Terima Gelar di Pelalawan, LaNyalla: Raja dan Sultan Harus Terwakili dalam Sistem Demokrasi
loading...
A
A
A
PELALAWAN - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti , menegaskan jika Kerajaan dan Kesultanan Nusantara harus mendapat posisi strategis dalam ikut menentukan arah perjalanan bangsa. Sebab, sumbangsih mereka dalam proses lahirnya NKRI sangat luar biasa.
Penegasan itu disampaikan LaNyalla saat menerima penganugerahan Gelar Kekerabatan Datuk Sri Wira Utama Diraja dari Kesultanan Pelalawan di Istana Sayap, Pelalawan, Riau, Kamis (9/12/2021).
“Kerajaan dan Kesultanan Nusantara adalah salah satu pemegang saham utama negeri ini. Tapi kenapa saat ini arah perjalanan bangsa dan negara ini hanya ditentukan oleh Partai Politik sebagai satu-satunya instrumen. Kenapa para pendiri bangsa dan para pemilik saham lahirnya bangsa ini, yakni entitas civil society yang non-partisan, termasuk Kerajaan dan Kesultanan Nusantara tidak memiliki saluran atau ruang untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa?” tanya LaNyalla.
Menurutnya, Indonesia besar karena lahir dari sejarah peradaban yang unggul. Yaitu peradaban kerajaan dan kesultanan Nusantara. Dukungan nyata kepada lahirnya negara ini juga dibuktikan tidak hanya dengan secara moril namun juga materiil.
“Bentuk konkret terhadap lahirnya bangsa ini adalah dukungan moril dengan sikap Legowo yang luar biasa dari para Raja dan Sultan Nusantara yang mengakui kedaulatan Indonesia sebagai sebuah Negara yang merdeka pada 17 Agustus 1945,” katanya lagi.
Salah satunya, Sultan Syarif Harun yang bertahta pada tahun 1940 sampai dengan tahun 1946 di Kesultanan Pelalawan. Sultan Syarif telah menunjukkan kebesaran jiwanya dengan mengakui kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara dengan membangun Tugu Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 29 November 1946 di Kota Pelalawan.
“Karena itu saya terima kasih atas pemberian Gelar Kekerabatan dari Kesultanan Pelalawan dan saya bangga menjadi Kerabat Kesultanan Pelalawan,” ujar dia.
Sementara dukungan materiil yang dimaksud adalah berupa bantuan uang, emas, tanah kerajaan dan bangunan untuk dipergunakan bagi kepentingan pendirian negara ini di awal kemerdekaan.
Bahkan hingga saat ini, sejumlah tanah dan aset Kerajaan dan Kesultanan Nusantara masih dipergunakan untuk kepentingan Pemerintah.
“Karena itulah sekali lagi saya sampaikan, harus ada ruang bagi Raja dan Sultan Nusantara dan elemen sipil non partisan lainnya dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa ini,” ujar dia lagi.
Penegasan itu disampaikan LaNyalla saat menerima penganugerahan Gelar Kekerabatan Datuk Sri Wira Utama Diraja dari Kesultanan Pelalawan di Istana Sayap, Pelalawan, Riau, Kamis (9/12/2021).
“Kerajaan dan Kesultanan Nusantara adalah salah satu pemegang saham utama negeri ini. Tapi kenapa saat ini arah perjalanan bangsa dan negara ini hanya ditentukan oleh Partai Politik sebagai satu-satunya instrumen. Kenapa para pendiri bangsa dan para pemilik saham lahirnya bangsa ini, yakni entitas civil society yang non-partisan, termasuk Kerajaan dan Kesultanan Nusantara tidak memiliki saluran atau ruang untuk ikut menentukan arah perjalanan bangsa?” tanya LaNyalla.
Menurutnya, Indonesia besar karena lahir dari sejarah peradaban yang unggul. Yaitu peradaban kerajaan dan kesultanan Nusantara. Dukungan nyata kepada lahirnya negara ini juga dibuktikan tidak hanya dengan secara moril namun juga materiil.
“Bentuk konkret terhadap lahirnya bangsa ini adalah dukungan moril dengan sikap Legowo yang luar biasa dari para Raja dan Sultan Nusantara yang mengakui kedaulatan Indonesia sebagai sebuah Negara yang merdeka pada 17 Agustus 1945,” katanya lagi.
Salah satunya, Sultan Syarif Harun yang bertahta pada tahun 1940 sampai dengan tahun 1946 di Kesultanan Pelalawan. Sultan Syarif telah menunjukkan kebesaran jiwanya dengan mengakui kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara dengan membangun Tugu Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 29 November 1946 di Kota Pelalawan.
“Karena itu saya terima kasih atas pemberian Gelar Kekerabatan dari Kesultanan Pelalawan dan saya bangga menjadi Kerabat Kesultanan Pelalawan,” ujar dia.
Sementara dukungan materiil yang dimaksud adalah berupa bantuan uang, emas, tanah kerajaan dan bangunan untuk dipergunakan bagi kepentingan pendirian negara ini di awal kemerdekaan.
Bahkan hingga saat ini, sejumlah tanah dan aset Kerajaan dan Kesultanan Nusantara masih dipergunakan untuk kepentingan Pemerintah.
“Karena itulah sekali lagi saya sampaikan, harus ada ruang bagi Raja dan Sultan Nusantara dan elemen sipil non partisan lainnya dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa ini,” ujar dia lagi.