Ada Dugaan Kartel, KPPU: Kebijakan Minyak Goreng 1 Harga Bukan Solusi

Sabtu, 22 Januari 2022 - 11:33 WIB
loading...
Ada Dugaan Kartel, KPPU: Kebijakan Minyak Goreng 1 Harga Bukan Solusi
Kebijakan pemerintah yang menerapkan satu harga untuk komoditi minyak goreng, dinilai baik untuk jangka pendek. Foto ilustrasi SINDOnews
A A A
MEDAN - Kebijakan pemerintah yang menerapkan satu harga untuk komoditi minyak goreng , dinilai baik untuk jangka pendek. Namun kebijakan yang berlaku6 bulan itu dianggap belum menyelesaikan persoalan yang menyebabkan tingginya harga komoditi tersebut.

Hal itu dikatakan Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia, Ukay Karyadi, Jumat (21/1/2022). Menurut Ukay, dari hasil penelitian dan kajian yang mereka lakukan, penyebab tingginya harga minyak goreng justru terjadi akibat adanya praktik kartel.



Selain itu kenaikan juga dipicu kenaikan permintaan minyak sawit mentah (CPO) di industri biodisel dan pasar internasional. "Industri diwarnai tingginya konsentrasi pelaku usaha yang terintegrasi dan kebijakan yang belum mendorong peningkatan jumlah pelaku usaha di industri tersebut," ungkap Ukay, Jumat (21/1/2022).

Penelitian KPPU , kata Ukay, dilaksanakan dan dilatarbelakangi lonjakan harga minyak goreng dari Oktober 2021 hingga mencapai Rp20.000 per liter. Penelitian difokuskan pada dua sisi, yakni apakah kenaikan ini disebabkan adanya kebijakan pemerintah atau terdapat perilaku anti persaingan oleh pelaku usaha.“Sinyal-sinyal terkait kedua hal (kartel dan peningkatan perminraan) tersebut sudah ada,” terang Ukay.

Dari hasil penelitian, lanjut Ukay, KPPU melihat bahwa terdapat konsentrasi pasar (CR4) sebesar 46,5 persen di pasar minyak goreng. Artinya hampir setengah pasar, dikendalikan empat produsen minyak goreng.

Pelaku usaha terbesar dalam industri minyak goreng juga merupakan pelaku usaha terintegrasi dari perkebunan kelapa sawit, pengolahan CPO hingga produsen minyak goreng.

"Sebaran pabrik minyak goreng juga dilihat tidak merata. Di mana sebagian besar pabrik berada di pulau Jawa dan tidak berada di wilayah perkebunan kelapa sawit. Padahal ketergantungan pabrik minyak goreng akan pasokan CPO menjadi sangat besar," pungkasnya.

KPPU menilai kenaikan harga minyak goreng di berbagai wilayah sejalan dengan kenaikan permintaan dan naiknya harga CPO. Kenaikan tersebut dikarenakan tumbuhnya industri biodiesel, turunnya pajak ekspor di India, dan naiknya permintaan dari luar negeri akibat kenaikan kebutuhan bahan bakar.

"Posisi CPO sebagai komoditas global juga menyebabkan produsen minyak goreng sulit bersaing dengan pasar ekspor dalam hal mendapatkan bahan baku meskipun produsen minyak goreng masih satu kelompok usaha dengan pelaku usaha eksportir CPO," tukasnya.

Sementara itu, KPPU melihat kebijakan pemerintah yang ada saat ini belum mendorong adanya pertumbuhan industri minyak goreng dengan banyaknya aturan yang membatasi dan mengurangi persaingan usaha. KPPU pernah menyampaikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah terkait berbagai kebijakan yang mengurangi persaingan usaha di industri pada 2007.

hasil penelitian tersebut, lanjutnya, KPPU menyarankan agar pemerintah mencabut regulasi yang menimbulkan hambatan masuk (entry barrier) pelaku usaha baru di industri minyak goreng, termasuk pelaku usaha lokal dan skala menengah kecil.

Semakin banyaknya pelaku usaha baru diharapkan akan mengurangi dominasi kelompok usaha yang berintegrasi secara vertikal. Lebih lanjut, untuk menjamin pasokan CPO, KPPU menyarankan agar perlu didorong adanya kontrak antara produsen minyak goreng dengan CPO untuk menjamin harga dan pasokan.

KPPU berharap harga pasar dapat berjalan sesuai hukum pasar dan tidak dipengaruhi adanya kartel atau kesepakatan akan tetapi hukum supply and demand.

“Kita juga berharap pemerintah mendorong pelaku usaha yang tidak terafiliasi dan KPPU akan terus mendalami berbagai alat bukti atas permasalahan industri ini,” tandasnya.
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2584 seconds (0.1#10.140)