Gempa di Barat Laut Larantuka-NTT Terbesar selama 29 Tahun Terakhir
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Gempa bumi yang mengguncang Barat Laut Larantuka-NTT, Selasa (14/12/2021), menjadi terbesar selama 29 tahun terakhir. Gempa disertai tsunami sebelumnya pernah terjadi di sekitar laut Flores.
Pada 12 Desember 1992 silam, gempa bumi dengan Magnitudo 7,8 menjadi peristiwa kelam di Indonesia. Gempa bumi yang menyebabkan tsunami setinggi 36 meter ini pernah memporakporandakan pesisir pantai Flores.
Dalam peristiwa itu, setidaknya membunuh 2.100 jiwa, 500 orang hilang, 477 orang luka-luka, dan 5.000 orang mengungsi. Kemudian gempa disertai tsunami itu sedikitnya menghancurkan 18.000 rumah, 113 sekolah, dan 90 tempat ibadah di Kabupaten Sikka, Kabupaten Ngada, Kabupaten Ende, serta Kabupaten Flores Timur.
Berdasarkan laporan, kota terparah yang diterjang tsunami ialah Maumere. Ada lebih dari 1.000 bangunan hancur dan rusak berat akibat guncangan berkekuatan magnitudo 7,5 di kedalaman 35 kilometer barat laut Kota Maumere. Tsunami ini terjadi lantaran gempa tersebut menimbulkan longsor di bawah laut.
Kepala Pusat Kebencanaan Universitas Hasanuddin ( Unhas ), Prof Adi Maulana mengungkapkan, lokasi gempa bumi yang berpotensi tsunami di Barat Laut Larantuka-NTT, kemarin, sebenarnya tidak jauh dari titik gempa Flores pada 1992 silam. Kekuatannya nyaris sama, yakni magnitudo 7,8.
“Tapi titiknya agak jauh. Cuma tidak terlalu jauh dan itu masih di daerah situ juga. Memang di daerah situ sangat tidak stabil,” ungkap dia kepada SINDOnews, Selasa (14/12/2021).
Dia menjelaskan, gempa bumi yang terjadi di daerah Laut Flores itu memang merupakan salah satu daerah rawan terjadi gempa bumi dan tsunami. Pasalnya, ada pergerakan lempeng yang menjepit dari arah selatan maupun utara.
“Oleh karena itu memang di daerah Flores memang banyak titik-titik patahan-patahan yang bisa menimbulkan gempa yang kemudian salah satunya terjadi tadi pagi,” kata Guru Besar Geologi Unhas itu.
Kondisi ini disebutnya sulit untuk ditahan karena sudah menjadi ketentuan alam. Pertemuan tiga lempeng yang ada di sekitar laut Flores itu akan membumi dan ada sepanjang masa.
Pada 12 Desember 1992 silam, gempa bumi dengan Magnitudo 7,8 menjadi peristiwa kelam di Indonesia. Gempa bumi yang menyebabkan tsunami setinggi 36 meter ini pernah memporakporandakan pesisir pantai Flores.
Dalam peristiwa itu, setidaknya membunuh 2.100 jiwa, 500 orang hilang, 477 orang luka-luka, dan 5.000 orang mengungsi. Kemudian gempa disertai tsunami itu sedikitnya menghancurkan 18.000 rumah, 113 sekolah, dan 90 tempat ibadah di Kabupaten Sikka, Kabupaten Ngada, Kabupaten Ende, serta Kabupaten Flores Timur.
Berdasarkan laporan, kota terparah yang diterjang tsunami ialah Maumere. Ada lebih dari 1.000 bangunan hancur dan rusak berat akibat guncangan berkekuatan magnitudo 7,5 di kedalaman 35 kilometer barat laut Kota Maumere. Tsunami ini terjadi lantaran gempa tersebut menimbulkan longsor di bawah laut.
Kepala Pusat Kebencanaan Universitas Hasanuddin ( Unhas ), Prof Adi Maulana mengungkapkan, lokasi gempa bumi yang berpotensi tsunami di Barat Laut Larantuka-NTT, kemarin, sebenarnya tidak jauh dari titik gempa Flores pada 1992 silam. Kekuatannya nyaris sama, yakni magnitudo 7,8.
“Tapi titiknya agak jauh. Cuma tidak terlalu jauh dan itu masih di daerah situ juga. Memang di daerah situ sangat tidak stabil,” ungkap dia kepada SINDOnews, Selasa (14/12/2021).
Dia menjelaskan, gempa bumi yang terjadi di daerah Laut Flores itu memang merupakan salah satu daerah rawan terjadi gempa bumi dan tsunami. Pasalnya, ada pergerakan lempeng yang menjepit dari arah selatan maupun utara.
“Oleh karena itu memang di daerah Flores memang banyak titik-titik patahan-patahan yang bisa menimbulkan gempa yang kemudian salah satunya terjadi tadi pagi,” kata Guru Besar Geologi Unhas itu.
Kondisi ini disebutnya sulit untuk ditahan karena sudah menjadi ketentuan alam. Pertemuan tiga lempeng yang ada di sekitar laut Flores itu akan membumi dan ada sepanjang masa.