Martha Christina Tiahahu, Panglima Perang Perempuan Termuda yang Ditakuti Kompeni Belanda

Jum'at, 14 Januari 2022 - 05:00 WIB
loading...
Martha Christina Tiahahu,...
Martha Christina Tiahahu, pahlawan nasional usia 17 tahun yang gigih angkat senjata berperang melawan Belanda.Foto/ist
A A A
Martha Christina Tiahahu adalah gadis pejuang kemerdekaan yang mengangkat senjata di usia 17 tahun. Gadis kelahiran 1800 tersebut terjun di medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam Perang Pattimura tahun 1817. Dia merupakan anak dari Paulus Tiahahu, kapitan dari negeri Abubu yang juga pembantu Thomas Matulessy dalam Perang Pattimura tahun 1817 melawan Belanda.

Keberanian dan konsekuennya gadis kelahiran Desa Abubu di Pulau Nusalaut sangat terkenal di kalangan pejuang, masyarakat luas, bahkan para musuh. Meski seorang perempuan dan masih remaja, semangatnya menggelora untuk mengalahkan musuh.

Baca juga: Nyimas Gamparan, Pimpin Pendekar Perempuan Banten Melawan Belanda hingga Kalang Kabut

Mengutip Ensiklopedi Pahlawan Nasional, sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur. Dengan rambutnya yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (merah) ia tetap mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di Pulau Saparua.

Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-kubu pertahanan. Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita di negeri-negeri agar ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran sehingga Belanda kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang.

Di dalam pertempuran yang sengit di Desa Ouw – Ullath jasirah tenggara Pulau Saparua yang tampak betapa hebat srikandi ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat. Namun akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan pengkhianatan, para tokoh pejuang dapat ditangkap dan menjalani hukuman.

Baca juga: Kisah Buah Maja Lambang Kebesaran dan Kemenangan Majapahit usai Menghancurkan Kediri

Ada yang harus mati digantung dan ada yang dibuang ke Pulau Jawa. Kapitan Paulus Tiahahu divonis hukum mati tembak. Martha Christina Tiahahu berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati, tetapi ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilyanya di hutan, tetapi akhirnya tertangkap dan hendak diasingkan ke Pulau Jawa. Saat itulah ia jatuh sakit, namun ia menolak diobati oleh orang Belanda.

Di Kapal Perang Eversten, Martha Christina Tiahahu menemui ajalnya dan dengan penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda tepatnya di antara Pulau Buru dan Pulau Manipa pada tanggal 2 Januari 1818. Untuk menghargai jasa dan pengorbanannya, pemerintah Indonesia mengukuhkan Martha Christina Tiahahu sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Pemberani dan Teguh Pendirian
Selama hidupnya, Martha Christina Tiahahu tak terpisahkan dari sang ayah, Paulus Tiahahu. Karenanya, dua menjadi sosol pemberani dan teguh pendirian.

Mengutip buku MARTHA CHRISINA TIAHAHU: Mutiara dari Nusa Laut yang Cinta Tanah Air karya Indah Ratna, Martha kerap diikutsertakan dalam rapat pejuang untuk melawan penjajah Belanda. Dengan kebiasaan itu, Martha lama-kelamaan menjadi paham bahwa keadaan tanah kelahirannya dalam kondisi tak baik. Dia bertekad untuk menjadi pejuang seperti sang ayah sejak berusia muda.

Saat tumbuh menjadi seorang remaja, Martha memiliki pesona dengan rambut hitam ikalnya yang digerai panjang. Ia memiliki senyum yang manis, gigi putih nan rapi, serta bergerak dengan begitu lincah.

Kala itu banyak remaja seusianya yang merasa kagum pada Martha. Meski begitu, ia tak memedulikannya dan hanya berfokus pada perjuangan demi desa dan tanah kelahiran. Saat itu, teman-teman Martha sudah menikah dan memiliki anak. Namun ia sangat berbeda karena memilih untuk sibuk dalam berbagai pertempuran.

Perjuangan yang Martha lakukan pun turut didukung oleh ayahanda. Ayahnya tak pernah melarang putri semata wayangnya itu untuk terus bergerilya. Bahkan dia ditugaskan sebagai pembawa senjata saat berperang.

Ayah dan anak ini menjadi kompak dan sebagai pendukung bagi satu sama lain selama di medan perang. Martha selalu mendampingi sang ayah di mana pun perang berlangsung dan tak jarang ia turut angkat senjata saat perjuangan tersebut tengah berlangsung.

Martha pun tak lupa memberi semangat bagi wanita di Ouw dan Ulath. Ia berharap agar kaum wanita di sana ikut membantu pria dalam peperangan. Keikutsertaan wanita dalam perang saat itu sempat membuat Belanda kewalahan. Mereka juga merasa khawatir karena baru di tanah Maluku lah, pejuang wanitanya memiliki semangat juang yang tinggi. Bahkan Martha sendiri menjadi sosok yang disegani oleh penjajah Belanda sebagai lawannya kala itu.

Selama perjuangan melawan penjajah, hidup serba susah dan berada dalam hutan yang jauh dari perkampungan penduduk menjadi hal lumrah bagi Martha Christian Tiahahu. Termasuk saat ia ikut dalam perundingan di tengah hutan belantara bersama sang ayah sebagai komando perang.

Perundingan para pahlawan pada 14 Mei 1817 itu berisi strategi untuk melumpuhkan kekuasaan Belanda. Saat itu Martha yang baru menginjak usia 17 tahun ikut mengambil sumpah.

Dari hasil perundingan tersebut, diputuskan bahwa Martha menjadi salah satu pemimpin pasukan bersama sang ayah dan yang lainnya. Semua pasukan yang terlibat kala itu berada di bawah komando Kapitan Pattimura.

Serangan yang mereka lakukan dimulai menjelang fajar di Benteng Beverwihj. Saat semua prajurit terlelap, Martha bersama ayahnya menyusup masuk.

Saat mereka memulai aksi, Kapitan Paulus berhasil menaklukkan penjaga benteng depan. Namun secara tiba-tiba, ada seorang prajurit Belanda yang muncul dan langsung mengarahkan senjata padanya.

Untungnya kehadiran prajurit tersebut dengan cepat Martha sadari. Ia merebut senjata tersebut, namun ia justru mendapat pukulan dari prajurit di bagian pelipis dan membuat Martha tersungkur ke tanah.

Mendapati anaknya yang diserang dan terancam, Kapitan Paulus Tiahahu pun secara sigap berusaha untuk menyelamatkannya. Ia kemudian kembali merebut senapan musuh dan menyerangnya hingga kehilangan nyawa saat itu juga.

Setelah itu, Kapitan Paulus dan Martha berhasil masuk ke benteng lebih dalam bersama pejuang lain. Serangan mereka membuat musuh kewalahan dan takluk pada pejuang Maluku.Martha dan ayahnya tercatat dalam sejarah yang ikut berperang bersama Kapitan Pattimura kala itu. Mereka berhasil mengalahkan Belanda dan membakar Benteng Duurstede.

Usai serangan tersebut, Martha bersama pejuang lain terus melakukan gerilya. Ada kalanya pasukan pejuang merasa terdesak, di antaranya karena persediaan senjata yang mengurang. Hal tersebut lantas membuat pejuang harus rela mundur ke Pegunungan Ulath-Ouw. Lalu pada 11 Oktober di tahun yang sama, kembali ada peperangan yang dilakukan Belanda dengan kekuatan dari 100 orang prajurit dan dipimpin oleh Richemont.

Dalam perang itu, Richemont gugur karena tertembak. Dengan keunggulan tersebut, pasukan pejuang rakyat lantas menyerang dari segala penjuru dengan teriakan yang menggema di udara.

Martha tentunya turut andil dalam peperangan tersebut. Ia menyemangati para pejuang wanita di Ulath dan Ouw secara langsung. "Tanah ini adalah tempat kita dilahirkan. Jangan biarkan penjajah merebutnya," teriak Martha dengan semangat dalam perang tersebut. "Kita dilahirkan di sini, kita pun harus rela mati di bumi ini. Lebih baik mati dalam perjuangan daripada menjadi budak mereka!" sambungnya.

Sayangnya, peperangan tersebut berakhir kekalahan di pihak pejuang rakyat. Pada 14 November 1817, Kapitan Paulus Tiahahu, Martha Christian, Raja Hehanussa dari Negeri Titawai, Raja Utah, dan Patih Ouw ditangkap dan dibawa ke kapal perang Eversten.

Martha tetap tegar dalam penangkapan tersebut. Ia tak sedikit pun merasa gentar dan bertekad untuk terus mendampingi ayahnya. Pada 15 November 1817 pukul 09.00 pagi, dilakukan inspeksi pasukan di darat. Komisaris Jenderal Adriaan Buyskes naik ke kapal Evertsen dan memeriksa tahanan yang diajukan dalam sidang hari itu.

Dalam sidang yang berlangsung, ditetapkan lah bahwa Martha dibebaskan dari segala tuntutan dan hukuman karena masih berusia muda. Sementara itu, ayahnya justru mendapat hukuman yang berat karena masuk dalam catatan Belanda sebagai pejuang berbahaya.

Martha sontak tertegun. Ia merasa tak tega pada ayahnya yang kian menua dan menilai bahwa sosok sang ayah amat penting dalam peperangan melawan penjajahan Belanda. Ia pun menatap Belanda dengan rasa sedih dan berpikir bahwa ia lebih baik mati dari pada sang ayah.

Martha Christina Tiahahu, Panglima Perang Perempuan Termuda yang Ditakuti Kompeni Belanda

Patung Martha Christina Tiahahu di KOta Ambon dibangun untuk mengenang perjuangan pahlawan.Foto/dok Pemprov Maluku

Pahlawan Nasional
Martha Christina Tiahahu secara resmi diakui sebagai pahlawan nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969, tanggal 20 Mei 1969.

Sebagai pahlawan nasional, jasa-jasa perjuangan Martha selalu dikenang hingga sekarang. Banyak tetenger untuk mengenang pahlawan wanita ini. Monumen Martha Tiahahu menjadi bukti sejarah keberanian wanita maluku dalam membela tanah air tercinta. Patung Martha Christina Tiahahu terletak di Karang Panjang, daerah bukit yang terlihat jelas dari Kota Ambon.

Patung Christina ditampilkan membawa tombak. Namun dalam pertempuran melawan Belanda, legenda mengatakan bahwa dia melemparkan batu ke tentara Belanda ketika pasukannya kehabisan amunisi.

Di Jakarta, monumen Martha Christina Tiahahu juga berdiri di kawasan Blok M. Terbaru, di kawasan tersebut dibuat Taman Literasi Martha Christina Tiahahu di Blok M, Jakarta Selatan. Taman ini dicanangkkan pada Kamis (28/10/2021) dan berlokasi di Taman Martha Christina Tiahahu.

Taman literasi ini merupakan wujud dari keseriusan tradisi literasi. Taman literasi ini dicanangkan pada 28 Oktober karena tanggal ini anak-anak muda bangsa menyepakati bahasa persatuan, bahasa Indonesia, dan dari bahasa persatuan. Itulah muncul karya-karya tulis dan literatur yang amat banyak.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berharap, Taman Literasi Martha Christina Tiahahu ini menjadi penyemangat untuk peningkatan minat baca dan daya baca.

Bahan Tulisan: - Ensiklopedi Pahlawan Nasional
- MARTHA CHRISINA TIAHAHU: Mutiara dari Nusa Laut yang Cinta Tanah Air karya Indah Ratna
- Diolah dari berbagai sumber
(msd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1481 seconds (0.1#10.140)