Awas! Jatim Selatan Rawan Bencana, Simulasi BMKG: Gempa M8,7 Picu Tsunami 25-28 Meter

Senin, 13 September 2021 - 09:17 WIB
loading...
Awas! Jatim Selatan...
Wilayah Jatim Selatan rawan gempa dan tsunami. Dari simulasi BMKG, terjadi gempa 8,7 magnitudo di Pacitan yang menyebabkan tsunami setinggi 25-28 meter. Foto/Ilustrasi/pixabay
A A A
PACITAN - Pesisir Jatim Selatan rawan gempa dan tsunami. Berdasarkan simulasi BMKG, terjadi gempa 8,7 magnitudo di Pacitan yang menyebabkan tsunami setinggi 25-28 meter.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa berdasarkan penelitian dan pemodelan, wilayah Jatim selatan menyimpan potensi bencana gempa bumi yang cukup besar.

Daerah yang diprediksi terdampak gempa dan tsunami adalah Pacitan, Tulungagung, Trenggalek, Blitar, Malang Selatan, Lumajang, dan Banyuwangi.

Dalam kegiatan simulasi pada Sabtu, 11 September 2021 jam 10.00 WIB, disimulasikan terjadi gempa bumi bermagnitudo 8,7, epicenter 300 km Tenggara Pacitan dan kedalaman 19 km.

Baca juga: Aksi Heroik Mensos Risma Selamatkan Warga Pacitan dari Bencana Tsunami

Gempa bumi menimbulkan tsunami yang berdampak pada seluruh pesisir Jawa Timur, termasuk wilayah Pacitan. Ketinggian gelombang tsunami mencapai 25-28 meter dari muka air laut di tepi pantai.

Waktu kedatangan gelombang tsunami 26 menit setelah goncangan gempa bumi. Diperlukan waktu maksimal 5 menit untuk penyebarluasan peringatan dini, sehingga golden time (waktu tersisa untuk evakuasi) 22 menit.

Gelombang tsunami masuk maksimal 6 km ke Kota Pacitan, mencapai beberapa tempat strategis dan vital. Ketinggian air bervariasi mulai dari 22 m di wilayah pantai/pesisir, 11-17 m di wilayah bantaran sungai, 6-11 m di wilayah tengah (termasuk Alun-Alun), dan 10-12 m di Bantaran Sungai Grindulu.

Baca juga: Waspada Tsunami, 48 Kali Gempa Bumi di Jabar 74 Persen Terjadi di Laut

Dwikorita menyebut, dengan skenario tersebut maka masyarakat yang berada di zona bahaya perlu berlatih rutin utk melakukan langkah evakuasi mandiri bila mendapatkan peringatan dini tsunami maksimum 5 menit setelah gempa terjadi.

Masyarakat, khususnya yang berada di wilayah pesisir pantai harus segera mengungsi ke dataran yang lebih tinggi jika merasakan guncangan gempa yang besar.

"Untuk masyarakat yang berada di pantai, tidak perlu menunggu perintah, aba-aba, atau sirine, segera lari karena waktu yang dimiliki hanya sekitar 29 menit, sedangkan jarak tempat yang aman yang lebih tinggi cukup jauh," kata Dwikorita dalam simulasi yang juga dihadiri Menteri Sosial, Tri Rismaharini dan Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayuaji.

Baca juga: Potensi Tsunami 20 Meter, BMKG: Tenang, Terjadi atau Tidak Harus Siap

Dwikorita mengatakan, yang namanya skenario artinya masih bersifat potensi yang bisa saja terjadi atau bahkan tidak terjadi. Namun demikian, masyarakat dan pemerintah daerah harus sudah siap dengan skenario terburuk tersebut.

Dwikorita menambahkan, jika masyarakat dan pemerintah daerah siap, maka jumlah korban jiwa maupun kerugian materi dapat diminimalisasi. Dengan skenario terburuk ini, kata dia, pemerintah daerah bersama-sama masyarakat bisa lebih maksimal mempersiapkan upaya mitigasi yang lebih komprehensif.

"Jika masyarakat terlatih maka tidak ada istilah gugup dan gagap saat bencana terjadi. Begitu gempa terjadi, baik masyarakat maupun pemerintah sudah tahu apa-apa saja yang harus dilakukan dalam waktu yang sangat terbatas tersebut," tegasnya.

Menurut Dwikorita, hingga saat ini tidak ada teknologi atau satu pun negara di dunia yang bisa memprediksi kapan terjadinya gempa dan tsunami secara tepat dan akurat. Lengkap dengan perkiraan tanggal, jam, lokasi, dan magnitudo gempa.

Semua masih sebatas kajian yang didasarkan pada salah satunya adalah sejarah gempa di wilayah tersebut.

BMKG memberi rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk menyiapkan dan menambah jalur-jalur evakuasi lengkap dengan rambu-rambu di zona merah menuju zona hijau.

Mengingat luasnya zona bahaya (zona merah) dan padatnya pemukiman penduduk, maka Pemerintah Daerah harus lebih cermat dan tepat dalam memperhitungkan jumlah dan lokasi jalur evakuasi yang diperlukan.

Pertimbangannya adalah jarak lokasi tempat evakuasi, waktu datangnya gelombang genangan tsunami, kelayakan jalur, serta menyiapkan mekanisme dan sarana prasarana evakuasi secara tepat.

Pemerintah daerah, lanjut Dwikorita, juga perlu mempersiapkan secara khusus sarana dan prasarana evakuasi bagi kelompok lanjut usia (lansia) dan difabel. Selain itu, masyarakat juga harus terus diedukasi mengenai potensi bencana dan cara menghadapinya.

"Saya rasa perlu juga disiapkan semacam Tempat Evakuasi Sementara (TES) ataupun Tempat Evakuasi Akhir (TEA) sebagai tempat penampungan khusus bagi warga yang mengungsi dengan ketersediaan stok/cadangan logistik yang memadai," pungkasnya.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3996 seconds (0.1#10.140)