Kisah Masjid Selawe dan Silsilah Lahirnya Pendiri NU KH Hasyim Asyari
loading...
A
A
A
JOMBANG - Masjid Selawe merupakan sebuah masjid mungil yang menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Tambakberas, sebuah pondok pesantren terbesar dan tertua di Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Seperti dikisahkan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Tambakberas KH Jauharidin al Fatih, Masjid Selawe yang awalnya sangat sederhana didirikan oleh KH Abdussalam, cucu dari Pangeran Benowo yang tidak lain adalah putra dari Joko Tingkir pada tahun 1825 masehi. (Baca juga: Di Ponpes Bahrul Ulum, Mbak Tutut Ingin Bangun Kemandirian Desa )
Masjid Selawe berada di Dusun Gedang, Desa Tambakrejo, Kecamatan Kota Jombang, Jawa Timur. Dilihat dari ukurannya, masjid ini sangat kecil yang dibangun oleh KH Abdussalam bersama 25 orang santrinya sehingga lebih dikenal dengan sebutan Langgar Selawe.
"KH Abdussalam adalah keturunan Raja Majapahit, Brawijaya kelima, dari garis Joko Tingkir atau Sultan Pajang," ungkap KH Jauharidin al Fatih.
KH Abdussalam atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Shoichah adalah putra dari KH Abdul Jabar bin Pangeran Benowo bin Jokotingkir (Sultan Pajang).
Pada tahun 1800 masehi KH Abdussalam atau Mbah Shoichah menjadi salah satu panglima perang dari Pangeran Diponegoro saat bertempur melawan Belanda.
Setelah Pangeran Diponegoro tertangkap, para pengikutnya, termasuk KH Abdussalam melarikan diri ke arah timur. Selanjutnya dia membangun tempat tinggal di sebuah hutan yang tersembunyi yang sekarang bernama Dusun Gedang.
Di tempat ini, KH Abdussalam mendirikan masjid dan pondok kecil untuk para pengikut yang sekaligus menjadi santrinya yang berjumlah 25 orang. Penyebutan angka 25 dalam bahasa jawa disebut selawe.
Itulah sebabnya, masjid dan pondok KH Abdussalam kemudian lebih dikenal dengan sebutan Pondok Selawe.
Di tempat ini, KH Abdussalam menempa para santrinya dengan ilmu syariat, ilmu hakikat dan ilmu kanuragan.
Selama 13 tahun bergelut di tempat ini, KH Abdussalam berhasil menyulap Dusun Gedang yang awalnya hutan belantara menjadi perkampungan dengan penduduk yang padat. Termasuk pondok pesantrennya juga terus berkembang.
Dari Masjid Selawe inilah, pondok pesantren yang dirintis KH Abdussalam mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Setelah usianya lanjut, KH Abdussalam menyerahkan kepemimpinan pesantren kepada dua menantunya, yaitu Kiyai Usman dan Kiyai Said.
Atas restu KH Abdussalam, pondok pesantren ini kemudian dibagi dua. Kiyai Said mengembangkan pesantren di sebelah barat Sungai Tambakberas (Dusun Tambakberas) dan Kiyai Usman tetap memegang pesantren di timur sungai (di Dusun Gedang).
Setelah kedua kiyai ini wafat, pesantren di barat sungai dikembangkan lagi oleh putra Kiyai Said, yaitu KH Hasbulloh. Sedangkan pesantren di timur sungai tidak ada yang melanjutkan karena Kiyai Usman tidak memiliki anak laki-laki.
Untuk menyelamatkan pendidikan para santrinya, Kiyai Asyari, menantu Kiyai Usman, kemudian memboyong para santri di timur sungai ke Desa Keras, Kecamatan Diwek Jombang yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Tebuireng.
Dari Kiyai Asyari itulah, kemudian lahir putranya yang menjadi ulama besar pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yaitu KH Hasyim Asyari.
Sedangkan Pondok Pesantren Tambakberas juga terus berkembang pesat dan menjadi pondok pesantren terbesar dan tertua di Kabupaten Jombang hingga sekarang.
Meski demikian, keberadaan Masjid Selawe yang menjadi cikal bakalnya, hingga kini tidak dipugar dan tetap dipertahankan keasliannya. Hal ini sebagai bukti sejarah warisan leluhur penyebar agama Islam di Kabupaten Jombang.
Seperti dikisahkan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Tambakberas KH Jauharidin al Fatih, Masjid Selawe yang awalnya sangat sederhana didirikan oleh KH Abdussalam, cucu dari Pangeran Benowo yang tidak lain adalah putra dari Joko Tingkir pada tahun 1825 masehi. (Baca juga: Di Ponpes Bahrul Ulum, Mbak Tutut Ingin Bangun Kemandirian Desa )
Masjid Selawe berada di Dusun Gedang, Desa Tambakrejo, Kecamatan Kota Jombang, Jawa Timur. Dilihat dari ukurannya, masjid ini sangat kecil yang dibangun oleh KH Abdussalam bersama 25 orang santrinya sehingga lebih dikenal dengan sebutan Langgar Selawe.
"KH Abdussalam adalah keturunan Raja Majapahit, Brawijaya kelima, dari garis Joko Tingkir atau Sultan Pajang," ungkap KH Jauharidin al Fatih.
KH Abdussalam atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Shoichah adalah putra dari KH Abdul Jabar bin Pangeran Benowo bin Jokotingkir (Sultan Pajang).
Pada tahun 1800 masehi KH Abdussalam atau Mbah Shoichah menjadi salah satu panglima perang dari Pangeran Diponegoro saat bertempur melawan Belanda.
Setelah Pangeran Diponegoro tertangkap, para pengikutnya, termasuk KH Abdussalam melarikan diri ke arah timur. Selanjutnya dia membangun tempat tinggal di sebuah hutan yang tersembunyi yang sekarang bernama Dusun Gedang.
Di tempat ini, KH Abdussalam mendirikan masjid dan pondok kecil untuk para pengikut yang sekaligus menjadi santrinya yang berjumlah 25 orang. Penyebutan angka 25 dalam bahasa jawa disebut selawe.
Itulah sebabnya, masjid dan pondok KH Abdussalam kemudian lebih dikenal dengan sebutan Pondok Selawe.
Di tempat ini, KH Abdussalam menempa para santrinya dengan ilmu syariat, ilmu hakikat dan ilmu kanuragan.
Selama 13 tahun bergelut di tempat ini, KH Abdussalam berhasil menyulap Dusun Gedang yang awalnya hutan belantara menjadi perkampungan dengan penduduk yang padat. Termasuk pondok pesantrennya juga terus berkembang.
Dari Masjid Selawe inilah, pondok pesantren yang dirintis KH Abdussalam mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Setelah usianya lanjut, KH Abdussalam menyerahkan kepemimpinan pesantren kepada dua menantunya, yaitu Kiyai Usman dan Kiyai Said.
Atas restu KH Abdussalam, pondok pesantren ini kemudian dibagi dua. Kiyai Said mengembangkan pesantren di sebelah barat Sungai Tambakberas (Dusun Tambakberas) dan Kiyai Usman tetap memegang pesantren di timur sungai (di Dusun Gedang).
Setelah kedua kiyai ini wafat, pesantren di barat sungai dikembangkan lagi oleh putra Kiyai Said, yaitu KH Hasbulloh. Sedangkan pesantren di timur sungai tidak ada yang melanjutkan karena Kiyai Usman tidak memiliki anak laki-laki.
Untuk menyelamatkan pendidikan para santrinya, Kiyai Asyari, menantu Kiyai Usman, kemudian memboyong para santri di timur sungai ke Desa Keras, Kecamatan Diwek Jombang yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Tebuireng.
Dari Kiyai Asyari itulah, kemudian lahir putranya yang menjadi ulama besar pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yaitu KH Hasyim Asyari.
Sedangkan Pondok Pesantren Tambakberas juga terus berkembang pesat dan menjadi pondok pesantren terbesar dan tertua di Kabupaten Jombang hingga sekarang.
Meski demikian, keberadaan Masjid Selawe yang menjadi cikal bakalnya, hingga kini tidak dipugar dan tetap dipertahankan keasliannya. Hal ini sebagai bukti sejarah warisan leluhur penyebar agama Islam di Kabupaten Jombang.
(nth)