6 Lembar Amanat Prabu Guru Darmasiksa Pegangan Hidup di Tatar Sunda
loading...
A
A
A
AMANAT Prabu Guru Darmasiksa sangat dikenal yang hingga kini masih jadi pegangan hidup dan diteruskan oleh masyarakat, terutama di kawasan tatar Sunda. Sosok Raja Kerajaan Sunda ini memerintah antara 1.175 hingga 1.297 Masehi. Istananya saat itu berada di Saunggalah I, Kuningan, Kuningan. Wilayahnya kekuasaannya termasuk Galuh dan Galunggung.
Prabu Guru Darmasiksa naik tahta menggantikan ayahnya, Prabu Darmakusuma yang memerintah pada 1157-1175 Masehi. Dalam silsilah dari keturunan ayahnya, Prabu Guru Darmasiksa merupakan cucu Batari Hyang Janapati penguasa Kerajaan Galunggung.
Sedangkan dari silsilah ibunya, Ratna Wisesa, Prabu Guru Darmasiksa merupakan cucu Rakeyan Jayagiri Prabu Menakluhur, penguasa Kerajaan Sunda Galuh yang memerintah pada 1155-1157 Masehi.
Saat naik tahta, Prabu Guru Darmasiksa memperoleh gelar Prabu Guru Darmasiksa Paramarta Sang Mahapurusa atau Sang Prabu Sanghyang Wisnu.
Prabu Guru Darmasiksa setelah naik tahta memutuskan pindah ke Saunggalah II yang berada di kaki Gunung Galunggung, Tasikmalaya. Kemudian Sang Prabu pindah lagi ke Pakuan, Bogor yang akhirnya menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Sunda Galuh pada 1.187 Masehi.
Saat memerintah, Prabu Guru Darmasiksa meletakkan dasar ajaran hidup berupa sejumlah nasihat, yang ditulis pada daun nipah sebanyak 6 lembar. Naskah yang disebut Amanat Galunggung atau naskah Ciburuy atau Kropak No 632 itu terdiri atas 12 halaman.
Amanat Prabu Guru Darmasiksa ditulis pada daun nipah sebanyak 6 lembar. Foto/kairaga.com
Nasehat dan ajaran hidup yang disampaikan Prabu Guru Darmasiksa yang kemudian lebih dikenal sebagai Amanat Pabu Guru Darmasiksa ditulis dengan aksara Sunda Kuno.
Amanat Pabu Guru Darmasiksa yang dituangkan dalam 6 lembar tulisan berisi pegangan hidup bagi masyarakat Sunda. Pada lembar 1 berisi 9 nama-nama raja leluhurnya untuk mengingatkan warganya bahwa harus menghormati para leluhurnya.
Selanjutnya di lembar 2 disebutkan pentingnya mempunyai kewaspadaan akan kemungkinan direbutnya kemuliaan serta kejayaan bangsa sendiri oleh orang asing.
Di lembar 3 yang merupakan pegangan hidup, yakni harus menjaga kemungkinan orang asing merebut kabuyutan atau tanah yang disakralkan. Sebab, orang yang dapat menduduki tanah yang disakralkan yakni Galunggung akan mendapatkan kesaktian, unggul perang, berjaya, bisa mewariskan kekayaan sampai turun temurun.
Pada lembar 4 berisi nasehat kepada orang yang tidak mengindahkan aturan, termasuk melanggar pantangan diri sendiri. Orang seperti ini disebut sulit untuk diobati sebab diserang musuh yang halus.
Lembar 5 disebutkan bahwa orang yang mau mendengarkan nasihat leluhurnya akan tenteram hidupnya dan berjaya. Selain itu diminta memelihara kesempurnaan agama yang jadi pegangan hidup masyarakat.
Di lembar terakhir atau 6, putra Pabu Guru Darmasiksa yang bernama Prabu Purana menghormati dan bangga dengan ayahnya yang telah membuat ajaran atau pegangan hidup bagi masyarakat Sunda.
Disebutkan apabila Amanat Prabu Guru Darmasiksa dilaksanakan dan dipelihara maka raja pun akan tenteram dalam menjalankan tugasnya, masyarakat akan lancar mengumpulkan bahan makanan, ahli strategi akan unggul dalam perang, serta pertanian akan subur.
Prabu Guru Darmasiksa diketahui mempunyai 3 orang isteri, yakni Puteri Saungggalah yang memperoleh putera Raja Purana, Puteri Darmageng memperoleh putera Ragasuci yang bergelar Rahiyang Saunggalah, serta Puteri Dewi Suprabha (Sriwijaya) yang memperoleh putera, Rahiyang Jayagiri atau Rahiyang Jayadarma.
Rahiyang atau Rakyan Jayadarma selanjutnya menikah dengan Dyah Lembu Tal, putri dari Kerajaan Singhasari. Dari pernikahan ini lahir Raden Wijaya yang kemudian berhasil mendirikan Kerajaan Majapahit.
Dikisahkan bahwa Prabu Guru Darmasiksa sempat menyaksikan cucunya, Raden Wijaya merintis berdirinya Kerajaan Majapahit pada 1293 Masehi. Sebelum meninggal pada 1297 Masehi, Prabu Guru Darmasiksa memberikan nasehat kepada Raden Wijaya sebagai berikut.
Haywa ta sira kedo athawamerep ngalindih Bhumi Sunda mapan wus kinaliliran ring ki sanak ira dlaha yan ngku wus angemasi. Hetunya nagaramu wu agheng jaya santosa wruh ngawang kottman ri puyut kalisayan mwang jayacatrumu, ngke pinaka mahaprabhu. Ika hana ta daksina sakeng Hyang Tunggal mwang dumadi seratanya.
Ikang sayogyanya rajyaa Jawa rajya Sunda paras paropasarpana atuntunan tangan silih asih pantara ning padulur. Yatanyan tan pratibandeng nyakrawartti rajya sowangsong. Yatanyan siddha hitasukha. Yan rajya Sunda duhkantara. Wilwatika sakopayanya maweh caranya: mangkana juga rajya Sunda ring Wilwatika.
Nasehat itu isinya tentang larangan Raden Wijaya (Kerajaan Majapahit) untuk menyerang Kerajaan Sunda karena masih bersaudara.
sumber: wikipedia, kairaga.com, p2k.um-surabaya.ac.id serta diolah dari berbagai sumber
Prabu Guru Darmasiksa naik tahta menggantikan ayahnya, Prabu Darmakusuma yang memerintah pada 1157-1175 Masehi. Dalam silsilah dari keturunan ayahnya, Prabu Guru Darmasiksa merupakan cucu Batari Hyang Janapati penguasa Kerajaan Galunggung.
Sedangkan dari silsilah ibunya, Ratna Wisesa, Prabu Guru Darmasiksa merupakan cucu Rakeyan Jayagiri Prabu Menakluhur, penguasa Kerajaan Sunda Galuh yang memerintah pada 1155-1157 Masehi.
Saat naik tahta, Prabu Guru Darmasiksa memperoleh gelar Prabu Guru Darmasiksa Paramarta Sang Mahapurusa atau Sang Prabu Sanghyang Wisnu.
Prabu Guru Darmasiksa setelah naik tahta memutuskan pindah ke Saunggalah II yang berada di kaki Gunung Galunggung, Tasikmalaya. Kemudian Sang Prabu pindah lagi ke Pakuan, Bogor yang akhirnya menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Sunda Galuh pada 1.187 Masehi.
Saat memerintah, Prabu Guru Darmasiksa meletakkan dasar ajaran hidup berupa sejumlah nasihat, yang ditulis pada daun nipah sebanyak 6 lembar. Naskah yang disebut Amanat Galunggung atau naskah Ciburuy atau Kropak No 632 itu terdiri atas 12 halaman.
Amanat Prabu Guru Darmasiksa ditulis pada daun nipah sebanyak 6 lembar. Foto/kairaga.com
Nasehat dan ajaran hidup yang disampaikan Prabu Guru Darmasiksa yang kemudian lebih dikenal sebagai Amanat Pabu Guru Darmasiksa ditulis dengan aksara Sunda Kuno.
Amanat Pabu Guru Darmasiksa yang dituangkan dalam 6 lembar tulisan berisi pegangan hidup bagi masyarakat Sunda. Pada lembar 1 berisi 9 nama-nama raja leluhurnya untuk mengingatkan warganya bahwa harus menghormati para leluhurnya.
Selanjutnya di lembar 2 disebutkan pentingnya mempunyai kewaspadaan akan kemungkinan direbutnya kemuliaan serta kejayaan bangsa sendiri oleh orang asing.
Di lembar 3 yang merupakan pegangan hidup, yakni harus menjaga kemungkinan orang asing merebut kabuyutan atau tanah yang disakralkan. Sebab, orang yang dapat menduduki tanah yang disakralkan yakni Galunggung akan mendapatkan kesaktian, unggul perang, berjaya, bisa mewariskan kekayaan sampai turun temurun.
Pada lembar 4 berisi nasehat kepada orang yang tidak mengindahkan aturan, termasuk melanggar pantangan diri sendiri. Orang seperti ini disebut sulit untuk diobati sebab diserang musuh yang halus.
Lembar 5 disebutkan bahwa orang yang mau mendengarkan nasihat leluhurnya akan tenteram hidupnya dan berjaya. Selain itu diminta memelihara kesempurnaan agama yang jadi pegangan hidup masyarakat.
Di lembar terakhir atau 6, putra Pabu Guru Darmasiksa yang bernama Prabu Purana menghormati dan bangga dengan ayahnya yang telah membuat ajaran atau pegangan hidup bagi masyarakat Sunda.
Disebutkan apabila Amanat Prabu Guru Darmasiksa dilaksanakan dan dipelihara maka raja pun akan tenteram dalam menjalankan tugasnya, masyarakat akan lancar mengumpulkan bahan makanan, ahli strategi akan unggul dalam perang, serta pertanian akan subur.
Prabu Guru Darmasiksa diketahui mempunyai 3 orang isteri, yakni Puteri Saungggalah yang memperoleh putera Raja Purana, Puteri Darmageng memperoleh putera Ragasuci yang bergelar Rahiyang Saunggalah, serta Puteri Dewi Suprabha (Sriwijaya) yang memperoleh putera, Rahiyang Jayagiri atau Rahiyang Jayadarma.
Rahiyang atau Rakyan Jayadarma selanjutnya menikah dengan Dyah Lembu Tal, putri dari Kerajaan Singhasari. Dari pernikahan ini lahir Raden Wijaya yang kemudian berhasil mendirikan Kerajaan Majapahit.
Dikisahkan bahwa Prabu Guru Darmasiksa sempat menyaksikan cucunya, Raden Wijaya merintis berdirinya Kerajaan Majapahit pada 1293 Masehi. Sebelum meninggal pada 1297 Masehi, Prabu Guru Darmasiksa memberikan nasehat kepada Raden Wijaya sebagai berikut.
Haywa ta sira kedo athawamerep ngalindih Bhumi Sunda mapan wus kinaliliran ring ki sanak ira dlaha yan ngku wus angemasi. Hetunya nagaramu wu agheng jaya santosa wruh ngawang kottman ri puyut kalisayan mwang jayacatrumu, ngke pinaka mahaprabhu. Ika hana ta daksina sakeng Hyang Tunggal mwang dumadi seratanya.
Ikang sayogyanya rajyaa Jawa rajya Sunda paras paropasarpana atuntunan tangan silih asih pantara ning padulur. Yatanyan tan pratibandeng nyakrawartti rajya sowangsong. Yatanyan siddha hitasukha. Yan rajya Sunda duhkantara. Wilwatika sakopayanya maweh caranya: mangkana juga rajya Sunda ring Wilwatika.
Nasehat itu isinya tentang larangan Raden Wijaya (Kerajaan Majapahit) untuk menyerang Kerajaan Sunda karena masih bersaudara.
sumber: wikipedia, kairaga.com, p2k.um-surabaya.ac.id serta diolah dari berbagai sumber
(shf)