Gagal Taklukkan Tanah Jawa, Raja Sriwijaya Ucapkan Kutukan Mengerikan
loading...
A
A
A
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan bercorak Budha di Indonesia yang berdiri abad ke-7 masehi. Kerajaan Sriwijaya memiliki sejumlah prasasti berisi kutukan.
Konon, penguasa Kerajaan Sriwijaya mengucapkan kutukan kepada wilayah yang disebut pemberontak. Hal ini tertuang pada Prasasti Kota Kapur yang ditemukan di Pulau Bangka, di sebelah utara Sungai Menduk.
Seperti terjemahan isi prasasti dari Kern, pada "Kedatuan Sriwijaya" terdapat tulisan dengan huruf pallawa yang bila diterjemahkan menjadi "biar pula mereka mati kena kutuk".
Tambahan pula biar mereka yang menghasut orang supaya merusak, yang merusak batu yang diletakkan di tempat ini, mati juga kena kutuk dan dihukum langsung. Biar para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti, yang tak setia pada saya, biar pelaku perbuatan tersebut mati kena kutuk.
Baca juga: Kisah Raja Muda Majapahit Minta Dicarikan Jodoh oleh Gajah Mada
Prasasti ini ditulis pada tahun Saka 608, hari pertama paruh terang bulan Waisakha, pada saat itulah kutukan ini diucapkan. Konon yang memerintahkan mengutuk saat itu adalah Raja Dapunta Hyang Sri Jayanasa.
Adapun Krom menjelaskan, bahwa Prasasti Kota Kapur menjadi bagian dari politik ekspansi dari Kerajaan Sriwijaya. Konon saat itu kutukan diucapkan saat bala tentera Sriwijaya baru berangkat untuk menyerang tanah Jawa yang tidak takluk kepada Kerajaan Sriwijaya.
Memang penyebutan Pulau Jawa di prasasti ini masih menimbulkan berbagai tafsiran. Sebab jika dimaksud Pulau Jawa, maka tak masuk akal mengapa ekspedisi yang dilancarkan untuk menyerbu bhumi Java, disebut dalam sebuah prasasti yang ditemukan di Bangka.
Pernyataan itu lantas diberi jawaban oleh Krom, yang menyebut pengambilalihan wilayah sesudah perang. Pada prasasti itu hanya diberitakan bahwa pemahatannya terjadi pada saat tentara Sriwijaya baru berangkat untuk menyerang Pulau Jawa yang tidak takluk pada Sriwijaya.
Dari sini Krom menjelaskan ekspedisi ini sebagai contoh agar penduduk tempat batu prasasti itu didirikan, yaitu penduduk Pulau Bangka, agar berpikir dulu, kalau kalau ada niat untuk memberontak ke terhadap kekuasaan Sriwijaya.
Konon, penguasa Kerajaan Sriwijaya mengucapkan kutukan kepada wilayah yang disebut pemberontak. Hal ini tertuang pada Prasasti Kota Kapur yang ditemukan di Pulau Bangka, di sebelah utara Sungai Menduk.
Seperti terjemahan isi prasasti dari Kern, pada "Kedatuan Sriwijaya" terdapat tulisan dengan huruf pallawa yang bila diterjemahkan menjadi "biar pula mereka mati kena kutuk".
Tambahan pula biar mereka yang menghasut orang supaya merusak, yang merusak batu yang diletakkan di tempat ini, mati juga kena kutuk dan dihukum langsung. Biar para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti, yang tak setia pada saya, biar pelaku perbuatan tersebut mati kena kutuk.
Baca juga: Kisah Raja Muda Majapahit Minta Dicarikan Jodoh oleh Gajah Mada
Prasasti ini ditulis pada tahun Saka 608, hari pertama paruh terang bulan Waisakha, pada saat itulah kutukan ini diucapkan. Konon yang memerintahkan mengutuk saat itu adalah Raja Dapunta Hyang Sri Jayanasa.
Adapun Krom menjelaskan, bahwa Prasasti Kota Kapur menjadi bagian dari politik ekspansi dari Kerajaan Sriwijaya. Konon saat itu kutukan diucapkan saat bala tentera Sriwijaya baru berangkat untuk menyerang tanah Jawa yang tidak takluk kepada Kerajaan Sriwijaya.
Memang penyebutan Pulau Jawa di prasasti ini masih menimbulkan berbagai tafsiran. Sebab jika dimaksud Pulau Jawa, maka tak masuk akal mengapa ekspedisi yang dilancarkan untuk menyerbu bhumi Java, disebut dalam sebuah prasasti yang ditemukan di Bangka.
Pernyataan itu lantas diberi jawaban oleh Krom, yang menyebut pengambilalihan wilayah sesudah perang. Pada prasasti itu hanya diberitakan bahwa pemahatannya terjadi pada saat tentara Sriwijaya baru berangkat untuk menyerang Pulau Jawa yang tidak takluk pada Sriwijaya.
Dari sini Krom menjelaskan ekspedisi ini sebagai contoh agar penduduk tempat batu prasasti itu didirikan, yaitu penduduk Pulau Bangka, agar berpikir dulu, kalau kalau ada niat untuk memberontak ke terhadap kekuasaan Sriwijaya.