Jawa Timur Dilanda 211 Bencana Sepanjang Januari-November, Banjir Paling Banyak
loading...
A
A
A
SURABAYA - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur (Jatim) mencatat, selama Januari hingga November tahun 2022 telah terjadi sebanyak 211 bencana . Tercatat banjir paling banyak mencapai 107 kejadian.
Dalam peristiwa itu, sebanyak 11 orang meninggal dunia, 32 orang dilaporkan luka-luka, 3.554 rumah rusak dan 101.131 kepala keluarga (KK) terdampak.
Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPDB Jatim, Gatot Soebroto menyebutkan, dari total jumlah bencana tersebut, sebanyak 107 bencana banjir, 78 angin kencang, 4 banjir bandang, 8 tanah longsor, 4 angin puting beliung, dan 10 bencana lainnya seperti gempa bumi, gerakan tanah, banjir rob serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Jumlah bencana hingga November 2022 tersebut belum termasuk bencana APG (awan panas guguran) Gunung Semeru," katanya, Selasa (13/12/2022).
Sementara itu di tahun 2021, jumlah bencana di Jatim sebanyak 310 kejadian. Dari jumlah itu, warga yang meninggal dunia sebanyak 101 orang, luka-luka 211 orang, rumah rusak sebanyak 22.155 unit dan 144.631 KK terdampak.
Sebagian besar bencana adalah banjir sebanyak 165 kejadian. Kemudian angin kencang 71 kejadian. Disusul banjir bandang 12, tanah longsor 33, angin puting beliung 14, gempa bumi 3 dan lainnya 12 kejadian.
Gatot meminta warga untuk mewaspadai bencana hidrometeorologi. Ini merupakan bencana yang diakibatkan oleh parameter meteorologi seperti curah hujan, kelembapan, temperatur, dan angin.
Baca juga: Jawa Timur Jadi Provinsi Paling Bahagia di Pulau Jawa dan Bali
Bencana ini berhubungan dengan fenomena alam La Nina. Fenomena ini sudah pernah terjadi pada tahun 2021 yaitu peningkatan curah hujan hingga tujuh puluh persen di seluruh Pulau Jawa. "Semua kawasan di Jatim berpotensi hujan lebat yang memicu puting beliung dan tanah longsor," ujarnya.
Bencana hidrometeorologi menimbulkan berbagai macam dampak. Antara lain, dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dampak sosial meliputi hilangnya mata pencaharian dan trauma bagi masyarakat terdampak bencana. Dampak ekonomi yaitu terganggunya kegiatan perekonomian dan terputusnya alur perekonomian.
"Untuk menghadapi bencana, kolaborasi antar kabupaten/kota dan relawan akan terus perkuat," tandasnya.
Dalam peristiwa itu, sebanyak 11 orang meninggal dunia, 32 orang dilaporkan luka-luka, 3.554 rumah rusak dan 101.131 kepala keluarga (KK) terdampak.
Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPDB Jatim, Gatot Soebroto menyebutkan, dari total jumlah bencana tersebut, sebanyak 107 bencana banjir, 78 angin kencang, 4 banjir bandang, 8 tanah longsor, 4 angin puting beliung, dan 10 bencana lainnya seperti gempa bumi, gerakan tanah, banjir rob serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Jumlah bencana hingga November 2022 tersebut belum termasuk bencana APG (awan panas guguran) Gunung Semeru," katanya, Selasa (13/12/2022).
Sementara itu di tahun 2021, jumlah bencana di Jatim sebanyak 310 kejadian. Dari jumlah itu, warga yang meninggal dunia sebanyak 101 orang, luka-luka 211 orang, rumah rusak sebanyak 22.155 unit dan 144.631 KK terdampak.
Sebagian besar bencana adalah banjir sebanyak 165 kejadian. Kemudian angin kencang 71 kejadian. Disusul banjir bandang 12, tanah longsor 33, angin puting beliung 14, gempa bumi 3 dan lainnya 12 kejadian.
Gatot meminta warga untuk mewaspadai bencana hidrometeorologi. Ini merupakan bencana yang diakibatkan oleh parameter meteorologi seperti curah hujan, kelembapan, temperatur, dan angin.
Baca juga: Jawa Timur Jadi Provinsi Paling Bahagia di Pulau Jawa dan Bali
Bencana ini berhubungan dengan fenomena alam La Nina. Fenomena ini sudah pernah terjadi pada tahun 2021 yaitu peningkatan curah hujan hingga tujuh puluh persen di seluruh Pulau Jawa. "Semua kawasan di Jatim berpotensi hujan lebat yang memicu puting beliung dan tanah longsor," ujarnya.
Bencana hidrometeorologi menimbulkan berbagai macam dampak. Antara lain, dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dampak sosial meliputi hilangnya mata pencaharian dan trauma bagi masyarakat terdampak bencana. Dampak ekonomi yaitu terganggunya kegiatan perekonomian dan terputusnya alur perekonomian.
"Untuk menghadapi bencana, kolaborasi antar kabupaten/kota dan relawan akan terus perkuat," tandasnya.
(nic)