Harlah NU, KH Wahab Hasbullah Mendadak Nyalakan Korek Api saat Ditanya Nasionalisme NU
loading...
A
A
A
SURABAYA - Ormas Islam terbesar Nahdlatul Ulama atau NU hari ini berulang tahun (harlah) ke-96. NU lahir pada 31 Januari 1926, di kampung Kertopaten, Surabaya, Jawa Timur, tepatnya di kediaman KH Wahab Hasbullah.
Penetapan hari lahir NU (31 Januari 1926) sebagai jam’iyah (organisasi) mengambil momentum pertemuan sejumlah ulama Islam terkemuka di Indonesia.
Para ulama yang hadir diantaranya KH Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang, KH Bisri Syansuri Denanyar Jombang, KH Asnawi Kudus, KH Nawawi Pasuruan, KH Ridwan Semarang, KH Maksum Lasem, KH Nahrawi Malang, H Ndoro Munthaha (Menantu Mbah Cholil) Bangkalan Madura, KH Abdul Hamid Faqih Sedayu Gresik, KH Abdul Halim Leuiwimunding Cirebon, KH Ridwan Abdullah, KH Mas Alwi, KH Abdullah Ubaid Surabaya, dan Syekh Ahmad Ghana’im Al Misri Mesir dll.
Berkumpulnya para ulama yang kelak dikenal sebagai para tokoh sekaligus pendiri NU di rumah KH Wahab Hasbullah itu awalnya dalam rangka membahas sekaligus menunjuk delegasi Komite Hijaz.
Ada cerita menarik di awal pendirian jam’iyah NU. Sehari sebelum NU berdiri, dalam musyawarah para ulama muncul pertanyaan terkait NU dan nasionalisme.
Hal itu mengingat Indonesia masih berada dalam cengkeram penjajahan Kolonial Belanda.
“Apakah pembentukan perkumpulan para ulama (NU) mengandung tujuan menuntut kemerdekaan?,” tanya Kiai Abdul Halim dari Leuiwimunding Cirebon.
Seperti diriwayatkan buku “Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama” (cetakan 1985) karya Choirul Anam, Kiai Wahab Hasbullah atau Mbah Wahab menjawab tegas.
“Tentu. Itu syarat nomor satu umat Islam menuju ke jalan itu (kemerdekaan). Umat Islam kita tidak leluasa sebelum negara kita merdeka.”
Penetapan hari lahir NU (31 Januari 1926) sebagai jam’iyah (organisasi) mengambil momentum pertemuan sejumlah ulama Islam terkemuka di Indonesia.
Para ulama yang hadir diantaranya KH Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang, KH Bisri Syansuri Denanyar Jombang, KH Asnawi Kudus, KH Nawawi Pasuruan, KH Ridwan Semarang, KH Maksum Lasem, KH Nahrawi Malang, H Ndoro Munthaha (Menantu Mbah Cholil) Bangkalan Madura, KH Abdul Hamid Faqih Sedayu Gresik, KH Abdul Halim Leuiwimunding Cirebon, KH Ridwan Abdullah, KH Mas Alwi, KH Abdullah Ubaid Surabaya, dan Syekh Ahmad Ghana’im Al Misri Mesir dll.
Berkumpulnya para ulama yang kelak dikenal sebagai para tokoh sekaligus pendiri NU di rumah KH Wahab Hasbullah itu awalnya dalam rangka membahas sekaligus menunjuk delegasi Komite Hijaz.
Ada cerita menarik di awal pendirian jam’iyah NU. Sehari sebelum NU berdiri, dalam musyawarah para ulama muncul pertanyaan terkait NU dan nasionalisme.
Hal itu mengingat Indonesia masih berada dalam cengkeram penjajahan Kolonial Belanda.
“Apakah pembentukan perkumpulan para ulama (NU) mengandung tujuan menuntut kemerdekaan?,” tanya Kiai Abdul Halim dari Leuiwimunding Cirebon.
Seperti diriwayatkan buku “Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama” (cetakan 1985) karya Choirul Anam, Kiai Wahab Hasbullah atau Mbah Wahab menjawab tegas.
“Tentu. Itu syarat nomor satu umat Islam menuju ke jalan itu (kemerdekaan). Umat Islam kita tidak leluasa sebelum negara kita merdeka.”