BRIN dan ITB Dukung Penemuan Sesar Baru di Sumbar, Ini Rekomendasi BMKG
loading...
A
A
A
JAKARTA - Temuan segmen sesar baru di Sumatera Barat, usai gempa bumi mengguncang Pasaman Barat oleh BMKG melalui webinar mendapat dukungan dari sejumlah pakar Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dalam webinar yang diselenggarakan BMKG, Prof. Sri Widiyantoro dari Institut Teknologi Bandung dan Prof. Danny Hilman Natawidjaja, dari Badan Riset dan Inovasi Nasional sepakat mendukung hasil identifikasi BMKG tersebut.
Dalam webinar tersebut, berdasarkan sebaran titik-titik gempa susulan, pola morfologi serta sebaran kluster titik-titik longsoran pada lereng yang terpotong patahan serta sebaran kluster tingkat kerusakan bangunan yang dipaparkan oleh Kepala Pusat Seismologi Teknik dan Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG, maka bisa dikatakan bahwa itu merupakan patahan baru.
"Namun memang perlu dilanjutkan dengan kajian yang lebih mendalam, terutama terkait dengan keberadaan dan sebaran "surface rupture" atau robekan permukaan tanah dan batuan sebagai indikasi adanya zona yg terpotong oleh patahan," ujar keduanya.
Sementara itu, terkait penemuan sesar baru tersebut, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mewanti-wanti pemerintah daerah setempat untuk mewaspadai kompleksitas sistem sesar aktif di Sumatera Barat. Menurutnya, penataan ruang memiliki peran besar dalam upaya mitigasi bencana.
“Penemuan sesar baru ini perlu ditindak lanjuti dengan penentuan batas zona bahaya yang tidak boleh dibangun pemukiman masyarakat ataupun bangunan vital/strategis tanpa menerapkan konstruksi bangunan tahan gempa, demi alasan keamanan, agar kalaupun terjadi bencana akan meminimalkan baik dari sisi kerugian materi maupun korban jiwa,” ungkap Dwikorita di Jakarta, Sabtu (5/3).
“Setelahnya, perlu penegakan hukum terkait implementasi RTRW tersebut. Bentuknya, dapat berupa tidak lagi menerbitkan izin di lokasi-lokasi yang jelas-jelas memiliki tingkat kerawanan bencana tinggi. Harus ada peta bencana dan zonasi yang jelas,” tambah dia.
Dwikorita menerangkan, hasil kajian yang dilakukan BMKG berdasarkan peta sesar aktif di Sumatra Barat di bagian utara, sebelumnya hanya terdapat patahan di Angkola dan Sianok. Akan tetapi, setelah dikaji mendalam usai gempa Pasaman Barat, kini ditemukan segmen sesar baru yang diberi nama Sesar Talamau.
Sesar baru tersebut, kata dia, diklasifikasikan sebagai sesar geser menganan (dextral strike-slip fault) yang menjadi ciri khas mekanisme sumber gempa Sesar Besar Sumatra. Baca: Tertimbun Material Longsor, Jalan di Desa Lobong Bolmong Tak Bisa Dilalui.
Sesar tersebut berpotensi menimbulkan dampak gempa hingga skala intensitas VII-VIII MMI. Pada skala intensitas tersebut, maka gempa yang terjadi dapat merobohkan struktur bangunan atau rumah dengan tingkat kerusakan sedang hingga berat, sehingga apabila tidak diantisipasi dapat berakibat fatal bagi warga.
Dwikorita menegaskan, dengan semakin bertambahnya segmen patahan aktif yang ditemukan di wilayah Sumatra Barat ini, maka sumber-sumber gempa yang perlu diwaspadai dan dimitigasi tidak hanya di Zona Megathtust dan Patahan Mentawai yang berada di laut saja.
“Teridentifikasinya sesar baru menjadi penanda pola patahan tektonik baru, karenanya perlu diwaspadai dan dimitigasi secara komprehensif karena selama ini zona tersebut dianggap relatif aman,” ujarnya. Baca Juga: Bocah yang Tenggelam di Irigasi Sungai Jembatan Badami Ditemukan Tewas.
Dwikorita menuturkan, relokasi masyarakat dapat menjadi opsi dalam mitigasi. Namun, lanjut dia, apabila hal tersebut sulit dilakukan maka masyarakat perlu terus diedukasi agar dapat lebih memahami konsekuensi jika mereka terus bertahan di lokasi rawan bencana tinggi.
Webinar ini dihadiri oleh Deputi Geofisika dan para analis BMKG, juga para pakar, perekayasa, peneliti baik dari berbagai institusi dan akademisi.
Dalam webinar yang diselenggarakan BMKG, Prof. Sri Widiyantoro dari Institut Teknologi Bandung dan Prof. Danny Hilman Natawidjaja, dari Badan Riset dan Inovasi Nasional sepakat mendukung hasil identifikasi BMKG tersebut.
Dalam webinar tersebut, berdasarkan sebaran titik-titik gempa susulan, pola morfologi serta sebaran kluster titik-titik longsoran pada lereng yang terpotong patahan serta sebaran kluster tingkat kerusakan bangunan yang dipaparkan oleh Kepala Pusat Seismologi Teknik dan Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG, maka bisa dikatakan bahwa itu merupakan patahan baru.
"Namun memang perlu dilanjutkan dengan kajian yang lebih mendalam, terutama terkait dengan keberadaan dan sebaran "surface rupture" atau robekan permukaan tanah dan batuan sebagai indikasi adanya zona yg terpotong oleh patahan," ujar keduanya.
Sementara itu, terkait penemuan sesar baru tersebut, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mewanti-wanti pemerintah daerah setempat untuk mewaspadai kompleksitas sistem sesar aktif di Sumatera Barat. Menurutnya, penataan ruang memiliki peran besar dalam upaya mitigasi bencana.
“Penemuan sesar baru ini perlu ditindak lanjuti dengan penentuan batas zona bahaya yang tidak boleh dibangun pemukiman masyarakat ataupun bangunan vital/strategis tanpa menerapkan konstruksi bangunan tahan gempa, demi alasan keamanan, agar kalaupun terjadi bencana akan meminimalkan baik dari sisi kerugian materi maupun korban jiwa,” ungkap Dwikorita di Jakarta, Sabtu (5/3).
“Setelahnya, perlu penegakan hukum terkait implementasi RTRW tersebut. Bentuknya, dapat berupa tidak lagi menerbitkan izin di lokasi-lokasi yang jelas-jelas memiliki tingkat kerawanan bencana tinggi. Harus ada peta bencana dan zonasi yang jelas,” tambah dia.
Dwikorita menerangkan, hasil kajian yang dilakukan BMKG berdasarkan peta sesar aktif di Sumatra Barat di bagian utara, sebelumnya hanya terdapat patahan di Angkola dan Sianok. Akan tetapi, setelah dikaji mendalam usai gempa Pasaman Barat, kini ditemukan segmen sesar baru yang diberi nama Sesar Talamau.
Sesar baru tersebut, kata dia, diklasifikasikan sebagai sesar geser menganan (dextral strike-slip fault) yang menjadi ciri khas mekanisme sumber gempa Sesar Besar Sumatra. Baca: Tertimbun Material Longsor, Jalan di Desa Lobong Bolmong Tak Bisa Dilalui.
Sesar tersebut berpotensi menimbulkan dampak gempa hingga skala intensitas VII-VIII MMI. Pada skala intensitas tersebut, maka gempa yang terjadi dapat merobohkan struktur bangunan atau rumah dengan tingkat kerusakan sedang hingga berat, sehingga apabila tidak diantisipasi dapat berakibat fatal bagi warga.
Dwikorita menegaskan, dengan semakin bertambahnya segmen patahan aktif yang ditemukan di wilayah Sumatra Barat ini, maka sumber-sumber gempa yang perlu diwaspadai dan dimitigasi tidak hanya di Zona Megathtust dan Patahan Mentawai yang berada di laut saja.
“Teridentifikasinya sesar baru menjadi penanda pola patahan tektonik baru, karenanya perlu diwaspadai dan dimitigasi secara komprehensif karena selama ini zona tersebut dianggap relatif aman,” ujarnya. Baca Juga: Bocah yang Tenggelam di Irigasi Sungai Jembatan Badami Ditemukan Tewas.
Dwikorita menuturkan, relokasi masyarakat dapat menjadi opsi dalam mitigasi. Namun, lanjut dia, apabila hal tersebut sulit dilakukan maka masyarakat perlu terus diedukasi agar dapat lebih memahami konsekuensi jika mereka terus bertahan di lokasi rawan bencana tinggi.
Webinar ini dihadiri oleh Deputi Geofisika dan para analis BMKG, juga para pakar, perekayasa, peneliti baik dari berbagai institusi dan akademisi.
(nag)