Waspada! 103.000 Warga Jabar Tertular TBC, Terbesar di Indonesia

Rabu, 09 November 2022 - 16:27 WIB
loading...
Waspada! 103.000 Warga Jabar Tertular TBC, Terbesar di Indonesia
Jabar menjadi provinsi penyumbang penderita TBC terbesar di Indonesia yakni 103.000 orang penderita. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
BANDUNG - Sekitar 103.000 orang warga Jawa Barat tertular penyakit tuberkulosis (TBC). Kondisi ini menjadikan Jabar sebagai provinsi penyumbang penderita TBC terbesar di Indonesia.

Hal itu mengemuka dalam pertemuan lintas sektor tingkat kabupaten/kota untuk menekan penyebaran TBC dan mencegah penambahan kasus stunting di Bandung, Rabu (9/11/2022).


Dalam pertemuan yang juga menjadi rangkaian peringatan Hari Kesehatan Nasional tingkat Provinsi Jabar tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jabar, Nina Susana Dewi mengungkapkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap ancaman TBC masih rendah sehingga jumlah penderitanya terus bertambah.

Nina menjelaskan, saat ini, Indonesia merupakan negara terbanyak kedua jumlah penderita TBC di dunia dan Provinsi Jabar menjadi penyumbang terbesar di mana 128.000 warganya diprediksi mengidap penyakit tersebut.

"Yang ditemukan baru 103.000," ungkap Nina.

Selain masih minimnya kesadaran masyarakat, lanjut Nina, berbagai faktor menjadi penyebab masih tingginya jumlah penderita TBC di Jabar, di antaranya proses pengobatan yang membutuhkan waktu lama, setidaknya enam bulan.



Akibatnya, kata Nina, tidak sedikit pasien yang menghentikan pengobatan meski baru berjalan beberapa bulan, bahkan pekan saja.

"Orang tak tahan terus menerus berobat setiap hari," ujarnya.

Tidak hanya itu, lanjut Nina, ada juga pasien yang merasa sudah sembuh meski baru berobat 1-2 bulan.

"Jadi ini yang menyebabkan tak tercapainya pengobatan," terangnya.

Penyebab lainnya, masih banyak orang yang merasa malu ketika ada keluarganya tertular TBC. Sehingga, banyak masyarakat yang memiliki kontak erat dengan pengidap TBC, namun tidak melakukan pengobatan.

"Penularan TBC relatif mudah karena bisa melalui udara. Padahal, harusnya yang kontak erat menjalani terapi pencegahan TBC (TPT), diberi obat juga, tapi banyak yang kontak erat tidak mau periksa sehingga tidak menjalani TPT, ujungnya terkena dan menularkan," papar Nina.

Selain itu, penyebaran TBC pun diperburuk oleh tidak terdeteksinya penyakit tersebut saat pengobatan. Menurut Nina, banyak warga yang merasa hanya terkena flu dan batuk biasa sehingga hanya menjalani pengobatan biasa.

"Mungkin dianggap flu biasa, batuk biasa, padahal sudah sering, sudah lama. Karena informasinya tidak benar, sehingga (saat berobat) tidak diperiksa dahak, tidak di-rongent," jelasnya.

Lebih lanjut Nina membeberkan, masih tingginya penyebaran TBC juga terjadi karena minimnya pendataan, terutama dari fasilitas pelayanan kesehatan swasta. Dia menilai, banyak klinik maupun rumah sakit swasta yang tidak melaporkan tengah merawat pasien TBC.

"Kepatuhan untuk melapor juga kecil. Ini menambah beban untuk menurunkan TBC," kata Nina.

Sementara itu, Ketua Tim Pencegahan, Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular Dinkes Jabar, M Yudi Koharudin menjelaskan, terdapat tiga indikator yang harus dilaksanakan dalam upaya menekan penularan TBC.

Pertama, penemuan kasus harus mencapai target sehingga tidak ada lagi masyarakat yang tidak mengetahui jika mengidap TBC. Kedua, pengobatan harus dilakukan sampai tuntas, sedikitnya selama enam bulan.

"Indikator ketiga yaitu pemberian terapi pencegahan. Diberikan ke orang-orang yang punya kontak erat dengan pengidap TBC," katanya.

Sama halnya dengan penderita TBC, lanjut Yudi, orang-orang yang punya riwayat kontak erat pun harus diobati dengan baik.

"Ada yang obatnya diberikan selama tiga bulan, tiap minggu. Ada yang diberikan tiap hari," terangnya.

Lebih lanjut Yudi mengatakan bahwa pihaknya menargetkan temuan kasus TBC pada 2022 ini mencapai 90 persen.

"Alhamdulillah kini sudah 92 persen," ujar Yudi.

Namun, dia juga mengakui bahwa tingkat kesembuhan pengobatan TBC di Jabar baru mencapai 73 persen.

"Yang jadi masalah, target TPT masih sangat kecil. Masyarakat belum sadar pentingnya pengobatan (pencegahan) saat sudah kontak erat dengan pasien TBC. Tidak hanya keluarganya, petugas yang mengecek pasien pun harus dicek yang diobati," katanya.

Masih di tempat yang sama, Kepala Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Jabar, Ema Rahmawati mengatakan, pihaknya siap melakukan pemeriksaan terhadap sampel TBC. Bahkan, Labkesda Jabar menjadi rujukan nasional pemeriksaan mikroskopis TBC.

"Hingga saat ini, Labkesda Jawa Barat juga aktif memberi pelatihan dan pembinaan ke provinsi lain, petugas kami selalu hadir untuk membina provinsi lain," katanya.

Dia menyebut, dalam setahun, pihaknya secara rutin memeriksa 300.000-400.000 sampel TBC dari Jabar dan provinsi lain di Indonesia.

"Lalu ada 8.000 (sampel) per tahun sampai TB resisten obat," tandasnya.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2073 seconds (0.1#10.140)