakunya di depan umum. Seperti saat mengikuti perayaan malam pergantian tahun baru kemarin.
"Sepanjang saya jalan dari depan Kantor Wali Kota saya lihat kok yang cowok sama cowok (berpasangan), nggak ada ya Kota Medan nggak ada LGBT, kita anti LGBT," tegas Bobby.
Pernyataan sikap Pemkot Medan terhadap perilaku LGBT itu mendapat dukungan dari Firmansyah salah seorang tokoh pemuda di Medan. Namun sikap saja bagi Firmansyah belum cukup. Sikap penolakan itu harus diwujudkan dalam kebijakan dan peraturan yang diberlakukan pemerintah.
"(LGBT) Ini penyakit yang kalau dibiarkan akan menjangkiti generasi muda kita. Jadi pernyataan sikap saja enggak cukup. Harus ada aturan yang jelas yang menolak kehadiran mereka. Jangan diberi ruang sedikit pun," kata Firmansyah.
Sementara itu, Fenita Ridwan, salah seorang LGBT di Medan mengaku Pemerintah Kota Medan terlalu jauh mencampuri perilaku seksual warganya. Perilaku LGBT menurutnya sudah ada dan berkembang seiring perkembangan peradaban dunia.
Saat ini negara-negara di dunia, kata Fenita, mulai menerima kehadiran LGBT. Karena perilaku itu LGBT nyata dan bukan persoalan kebudayaan semata.
"Selagi mereka tidak menunjukkan perilaku LGBT di depan umum, misalnya berciuman sesama jenis, sebenarnya tak perlu disikapi berlebih. Mungkin Wali Kota kita lagi latah. Mungkin karena sudah dekat pemilu juga," tukasnya.
(shf)