Ibu 3 Anak Dipenjara karena Mencuri 3 Tandan Sawit, Sikap Jaksa Dikritik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Vonis kurungan terhadap RMS (31), atas pencurian tiga tandan sawit milik PTPN V Sei Rokan, Rokan Hulu, Riau, memantik simpati publik. Hukuman kurungan 7 hari dinilai telah mengabaikan kondisi ekonomi ibu tiga anak itu.
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mengkritik sikap jaksa yang tidak memperhatikan aspek gender dan sosial ekonomi dalam menangani kasus itu. Sebab, pelaku adalah buruh perempuan dari latar ekonomi kurang mampu dan harus mengurus ketiga anaknya.
“Ibu Richa tulang punggung keluarga yang bertanggung jawab untuk mengurus tiga orang anak dan berasal dari keluarga dengan latar belakang kurang mampu. Situasinya diperparah dengan kondisi pandemi Covid-19. Sehingga, penuntutan terhadap Ibu Richa seharusnya tidak perlu dilakukan,” ujar Deputi Direktur Advokasi ELSAM, Andi Muttaqien, melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (5/6/2020).
Dalam penuntutan, kata dia, Kejaksaan Negeri Rokan Hulu semestinya dapat menggunakan kewenangannya untuk mengenyampingkan perkara itu dengan beberapa pertimbangan. Mulai dari jumlah kerugian yang sangat kecil, alasan hingga keadaan yang melatarbelakangi terjadinya kasus pencurian sawit tersebut.
“Jaksa seharusnya menggunakan asas oportunitas untuk mengesampingkan perkara atau seponering,” imbuh Andi.
Asas oportunitas merujuk pada Pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang menyatakan bahwa Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang mengesampingkan perkara demi kepentingan umum, yaitu kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. Kemudian, Pasal 37 ayat (1) UU Kejaksaan juga mengamanatkan bahwa Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan berdasarkan hukum dan hati nurani.
“Berdasarkan asas tersebut, selain melihat pelanggaran hukum yang dilakukan, jaksa dengan menggunakan hati nuraninya juga perlu memperhatikan aspek ekonomi hingga gender yang terdapat dalam kasus Ibu Richa,” tambah dia.
Melihat latar pelaku kejahatan, seponering juga semestinya tidak semata-mata hanya diberikan untuk pejabat dengan kasus-kasus berlatar belakang politis. Menurut dia, malah lebih tepat diprioritaskan untuk kelompok masyarakat kurang mampu secara ekonomi, utamanya dalam konteks pandemi Covid-19 saat ini.
“Dalam kondisi ini, proses hukum dan penghukuman bisa jadi tidak akan mencapai tujuan pemidanaan yang diinginkan. Penjatuhan hukuman bukan bentuk pemulihan bagi masyarakat kecil, meskipun akhirnya hakim memutuskan untuk memberikan pidana percobaan,” ujarnya.
ELSAM juga menyoroti PTPN V sebagai korban. Terlepas dari adanya kerugian itu, PTPN V sebagai BUMN memiliki tanggungjawab untuk mendorong kesejahteraan masyarakat sekitar perusahaan. Perusahaan harusnya dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memberi manfaat, setidaknya untuk lingkungan terdekatnya.
“Dalam konteks kasus ini, sepertinya terdapat kesenjangan peran yang dilakukan PTPN V Sei Rokan. Terjadinya tragedi ini menunjukkan bahwa warga sekitar BUMN masih belum sejahtera,” singgung dia.
Sebagai informasi, pada 2 Juni 2020, Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian menjatuhkan vonis kurungan 7 hari pada RMS karena melakukan pencurian tiga buah tandan buah sawit milik PTPN V Sei Rokan di Desa Tandun Barat, Kecamatan Tandun, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau.
Berdasarkan keterangan saksi, Richa melakukan pencurian tersebut bersama-sama dengan tiga orang temannya. Namun, ketiga rekannya berhasil kabur.
Total kerugian yang diderita PTPN V Sei Rokan adalah senilai Rp76.500. Dari proses pemeriksaan diketahui bahwa RMS terpaksa harus mencuri untuk memberi makan ketiga anaknya karena beras di rumahnya habis.
Lihat Juga: Inul Daratista Laporkan Karyawan ke Polisi, Diduga Curi Mobil untuk Narkoba dan Judi Online
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mengkritik sikap jaksa yang tidak memperhatikan aspek gender dan sosial ekonomi dalam menangani kasus itu. Sebab, pelaku adalah buruh perempuan dari latar ekonomi kurang mampu dan harus mengurus ketiga anaknya.
“Ibu Richa tulang punggung keluarga yang bertanggung jawab untuk mengurus tiga orang anak dan berasal dari keluarga dengan latar belakang kurang mampu. Situasinya diperparah dengan kondisi pandemi Covid-19. Sehingga, penuntutan terhadap Ibu Richa seharusnya tidak perlu dilakukan,” ujar Deputi Direktur Advokasi ELSAM, Andi Muttaqien, melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (5/6/2020).
Dalam penuntutan, kata dia, Kejaksaan Negeri Rokan Hulu semestinya dapat menggunakan kewenangannya untuk mengenyampingkan perkara itu dengan beberapa pertimbangan. Mulai dari jumlah kerugian yang sangat kecil, alasan hingga keadaan yang melatarbelakangi terjadinya kasus pencurian sawit tersebut.
“Jaksa seharusnya menggunakan asas oportunitas untuk mengesampingkan perkara atau seponering,” imbuh Andi.
Asas oportunitas merujuk pada Pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang menyatakan bahwa Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang mengesampingkan perkara demi kepentingan umum, yaitu kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. Kemudian, Pasal 37 ayat (1) UU Kejaksaan juga mengamanatkan bahwa Jaksa Agung bertanggung jawab atas penuntutan berdasarkan hukum dan hati nurani.
“Berdasarkan asas tersebut, selain melihat pelanggaran hukum yang dilakukan, jaksa dengan menggunakan hati nuraninya juga perlu memperhatikan aspek ekonomi hingga gender yang terdapat dalam kasus Ibu Richa,” tambah dia.
Melihat latar pelaku kejahatan, seponering juga semestinya tidak semata-mata hanya diberikan untuk pejabat dengan kasus-kasus berlatar belakang politis. Menurut dia, malah lebih tepat diprioritaskan untuk kelompok masyarakat kurang mampu secara ekonomi, utamanya dalam konteks pandemi Covid-19 saat ini.
“Dalam kondisi ini, proses hukum dan penghukuman bisa jadi tidak akan mencapai tujuan pemidanaan yang diinginkan. Penjatuhan hukuman bukan bentuk pemulihan bagi masyarakat kecil, meskipun akhirnya hakim memutuskan untuk memberikan pidana percobaan,” ujarnya.
ELSAM juga menyoroti PTPN V sebagai korban. Terlepas dari adanya kerugian itu, PTPN V sebagai BUMN memiliki tanggungjawab untuk mendorong kesejahteraan masyarakat sekitar perusahaan. Perusahaan harusnya dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memberi manfaat, setidaknya untuk lingkungan terdekatnya.
“Dalam konteks kasus ini, sepertinya terdapat kesenjangan peran yang dilakukan PTPN V Sei Rokan. Terjadinya tragedi ini menunjukkan bahwa warga sekitar BUMN masih belum sejahtera,” singgung dia.
Sebagai informasi, pada 2 Juni 2020, Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian menjatuhkan vonis kurungan 7 hari pada RMS karena melakukan pencurian tiga buah tandan buah sawit milik PTPN V Sei Rokan di Desa Tandun Barat, Kecamatan Tandun, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau.
Berdasarkan keterangan saksi, Richa melakukan pencurian tersebut bersama-sama dengan tiga orang temannya. Namun, ketiga rekannya berhasil kabur.
Total kerugian yang diderita PTPN V Sei Rokan adalah senilai Rp76.500. Dari proses pemeriksaan diketahui bahwa RMS terpaksa harus mencuri untuk memberi makan ketiga anaknya karena beras di rumahnya habis.
Lihat Juga: Inul Daratista Laporkan Karyawan ke Polisi, Diduga Curi Mobil untuk Narkoba dan Judi Online
(thm)