Melihat desa tanpa listrik di lereng gunung Wilis

Sabtu, 29 September 2012 - 02:41 WIB
Melihat desa tanpa listrik di lereng gunung Wilis
Melihat desa tanpa listrik di lereng gunung Wilis
A A A
Sindonews.com - Dusun Kalimati, Desa Tugu, Kecamatan Sendang, berada diujung barat agak ke Utara Kabupaten Tulungagung. Letaknya di sela perbukitan, bersebelahan dekat dengan lereng Gunung Wilis. Untuk mencapai permukiman dusun itu, perjalanan harus melintasi pinggiran sungai kering yang dipenuhi bebatuan gunung.

Medannya naik turun. Setiap gerak kendaraan tidak lepas dari tanjakan curam. Beberapa ruas jalan sudah teraspal dan termakadam. Hasil pembangunan pada tahun 2006. Namun sekitar tujuh kilometer yang paling berdekatan dengan permukiman masih berupa tanah basah.

Tidak heran setiap musim hujan, tidak satupun kendaraan bisa melintas disana. "Dan bertahun-tahun warga di Dusun Kalimati tidak pernah menikmati listrik," ujar Gunawan selaku anggota Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Tugu, Kecamatan Sendang, Jumat (28/9/2012).

Energi Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang tidak pernah mampir ke sana membuat dusun yang berpenghuni sekitar 350 jiwa dengan 100 kepala keluarga itu seolah menjadi kampung mati. Secara sosiologis mereka menjadi terisolir. Terasingkan dari peradaban, budaya dan pengetahuan yang berasal dari dunia luar.

Setidaknya, kata Gunawan jika diperbandingkan dengan masyarakat pada umumnya. Sebab nyaris tidak ada sarana komunikasi yang bercokol di sana. Tidak ada pesawat televisi, radio, maupun elektronik lainnya. "Situasi kehidupan di sini nyaris serupa dengan namanya, Kalimati," terangnya.

Aktivitas warga satu-satunya adalah menekuni mata pencaharian sebagai petani huma yang bergantung pada sistem pengairan tadah hujan. Beberapa diantara warga juga memilih menjadi peternak sapi dan perajin anyaman bambu. Namun tidak sedikit sapi yang akhirnya dijual seluruhnya untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Gunawan bukan warga asli Kalimati. Pernikahan yang membuatnya hidup di sana. Bapak satu anak ini bermatapencaharian sebagai pengepul kerajinan bambu yang dibuat warga. "Saya baru tahun 2004 menjadi warga Dusun Kalimati," terangnya.

Pada tahun 2004, masyarakat di Dusun Kalimati belum sepenuhnya mengenal moderenisasi pendidikan dan kesehatan. Pada tahun segitu (2004), kehidupan warga masih bergantung sepenuhnya pada keputusan sesepuh dusun. Sesepuh yang secara implisit ditetapkan sebagai ketua adat.

Setiap warga yang sakit harus dibawa ke ketua adat untuk diobati. Sebab sesepuh menolak segala ilmu medis kedokteran. "Bahkan saat itu tidak jarang warga sakit yang meninggal dunia karena tidak diobati," paparnya.

Kehidupan yang serba gelap secara tidak langsung membuat dunia pendidikan di Dusun Kalimati semakin buruk. Dari catatan yang dimiliki Gunawan, pada tahun 2008, orang-orang yang berkelahiran 1980 nyaris semuanya tamatan sekolah dasar (SD). Pada tahun 2009, jumlah tamatan SMP di Kalimati hanya tiga orang.

"Pada tahun 2010 saya mulai mendorong warga bagaimana pentingnya pendidikan. Yang tamatan SD saya minta ikut kejar paket setingkat SMP. Begitu juga yang SMP ke jenjang lebih atas. Alhamdulillah pada tahun 2012 ini sudah ada lima orang tamatan SMA," jelasnya.

Selain minimnya mendapatkan sosialisasi pentingnya pendidikan, untuk bersekolah setingkat SMP, anak-anak di Kalimati harus menempuh jarak 6 Km. Sedangkan untuk SD paling dekat sejauh 2 Km.

"Dan tentunya semuanya harus dilakukan jalan kaki. Seperti anda lihat sendiri, medanya tidak bisa digunakan untuk naik sepeda. Tidak heran anak-anak SD disini pukul 5.25 wib sudah pada berangkat sekolah," katanya.

Pada tahun 2007 pemerintah memberi perhatian. Sebagai ganti usulan listrik PLN Pemerintah propinsi Jawa Timur membagikan bantuan mesin solar cell kepada masing-masing warga. Disampaikan bahwa sambil menunggu listrik masuk, warga sementara bisa menggunakan solar cell.

"Saat itu bantuan yang datang sebanyak 150 unit. Dibagi di Dusun Kalimati 95 unit dan Dusun Sumber 24 unit. Sisanya dikembalikan lagi. Konon, setiap unitnya seharga Rp 6,5 juta," jelasnya.

Saat ini, accu yang menjadi alat utama solar cell tidak lagi bisa berfungsi maksimal. Beberapa orang yang tidak sabar lagi dengan kondisi yang ada menyalur listrik secara illegal di dusun yang bersebelahan. Penyaluran ini dilakukan secara kolektif.

"Kita membeli kabel sendiri yang panjangnya sampai 1,5 km. Kadang setiap bulan, meteranya habis 500 ribu sampai Rp 1juta. Dan itu ditanggung 10 orang KK," terangnya.

Gunawan menambahkan warga Dusun Kalimati begitu merindukan perubahan hidup yang lebih baik. Sementara hingga kini listrik yang dijanjikan tidak kunjung datang juga. "Bahkan kalau memang nanti listrik bisa masuk, kita berencana mengusulkan untuk mengganti nama Kalimati," pungkasnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3631 seconds (0.1#10.140)