Kisah Keris Mpu Gandring, Pusaka Pembunuh 7 Keturunan Ken Arok
loading...
A
A
A
Tohjaya mengadakan acara sabung ayam kerajaan yang sangat digemari Anusapati. Ketika Anusapati lengah, Tohjaya mengambil keris Mpu Gandring dan langsung membunuhnya di tempat. Tohjaya membunuhnya berdasarkan hukuman dimana Anusapati diyakini membunuh Ken Arok.
Setelah membunuh Anusapati, Tohjaya mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Anusapati. Tohjaya sendiri tidak lama memerintah. Muncul berbagai ketidak puasan baik dikalangan rakyat dan bahkan kalangan elit istana yang merupakan keluarganya dan saudaranya sendiri, diantaranya Mahisa Campaka dan Dyah Lembu Tal.
Ketidakpuasan dan intrik istana ini akhirnya berkobar menjadi peperangan yang menyebabkan tewasnya Tohjaya. Setelah keadaan berhasil dikuasai, tahta kerajaan akhirnya dilanjutkan oleh Ranggawuni yang memerintah cukup lama dan dikatakan adalah masa damai kerajaan Singashari.
Sejak terbunuhnya Tohjaya, Keris Mpu Gandring hilang tidak diketahui rimbanya. 7 Turunan Ken Arok Beberapa sumber spritual menyebut, Keris Mpu Gandring ini sebenarnya tidak hilang. Dalam arti hilang musnah dan benar-benar tidak ketahuan keberadaannya.
Di akhir hayatnya di ujung keris buatannya sendiri, Mpu Gandring mengutuk Ken Arok, bahwa keris itu akan menelan korban tujuh turunan dari Ken Arok. Dalam sejarah ataupun legenda ternyata ada 7 (tujuh) orang terbunuh oleh keris itu, yaitu Mpu Gandring (pembuat keris), Kebo Ijo (rekan Ken Arok), Tunggul Ametung (penguasa Tumapel saat itu), Ken Arok (pendiri Kerajaan Singasari), Ki Pengalasan (pengawal Anusapati yang membunuh Ken Arok), Anusapati (anak Ken Dedes yang memerintah Ki Pengalasan membunuh Ken Arok), dan Tohjaya (putra Ken Arok dari selirnya Ken Umang tidak terbunuh oleh keris ini). Satu lagi yang terakhir adalah Ken Dedes yang mati oleh keris itu. Dan kemudian keris itu diambil oleh raja jawa yang memiliki kesaktian luar biasa untuk memusnahkan keris itu dibuang ke kawah Gunung Kelud di Jawa Timur.
Anusapati
Sepeninggal Ken Arok, Anusapati dinobatkan sebagai raja Singasari. Namun dia selalu waspada. Bilik tempat tidurnya dikelilingi selokan, halamannya dijaga ketat orang-orang kepercayaannya.
Mengutip kerisaji.com, Panji Tohjaya, anak Ken Arok dari Ken Umang, mengetahui bahwa Ki Pengalasan hanyalah suruhan Anusapati untuk membunuh ayahnya. Dia bersiasat dengan cara mengajak Anusapati meyabung ayam. Tohjaya berhasil meminjam keris Mpu Gandring dari Anusapati dan menukarnya dengan keris lain. Anusapati terlalu asyik menikmati sabung ayam. Tohjaya tak menyia-nyiakan kesempatan dan menancapkan keris Mpu Gandring ke dada Anusapati. Seketika Anusapati tewas pada 1249 –versi berbeda ditulis Negarakertagama yang menyebut Anusapati mati wajar. Tohjaya kemudian naik takhta.
Tohjaya
Kendati bukan mati karena keris Empu Gandring, kematian Tohjaya patut dicatat sebagai rangkaian dari kisah ini. Tohjaya berkuasa dengan diselimuti ketakutan. Kecurigaan terutama ditunjukkan kepada Rangga Wuni, anak Anusapati.
Rangga Wuni memendam dendam atas kematian ayahnya. Bersekutu dengan Mahisa Campaka, anak Mahisa Wunga Teleng yang tak terima tahta kerajaan Kediri diambil Tohjaya, Rangga Wuni melakukan pemberontakan. Mereka menyerang istana. Tohjaya melarikan diri. Namun karena luka-luka dalam pertempuran, dalam pelarian itu Tohjaya meninggal dunia.
Rangga Wuni menaiki tahta kerajaan Singasari dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardhana. Mahisa Cempaka turut pula memerintah dengan gelar Narasimhamurti. Mereka mengadakan pemerintahan bersama dengan menyatukan kerajaan Singasari dan Kediri. Negarakertagama mengibaratkan Wisnu dan Indra.
Setelah membunuh Anusapati, Tohjaya mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Anusapati. Tohjaya sendiri tidak lama memerintah. Muncul berbagai ketidak puasan baik dikalangan rakyat dan bahkan kalangan elit istana yang merupakan keluarganya dan saudaranya sendiri, diantaranya Mahisa Campaka dan Dyah Lembu Tal.
Ketidakpuasan dan intrik istana ini akhirnya berkobar menjadi peperangan yang menyebabkan tewasnya Tohjaya. Setelah keadaan berhasil dikuasai, tahta kerajaan akhirnya dilanjutkan oleh Ranggawuni yang memerintah cukup lama dan dikatakan adalah masa damai kerajaan Singashari.
Sejak terbunuhnya Tohjaya, Keris Mpu Gandring hilang tidak diketahui rimbanya. 7 Turunan Ken Arok Beberapa sumber spritual menyebut, Keris Mpu Gandring ini sebenarnya tidak hilang. Dalam arti hilang musnah dan benar-benar tidak ketahuan keberadaannya.
Di akhir hayatnya di ujung keris buatannya sendiri, Mpu Gandring mengutuk Ken Arok, bahwa keris itu akan menelan korban tujuh turunan dari Ken Arok. Dalam sejarah ataupun legenda ternyata ada 7 (tujuh) orang terbunuh oleh keris itu, yaitu Mpu Gandring (pembuat keris), Kebo Ijo (rekan Ken Arok), Tunggul Ametung (penguasa Tumapel saat itu), Ken Arok (pendiri Kerajaan Singasari), Ki Pengalasan (pengawal Anusapati yang membunuh Ken Arok), Anusapati (anak Ken Dedes yang memerintah Ki Pengalasan membunuh Ken Arok), dan Tohjaya (putra Ken Arok dari selirnya Ken Umang tidak terbunuh oleh keris ini). Satu lagi yang terakhir adalah Ken Dedes yang mati oleh keris itu. Dan kemudian keris itu diambil oleh raja jawa yang memiliki kesaktian luar biasa untuk memusnahkan keris itu dibuang ke kawah Gunung Kelud di Jawa Timur.
Anusapati
Sepeninggal Ken Arok, Anusapati dinobatkan sebagai raja Singasari. Namun dia selalu waspada. Bilik tempat tidurnya dikelilingi selokan, halamannya dijaga ketat orang-orang kepercayaannya.
Mengutip kerisaji.com, Panji Tohjaya, anak Ken Arok dari Ken Umang, mengetahui bahwa Ki Pengalasan hanyalah suruhan Anusapati untuk membunuh ayahnya. Dia bersiasat dengan cara mengajak Anusapati meyabung ayam. Tohjaya berhasil meminjam keris Mpu Gandring dari Anusapati dan menukarnya dengan keris lain. Anusapati terlalu asyik menikmati sabung ayam. Tohjaya tak menyia-nyiakan kesempatan dan menancapkan keris Mpu Gandring ke dada Anusapati. Seketika Anusapati tewas pada 1249 –versi berbeda ditulis Negarakertagama yang menyebut Anusapati mati wajar. Tohjaya kemudian naik takhta.
Tohjaya
Kendati bukan mati karena keris Empu Gandring, kematian Tohjaya patut dicatat sebagai rangkaian dari kisah ini. Tohjaya berkuasa dengan diselimuti ketakutan. Kecurigaan terutama ditunjukkan kepada Rangga Wuni, anak Anusapati.
Rangga Wuni memendam dendam atas kematian ayahnya. Bersekutu dengan Mahisa Campaka, anak Mahisa Wunga Teleng yang tak terima tahta kerajaan Kediri diambil Tohjaya, Rangga Wuni melakukan pemberontakan. Mereka menyerang istana. Tohjaya melarikan diri. Namun karena luka-luka dalam pertempuran, dalam pelarian itu Tohjaya meninggal dunia.
Rangga Wuni menaiki tahta kerajaan Singasari dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardhana. Mahisa Cempaka turut pula memerintah dengan gelar Narasimhamurti. Mereka mengadakan pemerintahan bersama dengan menyatukan kerajaan Singasari dan Kediri. Negarakertagama mengibaratkan Wisnu dan Indra.